2 Alasan Utama Ubud Bali Terpilih Jadi Pilot Project Destinasi Wisata Gastronomi

Pemerintah, dalam hal ini Kemenparekraf, berkolaborasi dengan UNWTO dan Pemkab Bangli, Bali, menggelar lokakarya pengembangan wisata gastronomi di Ubud.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 18 Des 2023, 08:02 WIB
Sawah berundak di Tegalalang, Ubud, Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Jakarta - Ubud di Bali dipilih Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai proyek percontohan pengembangan wisata gastronomi. Untuk itu, Kemenparekraf berkolaborasi dengan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) dan Pemerintah Kabupaten Gianyar Bali menggelar Workshop for UNWTO Gastronomy Tourism Development.

"Ubud dipilih sebagai pilot project pengembangan wisata gastronomi karena kesiapan dan tingginya tingkat kolaborasi antar-stakeholder. Makanan di Ubud tidak sekadar hidangan kuliner, tetapi sudah menjadi gaya hidup dan budaya bagi masyarakat setempat," kata Sandiaga dalam rilis yang diterima tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 15 Desember 2023.

Asisten III Setda Gianyar, I Ketut Pasek Lanang Sadia menjelaskan budaya gastronomi yang mengakar di Ubud dapat terlihat dari interpretasi relief pada dinding Pura Yeh Pulu, yang menggambarkan budaya beternak, bertani, dan berburu sebagai bagian dari budaya gastronomi lokal. Ubud juga memiliki subak, yakni sistem tata kelola irigasi tradisional yang menjadi pilar kebudayaan masyarakat Bali.

Ada pula filosofi Tri Hita Karana yang dianut masyarakat Bali, yaitu prinsip keselarasan antara manusia, alam, dan Tuhan, yang juga merepresentasikan kekayaan budaya dan kuliner. "Ubud merupakan salah satu ikon pariwisata di Gianyar yang diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap ekonomi daerah melalui gastronomi dan kami dari pemerintah daerah Gianyar akan mendukung dari sisi regulasi," kata Sadia.

Selain pengalaman kuliner yang autentik, tradisional, inovatif, dan berkelanjutan, wisata gastronomi merupakan implementasi dari pariwisata inklusif yang dapat melibatkan berbagai stakeholder dan aktivitas terkait lainnya. Wisatawan bisa diajak mengunjungi produsen lokal, berpartisipasi dalam festival makanan, menghadiri kelas memasak, mengunjungi education center (pusat edukasi), menikmati makanan tradisional, dan sebagainya.

 


Rekomendasi Utama UNWTO

Sate lilit, Loloh, Cemcem, Nasi campur dan lainnya bisa dinikmati wisatawan di Pasar Pelipur Lara, Kabupaten Bangli, Bali, Rabu (16/8/2023). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lokakarya yang digelar merupakan tindak lanjut sekaligus sosialisasi atas dokumen Strategi Pengembangan Destinasi Gastronomi di Ubud. Dokumen tersebut sebelumnya telah diserahkan oleh UNWTO kepada Menparekraf pada agenda Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Selasa, 12 Desember 2023, di Bandung, Jawa Barat.

Dokumen tersebut juga telah diserahkan ke Pemkab Gianyar yang diwakili Asisten III Setda Gianyar, I Ketut Pasek Lanang Sadia didampingi Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, I Wayan Gede Sedana Putra. Sandi berharap kegiatan itu dapat memperkuat peran dan kolaborasi dari pemangku kepentingan di Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, mulai dari berbagai organisasi, pengelola destinasi baik lokal maupun regional, perwakilan bisnis dan akademisi yang terkait dengan gastronomi di Ubud.

Keterlibatan dan semangat kolaborasi dari berbagai pihak sangatlah penting untuk dapat mengoptimalisasi manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan wisata gastronomi. Department Officer, Tourism Market Intelligence and Competitiveness UNWTO, Patricia Carmona, menyampaikan bahwa salah satu rekomendasi utama pada program ini adalah pembentukan Gastronomy Tourism Club.

"Gastronomy Tourism Club yakni badan organisasi yang terdiri atas seluruh stakeholder pada industri gastronomi untuk dapat berkolaborasi aktif dan berkomitmen untuk menginisiasi pengembangan dan implementasi program-program terkait gastronomi di Ubud di masa depan," kata Patricia.


Usulan Salatiga Jadi Kota Gastronomi

Lawar Klungah dan Sate Lilit by Chef I Made Aditya Prnawirawan, Four Points Sheraton Bali, Kuta

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event) Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu mengharapkan adanya kolaborasi antara kementerian lembaga dan pemangku kepentingan pada program dan rencana aksi dari lokakarya ini.

"Program dan action plan (rencana aksi) dari kegiatan ini diharapkan dapat dikolaborasikan dengan kementerian, lembaga, serta stakeholder yang lebih luas," kata Vinsensius. Kegiatan Workshop for UNWTO Gastronomy Tourism Development dilanjutkan dengan Gastronomy Tourism Club Kick-off Meeting untuk mendiskusikan rencana tindak lanjut program pengembangan wisata gastronomi di Ubud.

Sebelumnya, Kota Salatiga diusulkan sebagai Kota Gastronomi ke UNESCO Creative Cities Network (UCCN) 2021. Hal itu didukung penuh oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat menghadiri Salatiga International Gastronomy Conference pada Juni 2021.

Sandiaga mengakui bahwa Salatiga sangat kaya akan wisata kulinernya. "Ini kita sepakati dan didukung secara totalitas, dan kita harapkan mampu untuk menghadirkan geliat ekonomi," kata Sandiaga melalui unggahan video Instagram pribadi pada Sabtu, 24 Juli 2021.


Gastronomi Salatiga Perlu Diperkuat Lagi

Gerbang tol Bawen-Salatiga. (Dok Kementerian PUPR)

Berbicara soal sajian khasnya, Salatiga dikenal memiliki ragam hidangan yang siap memanjakan lidah. Founder Indonesia Gastronomy Network Vita Datau menjelaskan bahwa Salatiga punya produk lokal yang dikembangkan, yakni singkong.

"Lalu, ada makanan tradisi yang memang mereka yakini bahwa itu adalah makanan tradisi bernama tumpang koyor. Artinya, potensinya ada namun keunikannya mungkin harus digali lagi," kata Vita kepada Liputan6.com pada Minggu, 25 Juli 2021. 

Ia menyebut warisan dari kota Salatiga dapat dikembangkan dari sejarah dan juga tradisi upacara yang memungkinkan menjadi narasi yang kuat bagi gastronomi Salatiga. Ia sangat senang jika salah satu kota di Jawa Tengah itu masuk dalam nominasi tersebut.

"Kalau ada satu kota yang masuk, tentunya saya sangat senang. Apalagi di Asia itu, kebanyakan adalah negara-negara yang memang stabil untuk industri kulinernya, seperti Thaliand dan Cina," jelasnya.

Agar peluang usulan tersebut diterima oleh UNESCO, Vita menyampaikan bahwa itu tergantung pada persiapanya. Hal ini harus diproses dari bawah untuk pengenalan objek dengan indentifikasi.

"Semua masyarakatnya lalu stakeholder harus satu kata, harus siap secara ekosistem. Kalau ekosistem dibangun hulu hilir seperti singkong, lalu pasar tradisionalnya juga dibangun, dan pendidikanya terhadap kuliner lokal juga dikerjakan, serta hal-hal berkaitan dengan ekosistem, maka akan mencapai standar UNESCO," tambah dia.

Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya