PNS Punya Hak Pilih, Tapi Dilarang Kampanye hingga Posting Dukungan di Medsos

ASN baik PNS maupun PPPK perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilihan Umum Kepala Daerah.

oleh Arief Rahman H diperbarui 18 Des 2023, 13:10 WIB
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas. (Dok Kementerian PANRB)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas meminta seluruh aparatur sipil negara (ASN) baik PNS maupun PPPK menjaga netralitas dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan tahun 2024. Ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat. 

“Netralitas memiliki prinsip tidak berpihak, bebas dari pengaruh, dan imparsial. Jika ASN tidak netral pelayanan publik akan terhambat karena kinerja ASN menjadi tidak profesional,” ujar Anas dikutip dari keterangan tertulis, Senin (18/12/2023).

Tidak profesionalnya PNSsaat pesta demokrasi akan menyebabkan target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik.

Di dalam UU No. 20/2023 tentang ASN termaktub bahwa Pegawai ASN wajib menjaga netralitas. Netralitas yang dimaksud adalah tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan politik.

 

"ASN tetap punya hak pilih, namun hanya bisa diberikan di bilik suara, tidak di media atau kanal lain," tegas Anas.

Anas menyampaikan, ASN perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Dalam gelaran pesta demokrasi terdapat beberapa area yang sering dilanggar mulai dari ikut serta agenda kampanye, fasilitasi kegiatan kampanye, sampai dengan penggunaan sosial media yang mendukung peserta pemilu.

“ASN agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial terutama dalam suasana kampanye pemilu saat ini. Kami imbau agar ASN tidak melakukan kampanye atau sosialisasi di media sosial berupa posting, komentar, membagikan tautan, atau memberi ikon like,” imbuhnya.

SKB Netralitas ASN

Untuk menjamin terjaganya netralitas ASN, sebelumnya pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. SKB ini ditandatangani bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, BKN, KASN, dan Bawaslu.

SKB ini bertujuan untuk mendorong kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas ASN demi terselenggaranya Pemilu dan Pemilihan yang berkualitas. ASN yang melanggar netralitas akan dikenai sanksi sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan.

“Sanksi yang diberikan mulai dari sanksi moral, hukuman disiplin sedang, hukuman disiplin berat, hingga diberhentikan secara tidak dengan hormat,” pungkas Anas.


Jadi Tim Kampanye pada Pemilu 2024, ASN Bisa Dipenjara 1 Tahun dan Denda Rp12 Juta

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS seusai membuka Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang menjadi tim kampanye dan tim sukses dalam kampanye Pemilu 2024. Aturan tentang larangan ASN ikut campur dalam politik praktis tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 280 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 dijelaskan, selain ASN ada beberapa jabatan lain yang dilarang menjadi tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu. Berikut rinciannya.

  1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
  2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  3. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  4. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
  5. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
  6. aparatur sipil negara;
  7. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  8. kepala desa
  9. perangkat desa
  10. anggota badan permusyawaratan desa; dan
  11. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

"Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu," bunyi Pasal 280 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

 


Denda Rp 12 Juta

Jika orang yang dimaksud pada Pasal 280 ayat (2) tetap ikut dalam kampanye Pemilu maka termasuk sebagai tindak pidana Pemilu.

Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga mengatur tentang ancaman hukuman bagi ASN yang terlibat dalam tim kampanye Pemilu. Hal ini tertuang dalam Pasal 494.

"Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)," demikian bunyi Pasal 494 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya