Pengungsi Rohingya Diduga Miliki KTP, Menko PMK: Harus Ditelisik Lebih Jauh

Menko PMK Muhajdir Effendy meminta, pemangku kebijakan terkait untuk menelisik soal pengungsi Rohingya yang diduga memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 18 Des 2023, 15:53 WIB
Menko PMK Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan pada acara 'Penandatanganan Nota Kesepahaman Tentang Penyediaan Bahan Baku Fraksionasi Plasma' di Wisma PMI Jakarta, Rabu (14/6/2023). (Dok Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy buka suara, mengenai kabar ditangkapnya delapan pengungsi Rohingya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ditangkap, mereka diduga memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu. KTP itu disebut-sebut dibuat di Medan, Sumatera Utara.

Muhajdir meminta, pemangku kebijakan terkait untuk menelisik soal pengungsi Rohingya yang diduga memiliki KTP Indonesia.

"Saya termasuk orang yang sangat menyesalkan jika sampai terjadi dan itu berarti birokrasi kita itu telah kecolongan dengan kasus itu dan harus ditelisik lebih jauh," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta dilansir dari Antara, Senin (18/12/2023).

Muhadjir mengaku, belum mendapatkan informasi utuh terkait dugaan KTP palsu yang dimiliki pengungsi Rohingya itu. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut tak boleh terjadi.

"Karena bagaimana pun kedatangan para pengungsi Rohingya ini adalah kedatangan yang tidak kita kehendaki. Dan kita tidak memiliki keterikatan dengan UNHCR untuk menampung dia sebagai status pengungsi," katanya.

Ia juga meminta United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) untuk bertanggung jawab atas gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia. Apalagi kedatangan pengungsi tersebut syarat akan dugaan tindak pidana perdagangan orang.

"Maka sebaiknya pemerintah dalam hal ini Indonesia harus tegas minta pertanggungjawaban kepada UNHCR dan harus segera dicarikan tempat yang sebagaimana menjadi tanggung jawab dari UNHCR," kata dia.


Jokowi Akan Bahas Polemik Pengungsi Rohingya saat Bertemu Pemimpin Negara di Jepang

Pengungsi Rohingya berkumpul dalam tenda di pantai di Pulau Sabang, Provinsi Aceh, Indonesia, Minggu (3/12/2023). Lebih dari 100 pengungsi Rohingya, termasuk perempuan dan anak-anak, mendarat di pantai Aceh pada tanggal 2 Desember 2023 dini hari. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Presiden Jokowi mengatakan dirinya akan membahas soal pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke sejumlah negara, termasuk Indonesia saat bertemu dengan para pemimpin negara di Jepang.

Jokowi menyebut polemik pengungsi Rohingya bukan hanya masalah dunia dan ASEAN, namun juga negara-negara yang didatangi.

"Saya kira sangat relevan untuk dibicarakan karena ini juga bukan hanya masalah dunia, bukan hanya masalah ASEAN, tetapi juga masalah negara-negara yang didatangi," jelas Jokowi sebelum bertolak ke Jepang dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Sabtu (16/12/2023).

Menurut dia, Malaysia juga memiliki masalah yang sama dengan Indonesia, menghadapi pengungsi Rohingya yang terus berdatangan. Bahkan, kata Jokowi, jumlah pengungsi Rohingya yang ke Malaysia lebih banyak.

"Malaysia memiliki problem yang sama dengan jumlah yang lebih banyak. Kita juga memiliki problem yang sama dengan jumlah yang sekarang juga cukup lumayan banyak," katanya.

Sebelumnya, Jokowi sendiri mengatakan pengungsi Rohingya yang terdampar di Indonesia akan ditampung sementara. Namun, dia tak menjawab di mana para pengungsi Rohingya akan ditampung.

"Saya sampaikan bahwa sementara, sementara kita tampung, sementara," kata Jokowi si Stasiun Pompa Ancol Sentiong Jakarta Utara, Senin 11 Desember 2023.

Dia menyampaikan bahwa pemerintah terus berkoordinasi dengan organisasi-organisasi internasional salah satunya, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terkait pengungsi Rohingya di Indonesia.

Pasalnya  masyarakat lokal menolak pengungsi Rohingya.

"Karena kita masih berbicara dengan organisasi-organisasi internasional UNHCR dan lain-lain untuk karena memang masyarakat lokal tidak menginginkannya (pengungsi Rohingya)," tutur Jokowi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya