Liputan6.com, Depok - Viral di media sosial X yang sebelumnya Twitter yang menyebut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) 2023, Melki Sedek Huang diduga melakukan kekerasan seksual. Hal itu seperti yang tertulis di akun X adityarizik @BulanPemalu.
“Alerta !!!, KABEM UI 2023 ngelakuin kekerasan seksual(?),” tulis akun tersebut, Senin (18/12/2023).
Advertisement
Menanggapi hal tersebut, Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, dirinya telah mengetahui adanya tuduhan kekerasan seksual yang viral di media sosial. Namun hingga saat ini, Melki tidak melakukan hal tersebut.
“Katanya ada dugaan kekerasan seksual, tapi sampai hari ini saya masih merasa tidak pernah melakukan hal itu,” ujar Melki saat dikonfirmasi awak media, Senin (18/12/2023).
Melki menjelaskan, saat ini sedang menunggu proses hukum yang berlaku apabila dirinya dituduhkan melakukan kekerasan seksual.
“Jadi kita tunggu saja proses-proses yang berlaku,” jelas Melki.
Melki mengakui dirinya telah dilakukan penonaktifan sementara sebagai Ketua BEM UI. Penonaktifan tersebut mulai dilakukan pada hari ini hingga waktu yang belum ditentukan.
“Penonaktifan sementara per hari ini. Karena memang laporannya masuk hari ini, kalau memang nggak salah ya,” ucap Melki Sedek Huang.
Siap Hadapi Proses Hukum
Apabila hal tersebut benar terjadi dan dilaporkan secara hukum, Melki akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Melki mengikuti rangkaian proses hukum apabila tuduhan tersebut benar atau tidak.
“Tapi kita harus ikuti proses hukumnya, bersalah atau tidak itu sesuai dengan proses hukum yang berlaku,” tegas Melki.
Melki mengungkapkan, penonaktifannya dari jabatannya sebagai Ketua BEM UI tidak mempengaruhi kegiatan keorganisasian. Menurutnya, kegiatan tersebut akan tetap dijalankan sesuai dengan struktur yang berlaku.
“Sementara kegiatan BEM UI di-handle Wakil Ketua,” ungkap Melki.
Melki tetap berpendirian dan berpegang pada mekanisme dan aturan yang telah dibuat di BEM UI. Meskipun ke depannya tidak terbukti, Melki akan mengikuti aturan yang telah dibuat.
“Walaupun tidak terbukti, memang harus dijalankan sesuai aturan,” pungkas Melki.
Advertisement