Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) baru-baru ini telah menyetujui Rimegepant buatan Pfizer. Obat ini merupakan sebuah terapi ganda migrain inovatif untuk pengobatan akut dan pencegahan migrain episodik pada kategori pasien orang dewasa yang mengalami setidaknya empat serangan migrain per bulan.
Rimegepant yang disetujui BPOM RI bekerja dengan cara menghambat reseptor Calcitonin Gene-related Peptide (CGRP). Jenis Rimegepant berupa tablet cepat larut.
Advertisement
"Dengan mekanisme ini, Rimegepant membantu pasien dalam mencapai target pengobatan yang berkaitan dengan pengobatan migrain akut dan preventif sehingga penderita migrain dapat lebih mengontrol penyakitnya,"
"Formulasinya, yaitu tablet cepat larut, Rimegepant dapat dikonsumsi tanpa air atau cairan. Tablet akan larut di mulut dengan meletakkannya di atas atau di bawah lidah," demikian pernyataan resmi PT Pfizer Indonesia yang diterima Health Liputan6.com pada Selasa, 19 Desember 2023.
Bebas Rasa Nyeri dan Gejala Migrain
Merujuk studi fase 3 yang dipublikasikan di jurnal The Lancet, dosis tunggal Rimegepant menunjukkan persentase bebas dari rasa nyeri dan gejala migrain paling mengganggu yang lebih unggul dalam dua jam dibandingkan dengan placebo.
Studi lain yang juga dipublikasikan di The Lancet berjudul 'Oral rimegepant for preventive treatment of migraine: a phase 2/3, randomised, double-blind, placebo-controlled trial' memerlihatkan Rimegepant yang diberikan berselang sehari mampu memberikan pengurangan signifikan pada rerata jumlah hari serangan migrain per bulan di minggu ke 9-12 dari periode 12 minggu saat konsumsi obat migrain ini jika dibandingkan dengan plasebo.
44 Juta Penderita Migrain di Indonesia
Pada jurnal berjudul, Disease burden of migraine and tension-type headache in non-high-income East and Southeast Asia from 1990 to 2019 yang dipublikasikan di Biomed Central, terdapat lebih dari 44 juta penderita migrain di Indonesia dan migrain merupakan salah satu penyebab utama kecacatan di seluruh dunia.
Migrain bahkan menyerang wanita secara tidak proporsional, yang kerap terjadi antara tiga hingga empat kali lebih sering jika dibandingkan pria.
Pada tahun 2019, sekitar 195.702.169 pasien migrain dan 291.924.564 pasien sakit kepala tegang (tension-type headache) tinggal di Asia Timur yang bukan merupakan negara berpenghasilan tinggi, dan 113.401.792 pasien migrain dan 179.938.449 pasien TTH tinggal di Asia Tenggara yang bukan merupakan negara berpenghasilan tinggi.
Dalam hal negara dan wilayah tertentu, tingkat rata-rata migrain tertinggi adalah di Thailand. Rata-rata migrain dan sakit kepala tegang tertinggi adalah di Indonesia.
Advertisement
Era Baru Pengobatan Migrain
Persetujuan BPOM RI terhadap obat Rimegepant buatan Pfizer untuk migrain akut menandai dimulainya era baru pengobatan migrain.
"Ini memungkinkan para tenaga medis dan penyedia layanan kesehatan professional memberikan resep kepada pasien agar memeroleh satu jenis pengobatan untuk menyembuhkan dan mencegah serangan migrain di Indonesia,"
"Kemajuan pengobatan ini akan membantu penderita penyakit saraf guna menjalani hidup tanpa beban dari penyakit tersebut," tulis PT Pfizer Indonesia dalam keterangannya.
Rimegepant Disetujui Lebih dari 31 Negara
Hingga kini, Rimegepant telah disetujui di lebih dari 31 negara, termasuk di antaranya Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.
Informasi Pfizer Global Regulatory Sciences: Worldwide Regulatory Status juga menyebut, permohonan persetujuan Rimegepant di beberapa negara lainnya juga sedang dikaji oleh otoritas setempat.
Serangan Berulang Sakit Kepala
Jurnal yang dipublikasikan di Biomed Central juga menulis, tahun 2018, International Classification of Headache Disorders edisi ke-3 (ICHD-3) mengklasifikasikan gangguan nyeri kepala primer menjadi empat subtipe, termasuk migrain, sakit kepala tegang (tension-type headache/TTH), cephalalgia otonom trigeminal, dan nyeri kepala primer lainnya.
Di antara mereka, migrain digambarkan sebagai gangguan kronis yang ditandai dengan serangan berulang sakit kepala sedang atau berat, bersamaan dengan gejala neurologis dan sistemik yang dapat dibalik, yang paling khas termasuk fotofobia (kondisi mata sakit), fonofobia (ketakutan, kecemasan), alodinia kulit, dan gejala gastrointestinal.
Konsumsi kafein dan alkohol, rutinitas harian yang penuh tekanan, kurang tidur, dan penggunaan obat-obatan yang berlebihan dapat menjadi pemicu kondisi ini. TTH, sebagai gangguan neurologis yang paling umum di seluruh dunia, memiliki ciri-ciri sakit kepala berlapis.
Terkadang seperti ikat kepala dengan intensitas ringan hingga sedang, tetapi tanpa gejala neurologis yang signifikan. Faktor pencetus TTH mirip dengan migrain. Namun, tidur yang cukup, pengobatan yang tepat, postur tubuh, dan pijatan dapat membantu meringankan rasa sakit pada pasien TTH.
Advertisement