Melihat Daya Tarik Saham pada Tahun Depan, Masih Cerah?

Beberapa ekspektasi awal tahun makro ekonomi di negara maju, yakni resesi ekonomi Amerika Serikat (AS), puncak Fed Funds Rate di 5,0% dan moderasi penguatan nilai tukar USD tidak terjadi pada 2023.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 21 Des 2023, 11:39 WIB
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia melihat pasar keuangan tahun ini seperti roller coaster. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia melihat pasar keuangan tahun ini seperti roller coaster, perbedaan yang mencolok antara ekspektasi dan realitas terutama di negara maju menjadi penyebab utama volatilitas pasar keuangan global, yang juga berdampak pada pasar keuangan domestik. 

Senior Portfolio Manager Equity Manulife Aset Manajemen Caroline Rusli menuturkan, beberapa ekspektasi awal tahun makro ekonomi di negara maju, seperti resesi ekonomi Amerika Serikat (AS), puncak Fed Funds Rate di 5,0% dan moderasi penguatan nilai tukar USD tidak terjadi pada 2023.

Masih kuatnya perekonomian AS membuat kebijakan The Fed dipertahankan lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Kondisi ini menyebabkan imbal hasil UST 10 tahun bergerak liar, sempat naik di atas 5% yang merupakan level tertinggi sejak 2007. 

"Karena perannya yang penting dalam sistem keuangan global, lonjakan pada imbal hasil UST ini memiliki dampak besar terhadap likuiditas global, selera investasi, nilai tukar dan kebijakan moneter bank sentral negara lain,” kata Caroline dalam keterangan resminya, ditulis Kamis (21/12/2023).

Ia melanjutkan, perkembangan terkini menjelang akhir tahun menunjukkan kondisi yang lebih kondusif di mana angka inflasi mereda dan perekonomian AS yang mulai melambat mendukung pandangan bahwa the Fed dapat menjadi lebih akomodatif.

“Kami menilai bahwa risiko terkait kesenjangan antara ekspektasi dan realitas pada 2024 akan lebih besar datang dari besarnya potensi penurunan Fed Funds Rate. Dot plot atau proyeksi suku bunga tahun 2024 yang dikeluarkan The Fed pada rapat FOMC bulan ini meski menunjukkan penurunan lebih dalam sebesar 75 basis poin dibandingkan proyeksi sebelumnya 50 basis poin, namun potensi pemangkasan suku bunga tersebut tidak seagresif perkiraan pasar yang memperkirakan pemangkasan hingga 125 basis poin mulai bulan Maret,” kata dia. 

 

 


Prospek Makro Ekonomi

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, narasi terkait prospek makro ekonomi negara maju pada 2024 yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang melambat dan inflasi yang lebih jinak mempunyai potensi besar untuk terjadi, karena dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang sudah restriktif, tabungan era pandemi yang sudah tergerus dan normalisasi belanja di sektor jasa.

“Prospek perekonomian domestik masih baik, di tengah potensi perlambatan ekonomi global, pertumbuhan PDB Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap stabil didukung oleh potensi meningkatnya belanja kampanye menjelang pilpres pada Februari dan Pilkada serentak pada November,” ujar dia. 

Dia bilang, pesta demokrasi diharapkan dapat membantu memulihkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat bawah, melalui pencairan subsidi sosial yang lebih masif. 

Dari sisi inflasi, berlalunya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan sinergi pengendalian inflasi yang baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik pusat maupun daerah akan membuat inflasi tetap terkendali dan rendah.

Potensi peralihan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif di tahun depan membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk menjadi lebih akomodatif.

 

 


Risiko yang Perlu Dicermati

Dari sisi domestik, aktivitas konsumsi diperkirakan akan menguat pada 2024. Hal itu sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali, dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Sementara itu, latar belakang makro yang lebih positif bagi dunia investasi menjelang peralihan kebijakan moneter global ke arah yang lebih akomodatif pada 2024 memberikan katalis positif yang dapat membuka peluang valuasi saham dihargai lebih tinggi. 

"Potensi pemangkasan suku bunga, stabilitas Rupiah dan meningkatnya aktivitas perekonomian ditopang oleh distribusi belanja kampanye diharapkan menjadi katalis yang dapat mendorong pasar saham Indonesia menguat lebih lanjut,” imbuhnya. 

Optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian pada tahun pemilu dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diharapkan dapat memperbaiki konektivitas antara makro domestik yang baik dan aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia. Pertumbuhan pendapatan perusahaan diperkirakan masih tumbuh dengan kecepatan yang relatif sehat pada 2024.

Meski demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang ia cermati.  Misalnya, jika penurunan Fed Funds Rate lebih disebabkan oleh kemungkinan terjadinya resesi ekonomi, maka bisa terjadi flight to safety pada USD sehingga Rupiah juga tidak langsung mendapatkan keuntungan dari penurunan suku bunga yang dilakukan oleh the Fed.

Selain itu, keterbatasan fiskal AS dalam menopang perekonomian juga dapat menjadi faktor risiko bagi pasar finansial global, di mana sekitar 20% dari pertumbuhan PDB riil AS ditopang oleh belanja pemerintah yang berisiko mencapai limit maksimum pada Januari-Februari 2024. 

 


Bantuan Sosial

Pemerintah optimistis produk-produk hilirisasi lanjutan juga dapat menopang daya saing produk ekspor Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Dan perlu diingat bahwa untuk mengimbangi dampak kenaikan suku bunga yang tinggi hingga mencapai 525 basis poin pemerintah menggelontorkan belanja pemerintah yang dibiayai oleh utang sehingga defisit fiskal terus bertumbuh tinggi,” kata dia. 

Kemudian, daya beli masyarakat segmen bawah dan menengah ke bawah dengan biaya hidup terus melonjak dengan tingkat yang lebih besar. Bantuan sosial berupa beras dan uang tunai jelang pilpres diharapkan dapat membantu menopang perekonomian dalam jangka pendek. Selain itu, meningkatnya tensi risiko geopolitik.

Namun, tetap saja ada sektor yang diunggulkan untuk memberikan alpha terhadap kinerja portofolio pada masa depan. Secara sektoral Manulife Aset memiliki pandangan yang positif terhadap beberapa tema seperti layanan telekomunikasi, keuangan, dan energi hijau.

Layanan telekomunikasi dinilai sebagai sektor defensif diuntungkan dengan situasi persaingan yang kondusif, karena operator dapat menaikkan harga dan mendapatkan keuntungan dari dana kampanye pemilu serta potensi konsolidasi antar pemain, sehingga diperkirakan persaingan perang tarif akan terus mereda.

Selain itu, sektor keuangan, pandangan yang lebih positif terutama pada perbankan besar yang tetap bisa mendapatkan funding dengan biaya bunga yang rendah di tengah mengetatnya likuiditas.

Terakhir, menangkap pertumbuhan struktural di bidang energi terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan atau energi hijau. 

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya