Liputan6.com, Jakarta - Tujuh tentara tewas dan 10 lainnya terluka ketika sebuah ranjau darat meledak dan menghancurkan sebuah bus militer di provinsi Homs, Suriah.
Insiden ini terjadi pada siang hari, Kamis tanggal 21 Desember 2023, menurut radio Sham FM di Suriah, dikutip dari Xinhua, Kamis (21/12/2023).
Advertisement
Ranjau darat menghancurkan bus militer yang biasanya mengangkut tentara masuk dan keluar dari tempat kerja mereka, dekat ladang minyak T-3 dekat kota Palmyra di Homs, kata radio Sham FM.
Laporan tersebut tidak memberikan rincian lebih lanjut namun serangan serupa sebelumnya sebagian besar dilakukan oleh sisa-sisa kelompok Negara Islam (ISIS) di wilayah gurun terpencil di timur Homs.
PBB Sebut 2018 Sebagai Tahun Paling Mematikan untuk Anak-Anak Suriah
Bicara soal ranjau darat, maka bicara soal keselamatan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa 2018 adalah tahun yang paling mematikan bagi anak-anak di Suriah, di mana diakibatkan oleh perang yang kini memasuki tahun kesembilan.
UNICEF, badan anak-anak dunia, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin bahwa pihaknya telah memverifikasi 1.106 kematian anak akibat pertempuran pada 2018.
Dikutip dari Al Jazeera, laporan tersebut menunjukkan korban tahunan tertinggi sejak konflik pecah di Suriah pada 2011.
Akan tetapi, hal itu memperingatkan bahwa angka sebenarnya kemungkinan bahkan lebih tinggi.
"Saat ini, ada kesalahpahaman yang mengkhawatirkan bahwa konflik di Suriah akan segera berakhir, tidak," kata Henrietta Fore, direktur eksekutif Unicef dalam sebuah pernyataan.
"Anak-anak di beberapa bagian negara tetap dalam bahaya selama konflik yang telah berlangsung delapan tahun lamanya," lanjutnya.
Banyak Warga Suriah Mengungsi
Penyebab terbesar jatuhnya korban anak-anak adalah persenjataan yang tidak meledak, yang menyebabkan 434 kematian dan cedera tahun lalu, kata UNICEF.
Perang Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan mengusir jutaan orang dari negara itu.
Turki dan Rusia, salah satu sekutu setia pemerintah Suriah, menengahi kesepakatan pada September lalu, untuk menciptakan zona demiliterisasi di wilayah barat laut Idlib, yang akan bebas dari semua senjata berat dan pejuang.
Kesepakatan tersebut membantu mencegah serangan pemerintah terhadap kawasan itu, yang merupakan benteng besar terakhir penentang Presiden Bashar al-Assad.
Advertisement
Keselamatan Anak Masih Mengkhawatirkan
Namun, Fore mengatakan dia prihatin dengan intensifikasi kekerasan di Idlib, tempat 59 anak dilaporkan tewas dalam beberapa pekan terakhir.
"UNICEF sekali lagi mengingatkan para pihak yang terlibat konflik, dan juga komunitas global, bahwa anak-anak di negara itu (Suriah) yang paling menderita dan yang paling dirugikan. Setiap konflik berlanjut adalah hari lain yang dicuri dari masa kecil mereka," kata Fore.
Sejak Januari, sekitar 60 anak tewas ketika berusaha mencapai kamp al-Hol di Suriah timur laut, yang kini menjadi rumah bagi lebih dari 65.000 orang yang melarikan diri dari ISIS, menurut PBB.
Ribuan orang membanjiri kamp al-Hol ketika Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS mengepung sisa-sisa terakhir kekuasaan teritorial ISIS di desa Baghouz, yang dikepung dekat perbatasan Irak.
"Suriah masih menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia untuk anak-anak, dengan kekerasan, ketidakamanan dan pengungsian yang berkelanjutan," kata Caroline Anning, juru bicara Save the Children.
"Bahkan ketika konflik telah mereda, risiko dari sisa-sisa perang yang meledak seperti ranjau darat dan munisi tandan semakin meningkat," lanjutnya prihatin.