Liputan6.com, Jakarta - Menjelang akhir tahun, bukan hanya liburan yang sebaiknya rutin kita lakukan. Memeriksa keuangan atau tepatnya kesehatan keuangan kita juga tak kalah penting. Perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning Agustina Fitria mengatakan, sangat penting untuk melakukan financial check up pada kondisi keuangan. Hal ini untuk memitigasi beragam potensi yang menghambat pencapaian kebebasan finansial.
Agustina menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan saat pemeriksaan kesehatan keuangan. Pertama adalah arus kas yang positif. "Baiknya adalah besaran uang yang masuk lebih besar dari uang yang keluar," kata Agustina dalam Kelas Finansial Jenius: Financial Check-Up untuk Wujudkan Keuangan yang Lebih Sehat di Jakarta Selatan, Kamis, 21 Desember 2023.
Advertisement
Dalam hal keuangan, ada yang namanya catatan kekayaan termasuk aset dan utang. Ini adalah salah satu yang harus dimiliki untuk melakukan financial check up. "Arus kas tadi (uang masuk dan keluar) itu adalah gambaran keuangan kita di masa lalu. Jadi kalau sering boros enggak pernah nabung bisa kelihatan," ungkapnya.
Kedua adalah tersedianya dana darurat yang memadai. Dana darurat sangat penting dibutuhkan bila kita kehilangan sumber pendapatan, seperti tiba-tiba ada pemberhentian hubungan kerja (PHK) di kantor. Begitu juga yang punya usaha sendiri tiba-tiba keuangannya macet karena pandemi seperti beberapa tahun lalu.
"Jadi harus punya berapa banyak aset tabungan yang likuid atau yang gampang dicairkan sewaktu-waktu. Kita harus melihat dana darurat gunanya untuk mengantisipasi kalau sumber incomenya berhenti tiba-tiba seperti saat pandemi misalnya , PHK, sakit berat, dan lain-lain," ujarnya.
Hal ketiga adalah memastikan siap menghadapi berbagai risiko kehidupan, seperti pencari nafkah yang mengalami sakit atau meninggal dunia. Jika sakit berkepanjangan, tentu akan menguras kantong, karena harus mengeluarkan biaya sendiri.
Untuk itu, sangat perlu untuk memuliki asuransi kesehatan maupun asuransi jiwa. "Untungnya pemerintah mengeluarkan fasilitas kesehatan ada BPJS Kesehatan. Lalu ada asuransi jiwa itu juga penting bagi orang pencari nafkah dan harus dilihat apakah punya tanggungan atau tidak," jelasnya.
Tujuan Keuangan Jangka Panjang
Setelah mengecek kesehatan keuangan sangat perlu mempertimbangkan rencana di masa mendatang. Langkah selanjutnya adalah menetapkan atau mengatur ulang tujuan keuangan.
"Contohnya merintis dana pensiun yang memadai, itu adalah salah satu contoh tujuan keuangan. Atau membuat dana darurat. Itu yang dijadikan semangat dalam membuat perencanaan keuangan," terang Agustina. Yang perlu diingat juga adalah adanya pendapatan yang cukup untuk menutupi semua pengeluaran rutin.
Selain itu, juga harus ada uang yang disisihkan untuk tujuan keuangan jangka panjang. "Bisa membuat anggaran dengan pensil dan kertas, spreadsheet komputer, atau program perangkat lunak penganggaran yang tersedia secara gratis. Hal yang penting, semua alur keuangan kamu terdata," kata Agustina.
Ia menambahkan, semua orang yang sudah punya penghasilan harus melakukan financial check up. Ini tidak terlepas apakah dia seorang freelancer, ataupun karyawan biasa. Anda yang masih lajang ataupun sudah berkeluarga juga harus tetap melakukan cek kesehatan.
Dalam kesempatan itu, Agustina juga menyarankan mereka yang kini berusia 35 tahun dan ingin pensiun di usia 55 tahun mungkin bertanya-tanya, perlu menyiapkan dana berapa agar bisa mandiri dari sisi keuangan saat pensiun hingga usia 75 tahun sehingga tak menyusahkan anak-anak atau keluarga pada nantinya?
Advertisement
Antara Menabung atau Berinvestasi
Ia mengatakan apabila biaya hidup seseorang saat usia 35 tahun sekitar Rp5 juta, lalu karena inflasi maka biaya hidupnya saat pensiun nanti bisa menjadi Rp10,9 juta. Lalu berapa dana yang dibutuhkan hingga usia 75 tahun?
"Gaya hidupnya masih sama, misalnya sekarang senang makan di warung A, seterusnya di situ. Untuk hidup dari usia 55 tahun hingga 75 tahun dibutuhkan biaya Rp2,2 miliar," ujar Agustina.
Menurut Fitria, untuk mencapai dana Rp2,2 miliar, seseorang bisa memilih antara menabung atau berinvestasi. Kalau menabung jadi pilihan, maka uang yang harus disetorkan setidaknya setara inflasi yakni Rp6 juta per bulan.
"Berarti dia harus punya income Rp5 juta tambah Rp6 juta jadi total Rp11 juta. Kalau dia baru prepare di usia 35 tahun," kata Fitria. Tetapi, bila pilihannya investasi, misalnya dengan return (imbal hasil) sebanyak 6 persen, maka perkiraan uang yang perlu disiapkan yakni sekitar Rp4,8 juta per bulan.
"Jadi, sebenarnya akan lebih bagi investasi karena jangka waktunya panjang, 20 tahun. Kalau menabung saja akan berat. Dengan kita tahu bahwa kita harus investasi segini berarti penghasilan kita harus punya penghasilan harus Rp9,8 juta per bulan," tutur Agustina.
Memanfaatkan Jaminan Hari Tua
Selain melakukan perhitungan manual, saat ini ada aplikasi yang bisa digunakan, misalnya yang memiliki fitur kalkulator dana hari tua. Seseorang perlu mengisi besaran biaya hidup saat ini, usia saat ini misalnya 35 tahun, usia pensiun 55 tahun, asumsi investasi 6 persen, dan inflasi 4 persen, maka hasilnya dana pensiun yang dibutuhkan Rp2,2 miliar.
Lalu, bagaimana bila usia harapan hidup ternyata melebihi 75 tahun atau di luar perkiraan? Menurut Fitria, di situlah gunanya aset aktif seperti rumah yang dikontrakkan karena aset tetap ada sehingga bisa terus memberikan pendapatan.
Di sisi lain, cobalah memanfaatkan jaminan hari tua (JHT) yang difasilitasi kantor tempat bekerja. Seseorang yang sudah bekerja sejak usia 25 tahun contohnya, diperkirakan saldo JHT sudah mencapai Rp40 juta di usia 35 tahun.
Jika dia memilih investasi dengan imbal hasil 6 persen maka setoran berkala bisa menjadi Rp4,5 juta atau lebih rendah dari sebelumnya, saat dia tak memasukkan JHT, yaitu Rp4,8 juta.
Advertisement