Liputan6.com, Jakarta - Dalam parsel Natal dan tahun baru (Nataru) masyarakat kerap menemukan produk pangan rumahan atau homemade.
Umumnya, pangan buatan tangan ini tidak memiliki keterangan produk. Termasuk informasi nilai gizi, kode batang, hingga izin edar.
Advertisement
Lantas, bagaimana cara memastikan bahwa produk olahan tersebut aman dikonsumsi dan dibagikan kepada kerabat serta keluarga sebagai parsel Nataru?
Terkait hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberi penjelasan.
“Terkait produk homemade kita sudah sampaikan bahwa produk yang lebih dari tujuh hari, sesuai dengan standarnya dia harus memiliki nomor izin edar. Itu kami sudah sampaikan kepada si pembuat produk homemade-nya untuk mendaftarkan nomor izin edar,” kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang kepada Health Liputan6.com dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis 21 Desember 2023.
Dia menambahkan, nomor izin edar tidak harus dari Badan POM, boleh pula dari Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) pemerintah daerah.
“Tetapi yang risikonya tinggi itu harus dari Badan POM. Susu atau produk-produk daging itu harus dari Badan POM. Tapi, kalau kripik-kripik saja boleh dari PIRT, nah di situ harus mencantumkan informasi nilai gizi.”
“Jadi edukasi terus kami lakukan supaya mereka mencantumkan informasi nilai gizi, industri, UMKM itu sudah menulis lho, silakan cek, kalau enggak ada, laporkan ke Badan POM ya,” katanya.
Sanksi bagi Pedagang Nakal
Tak dapat dimungkiri, ada pedagang nakal yang menjual makanan olahan tangan yang tak sesuai dengan ketentuan. Terkait pedagang nakal, BPOM juga telah menentukan tindakan hingga sanksi yang dapat diberikan.
“Jadi pedagang yang nakal kita lihat lagi, kalau untuk pangan pertama kali tentu kita berikan pembinaan terlebih dahulu. Jangan-jangan dia enggak tahu.”
“Habis pembinaan kalau enggak tahu lagi apa? Peringatan keras, naik kelas tuh. Kemudian, dari situ kita panggil mereka untuk mendaftarkan (izin edar),” kata Rita.
Jika pedagang sudah mendaftarkan produknya tapi tetap melakukan kenakalan, maka akan diberi sanksi lebih tinggi yakni penghentian sementara.
“Kalau sudah daftar, punya nomor izin edar, (tapi tetap) nakal juga nah boleh dong kita kasih lebih tinggi lagi sanksinya, dihentikan sementara kegiatannya (produksi). Sampai yang lebih keras lagi (sanksinya) cabut izin edarnya,” ucapnya.
Advertisement
Kiat Pilih Produk Legal untuk Parsel Nataru
Sebelumnya, Rita membagikan kiat untuk memilih produk legal yang hendak dijadikan parsel Nataru.
Ini berguna untuk menghindari produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Produk yang tidak memenuhi ketentuan adalah produk tanpa izin edar, rusak, dan kedaluwarsa.
Rita mengatakan, salah satu cara untuk membedakan pangan TMK dengan pangan legal dapat dilihat dari barcode atau kode batang.
“Pangan yang legal semuanya ada barcode-nya, itu sudah ketentuan regulasi di Indonesia sehingga ketika di-scan bisa langsung terlihat profil produknya, bentuk sediaannya, alamatnya,” jelas Rita.
Antisipasi Peredaran Produk TMK di Momen Nataru
Guna mengantisipasi beredarnya produk TMK, pihak BPOM juga melakukan intensifikasi pengawasan pangan.
Tak hanya jelang Nataru, tapi juga di hari-hari besar lain di mana permintaan terhadap produk pangan olahan meningkat.
Dari intensifikasi tersebut ditemukan berbagai jenis produk pangan ilegal yang umumnya berasal dari negara-negara berikut:
- China
- India
- Malaysia
- Thailand
- USA
- Brasil
- Singapura.
Dalam memilih produk legal dan sesuai ketentuan untuk kebutuhan parsel dan konsumsi harian, masyarakat juga perlu menjadi konsumen cerdas, lanjut Rita.
“Konsumen cerdas adalah konsumen yang betul-betul harus literasinya tinggi. Literasi tinggi itu bacalah informasi yang paling tepat. Kalau obat dan makanan ya harus dari BPOM, bukan dari hoaks.”
“Itu bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas kita semua sebagai masyarakat termasuk media,” tutup Rita.
Advertisement