Liputan6.com, Jakarta - Sejak lama wanita digambarkan oleh media atau literatur sebagai sosok yang gemar mendesah ketika berhubungan seks. Misalnya di film maupun novel.
Bahkan, maaf, dalam film biru pun wanita digambarkan kerap mendesah. Beberapa kalangan menyebutnya sebagai eksploitasi.
Terlepas dari pro dan kontra itu, desahan wanita pun erat dikaitkan dengan kepuasan saat berhubungan intim. Namun, benarkah wanita memang lebih sering mendesah di ranjang dibandingkan pria?
Menurut sebuah survei di Inggris, 94 persen dari ribuan wanita yang jadi peserta survei mengaku mendesah lebih sering dan lebih keras dari pasangan prianya saat berhubungan seks.
Baca Juga
Advertisement
Pertanyaannya kemudian, bagaimana pandangan Islam tentang perempuan mendesah saat berhubungan intim dengan suaminya? Bolehkah, lantas apa hukumnya?
Simak Video Pilihan Ini:
Istri Mendesah Saat Bersenggama, Begini Penjelasan Fikih
Mengutip Hidayatuna.com, mendesah menjadi salah satu yang dilakukan sehingga suami-istri merasa terpuaskan selama bersenggama.
Menurut sebuah penelitian medis, mendesah saat berhubungan intim memiliki beberapa manfaat. Salah satunya menimbulkan kepuasan sang suami yang menjadi indikasi sang istri telah mencapai klimaks.
Lalu, bagaimana Islam memandang persoalan mendesah saat berhubungan suami-istri ini? Sebab Islam begitu kompleks, segala hal telah dibahas dan diatur dalam syariat.
و قال مالك لا بأس باالنخر عند الجماع وأراه سفها في غير ذالك يعاب على فاعله
Artinya: “Imam Malik berkata; Tidak mengapa mendesah saat jima’/bercinta, akan tetapi terlihat bodoh jika dilakukan di luar jima’. Pasalnya, itu merupakan aib bagi yang melakukannya.”
Advertisement
Kesimpulan Hukum Istri Mendesah saat Hubungan Intim
Dalam kitab Kasyaf al Qina’ ‘an Matni al ‘Iqna, Abu Hasan al Qathan menjelaskan bahwa istri mendesah saat berhubungan intim hukumnya boleh. Pendapat ini didukung pula oleh Imam Malik bin Anas.
وقال أبو الحسن بن القطان في كتاب أحكام النساء : لا يكره نخرها للجماع ولا نخره وقال ) الإمام ( مالك ) بن أنس ( لا بأس بالنخر عند الجماع وأراد سفها في غير ذلك يعاب على فاعله وتكره كثرة الكلام حال الوطء ) لقوله – صلى الله عليه وسلم – { لا تكثروا الكلام عند مجامعة النساء فإن منه يكون الخرس والفأفأة } رواه أبو حفص ، ولأنه يكره الكلام حال البول وحال الجماع في معناه
“Berkata Abu Hasan bin Qathan dalam Kitab Ahkamu an Nisa; tidak dimakruhkan mendesah dalam Jima’. Berkata pula Imam Malik bin Anas, tidak mengapa mendesah saat melaksanakan hubungan jima’. Akan tetapi diluar jima jangan dilakukan, akan terlihat bodoh, sekaligus aib (mendesah) di luar hubungan intim. Dan Makruh banyak berkata-kata ketika Jima’ karena sabda Rasulullah; Jangan banyak bicara saat sedang melakukan hubungan intim dengan istri, sebab Tindakan itu bisa menyebabkan kebisuan dan gagu. (HR. Abu Hafsh)
Dapat disimpulkan bahwa hukum istri mendesah saat berhubungan intim adalah makruh. Sebagaimana berkata-kata ketika buang air besar dan jima’ sehingga dapat dihindari mendesah ketika jima’.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul