Wisata Alam Hutan Pinus Gorontalo, Indah tapi Terancam Rusak

Saat pertama kali dibuka untuk umum, Hutan Pinus Motilango langsung menjadi tempat selfie hits di kalangan wisatawan, baik wisnus maupun wisman.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 27 Des 2023, 19:00 WIB
Wisata hutan pinus Motilango, Gorontalo yang jadi primadona (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Gorontalo - Jika kalian ingin menghabiskan waktu Libur Natal dan Tahun Baru ke wisata alam, datanglah di Desa Motilango, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Di desa ini ada destinasi wisata alam Hutan Pinus Motilango yang instagramable.

Saat pertama kali dibuka untuk umum, Hutan Pinus Motilango langsung menjadi tempat selfie hits di kalangan wisatawan, baik wisnus maupun wisman.

Ada sensasi berbeda saat berkunjung ke hutan pinus ini, lantaran lokasinya jauh dari hiruk-pikuk keramaian Kota. Sudah tentu udara di sekitarnya sejuk dan masih alami.

Salah satu pengunjung, Cican Harun (23) kepada Liputan6.com mengatakan, dirinya merasa takjub dengan kerindangan pohon pinus di Motilango. Ditambah lagi terdapat lanskap alam yang bagus untuk wisatawan berselfie ria.

"Udaranya sejuk dan benar-benar alami, serta bersih polusi perkotan," kata Cican.

Di tempat yang sama, Nandar pengunjung lain mengaku, baginya Hutan Pinus Motilango bisa jadi pilihan liburan akhir tahun. Apalagi wisatawan yang ingin bersantai bersama keluarga dan teman tercinta.

"Apalagi kalau kita kamping di tempat itu. Suasana alamnya kita pasti dapat," ujar Nandar salah satu mahasiswa saat berkunjung di lokasi wisata.


Penyadapan Getah Pinus

Pohon pinus di Desa Motilango, Gorontalo yang tersayat akibat penyadapan getah (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Sebelum menjadi destinasi wisata, kawasan Hutan Pinus Motilango awalnya hutan pinus biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, lokasi tersebut mulai dikunjungi wisatawan untuk aktivitas camping.

Namun sayang, pohon pinus di lokasi itu banyak terdapat sayatan pisau yang dilakukan oleh oknum tertentu demi mendapatkan getahnya. Mereka menyayat satu persatu pohon pinus tanpa ampun demi mendapatkan keuntungan.

Bahkan, beberapa pohon pinus sudah ada yang mati akibat terlalu banyak sayatan pisau. Para oknum itu berdalih, bahwa getah pinus merupakan komoditas yang mampu memberikan nilai ekonomi yang tinggi.

Karena getah pinus bisa dijadikan Gondorukem, bahan baku pembuat campuran batik tulis serta bahan campuran pembuatan sabun, cat, pernis, kertas, semir sepatu, isolasi alat listrik dan tinta cetak.

Selain itu, getah pinus juga bisa dijadikan Terpentin atau bahan baku dari industri kosmetik, minyak cat, campuran bahan pelarut, antiseptik, kamper, dan farmasi.

Warga sekitar berdalih, jika mereka memiliki izin pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan nomor 01/DPMESDM-TRANS/SK/IUBPHHBK/I/2018. Sesuai dengan izin tersebut, maka hutan pinus dapat dimanfaatkan oleh warga lokal.


Keterangan Kepala Desa

Wisata hutan pinus Motilango, Gorontalo yang jadi primadona (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Sementara itu, Kepala Desa Motilango Noldianto Hongi mengatakan, jika selama dirinya memimpin desa itu, tidak pernah ada sosialisasi cara penyadapan getah pinus dari instansi atau lembaga terkait.

Tidak hanya cara penyadapan getah, dirinya membenarkan jika selama ini belum pernah ada program penanaman atau peremajaan kembali pohon pinus yang mati.

"Setahu saya, selama ini belum pernah ada sosialisasi tata cara penyadapan getah," kata  pria yang akrab disapa Noldi itu.

"Kalau saya tidak keliru, setiap satu pohon pinus yang mati, itu diganti dengan 25 pohon pinus yang baru. Tapi, selama saya jadi kepala desa belum ada program itu masuk," tuturnya.

Menurutnya,  jika kelompok petani yang menyadap getah pinus di kawasan HPT Mootilango itu, memiliki izin HHBK. Sementara untuk pemasarannya, kelompok tersebut di bawah naungan Koperasi Pinus Jaya Sejahtera.

"Jadi setiap getah pinus yang disadap itu, ditampung oleh koperasi, kemudian dijual ke luar jawa," ungkapnya.

Sementara, penyadapan getah pinus di desa mootilango diperkirakan sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Bahkan, sudah berbagai elemen, termasuk pemerhati lingkungan yang menyoroti aktivitas tersebut.

"Sudah ada juga teman-teman LSM dan Pemerhati lingkungan pertanyakan ini, sudah banyak yang mati. Saya tidak bisa menjawab itu," ia menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya