Sudah 20 Ribu Orang Tewas, Tentara Israel Ingin Terus Gempur Jalur Gaza

PM Israel Benjamin Netanyahu berniat terus menyerang Jalur Gaza.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 26 Des 2023, 07:01 WIB
Warga mendoakan jenazah orang yang tewas dalam pemboman Israel yang dibawa dari Rumah Sakit Shifa sebelum menguburkan mereka di kuburan massal di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (22/11/2023). Puluhan jenazah orang tak dikenal dimakamkan di kuburan massal di Khan Yunis. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan terus menyerang Jalur Gaza, meski korban tewas di wilayah tersebut sudah tembus 20 ribu orang. Netanyahu berkata perang masih jauh dari usai. 

Dilaporkan BBC, Selasa (26/12), PM Benjamin Netanyahu sesumbar soal perang setelah diingatkan Amerika Serikat agar mengurangi intensitas serangan. Ia pun bersumpah akan menghancurkan dan mengembalikan para tawanan yang diculik dari Israel.

PM Netanyahu sesumbar soal perang setelah diingatkan Amerika Serikat agar mengurangi intensitas serangan. Ia pun bersumpah akan menghancurkan dan mengembalikan para tawanan Israel.

Tak hanya itu, Netanyahu mengaku para tentara Israel masih ingin menyerang Jalur Gaza.

"Mereka semua meminta saya satu hal: bahwa kita tidak berhenti dan meneruskan hingga akhir," ujar PM Netanyahu.

"Jadi kita tidak berhenti, kita terus bertempur, dan kita memperdalam pertempuran dalam hari-hari mendatang dan ini akan menjadi pertempuran yang panjang dan ini tidak dekat dengan akhirnya," kata Netanyahu.

Saat ini, Mesir dilaporkan sedang menyusun rencana gencatan senjata di antara pihak Hamas dan Israel. Rencananya adalah kembali melakukan pertukaran tawanan dan tahanan antara Israel-Hamas, serta menyetop penyerangan.

Sementara, Netanyahu berkata Israel harus terus melakukan tekanan militer agar tahanannya dilepaskan.

"Kita tidak akan bisa melepaskan yang diculik tanpa tekanan militer, tekanan operasional, tekanan politik, maka dari itu ada satu hal yang tidak akan dilakukan kita tidak akan berhenti bertempur," ucap PM Israel.


Akibat Perang, Tidak Ada Perayaan Natal di Betlehem, Kota Kelahiran Yesus

Para peziarah Kristen mengunjungi Church of the Nativity atau Gereja Kelahiran di Kota Betlehem, Tepi Barat, Palestina, Senin (23/12/2019). Gua yang berada di bawah gereja tersebut diyakini sebagai tempat di mana Yesus dilahirkan. (AHMAD GHARABLI/AFP)

Tempat kelahiran Yesus menyerupai kota hantu pada hari Minggu (24/12), setelah perayaan Malam Natal di Betlehem dibatalkan menyusul perang Hamas Vs Israel yang meletus sejak 7 Oktober.

Lampu-lampu perayaan dan pohon Natal yang biasanya menghiasi Manger Square tak nampak, begitu pula kerumunan turis asing dan marching band pemuda yang berkumpul di kota Tepi Barat setiap tahun untuk menandai hari raya tersebut. Puluhan pasukan keamanan Palestina berpatroli di lapangan kosong.

"Tahun ini, tanpa pohon Natal dan tanpa lampu-lampu, yang ada hanyalah kegelapan," kata Frater John Vinh, seorang biarawan Fransiskan dari Vietnam yang telah tinggal di Yerusalem selama enam tahun, seperti dilansir AP, Senin (25/12).

Vinh menuturkan dia selalu datang ke Betlehem untuk merayakan Natal, tapi tahun ini sangat menyedihkan. Dia menatap pemandangan yang menggambarkan adegan kelahiran Yesus di Manger Square dengan bayi Yesus yang terbungkus kain kafan putih, mengingatkan kita pada ribuan anak yang terbunuh oleh Israel dalam perang di Jalur Gaza.

Kawat berduri mengelilingi tempat kejadian, puing-puing abu-abu tidak mencerminkan cahaya gembira dan semburan warna yang biasanya memenuhi alun-alun selama musim Natal. Cuaca dingin dan hujan menambah suasana muram.

Pembatalan perayaan Natal merupakan pukulan telak bagi perekonomian Betlehem. Pariwisata menyumbang sekitar 70 persen pendapatan kota itu – hampir semuanya selama musim Natal.

Karena banyak maskapai penerbangan besar membatalkan penerbangan ke Israel, hanya sedikit orang asing yang berkunjung. Pejabat setempat mengatakan lebih dari 70 hotel di Betlehem terpaksa ditutup, menyebabkan ribuan orang menganggur.

Toko suvenir lambat untuk dibuka pada Malam Natal, meskipun ada beberapa toko yang dibuka setelah hujan berhenti turun. Namun, pengunjungnya sedikit.

"Kita tidak bisa menebang pohon dan merayakannya seperti biasa, ketika sebagian orang (di Jalur Gaza) bahkan tidak punya rumah untuk ditinggali," kata Ala'a Salameh, salah satu pemilik Restoran Afteem yang hanya beberapa langkah dari alun-alun.

Salameh mengisahkan, Malam Natal biasanya menjadi hari tersibuk dalam setahun.

"Biasanya tidak ada satu pun kursi untuk diduduki, kami penuh dari pagi hingga tengah malam," ujarnya.

Pada Minggu pagi, hanya satu meja yang terisi, oleh para jurnalis yang sedang istirahat dari hujan.


Pesan Natal dari Betlehem

Seorang tukang kayu Palestina mengukir patung keagamaan dari kayu zaitun di sebuah toko dekat Church of the Nativity, Betlehem, Tepi Barat, 21 Desember 2020. Bahan dasar pembuatan patung tersebut menggunakan kayu zaitun. (HAZEM BADER/AFP)

Di bawah spanduk bertuliskan "Lonceng Natal Betlehem berbunyi untuk gencatan senjata di Gaza", beberapa remaja menawarkan dagangan Santa, namun tidak ada yang membeli.

"Pesan kami setiap tahun pada Natal adalah perdamaian dan cinta, tapi tahun ini pesannya adalah kesedihan, duka, dan kemarahan terhadap komunitas internasional atas apa yang sedang terjadi di Jalur Gaza," ungkap Wali Kota Betlehem Hana Haniyeh dalam pidatonya.

Dr. Joseph Mugasa, seorang dokter anak, adalah salah satu dari sedikit pengunjung internasional. Dia mengatakan kelompok turnya yang terdiri dari 15 orang dari Tanzania "bertekad" untuk datang ke wilayah tersebut di tengah situasi perang.

"Saya sudah beberapa kali ke sini dan ini Natal yang cukup unik karena biasanya banyak orang dan banyak perayaan," kata dia. "Tetapi Anda tidak bisa merayakannya ketika orang-orang menderita, jadi kami turut berduka cita untuk mereka dan berdoa untuk perdamaian."

Perhitungan otoritas Gaza menyebutkan bahwa lebih dari 20.000 warga Palestina di wilayah itu tewas dibunuh Israel dan lebih dari 50.000 lainnya terluka selama serangan udara dan darat Israel, sementara sekitar 85 persen dari 2,3 juta orang dipaksa mengungsi.

 


Renungan dan Harapan pada Hari Natal

Turis mengunjungi Gereja Kelahiran Yesus menjelang Natal di kota Betlehem di Tepi Barat pada 22 Desember 2022. Beberapa tempat indah yang diincar pengunjung menyambut Natal di Kota Bethlehem adalah Gereja Kelahiran yang sudah berusia ratusan tahun. (AFP/Hazem Bader)

Pertempuran di Gaza juga menjadi bahan renungan komunitas kecil Kristen di Suriah, yang masih menghadapi perang saudara yang kini memasuki tahun ke-13. Umat ​​Kristen mengatakan mereka berusaha menemukan kebahagiaan, meskipun perselisihan sedang berlangsung di tanah air mereka dan di Jalur Gaza.

"Di mana cinta? Apa yang telah kita lakukan dengan cinta?" kata Elias Zahlawi, seorang pendeta di Yabroud, sebuah kota yang terletak sekitar 80 kilometer di utara Damaskus.

"Sayangnya, gereja tetap diam menghadapi kenyataan yang menyakitkan ini."

Ada pula yang mencoba mencari inspirasi dalam semangat Natal.

Patriark Latin Pierbattista Pizzaballa, yang tiba dari Yerusalem untuk prosesi tradisional menuju Gereja Kelahiran, mengatakan kepada hadirin bahwa Natal adalah "alasan untuk berharap" meskipun ada perang dan kekerasan.

Perang Hamas Vs Israel disertai dengan peningkatan kekerasan di Tepi Barat, dengan sekitar 300 warga Palestina tewas akibat tembakan Israel.

Pertempuran di Jalur Gaza dilaporkan telah memengaruhi kehidupan di seluruh wilayah yang diduduki Israel. Sejak 7 Oktober, akses ke Betlehem dan kota-kota Palestina lainnya di Tepi Barat menjadi sulit, dengan antrean panjang pengendara menunggu untuk melewati pos pemeriksaan militer. Pembatasan tersebut juga mencegah puluhan ribu warga Palestina keluar dari wilayah tersebut untuk bekerja di Israel.

INFOGRAFIS_Jalur Gaza terbagi atas lima kegubernura (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya