Liputan6.com, Jakarta - Warna bibir bisa menunjukkan kondisi tubuh. Misalnya, bibir berwarna kebiruan atau ungu terjadi ketika pembuluh darah menyusut sementara setelah terpapar udara atau air dingin.
Tak hanya itu, bibir ungu atau biru bisa menjadi tanda masalah medis yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah. Hal ini dapat terjadi pada kondisi seperti asma dan keadaan darurat medis seperti keracunan karbon monoksida.
Advertisement
Kondisi perubahan warna bibir menjadi kebiruan atau ungu disebut sebagai sianosis. Sianosis adalah istilah ketika kulit dan selaput lendir (seperti lapisan mulut) berubah warna menjadi kebiruan.
Selain bibir, seperti dikutip dari Verywell Health pada Minggu, 17 Desember 2023, orang-orang dapat melihat warna kebiruan atau ungu di tempat lain, seperti kuku dan daun telinga.
Tanda utama sianosis adalah warna biru kehitaman atau kebiruan pada bibir yang terlihat tidak alami. Kata sianosis berasal dari kata 'cyan' yang merupakan warna biru kehijauan.
Perubahan sianotik seperti bibir biru bisa terjadi secara tiba-tiba atau bertahap. Biasanya perubahan warna biru akan hilang setelah penyebabnya ditemukan dan diobati.
Bibir biru sering kali terjadi dengan perubahan warna keunguan atau biru pada bagian tubuh lainnya. Kemungkinan besar terlihat pada bagian tubuh yang memiliki lapisan kulit tipis dengan banyak pembuluh darah di bawahnya seperti:
- Lidah
- gusi
- kuku
- daun telinga
Bisa Jadi Gejala Kondisi Kronis
Sianosis lebih sulit terlihat pada orang dengan warna kulit yang lebih gelap, karena sering kali tampak abu-abu. Penting untuk memeriksanya dengan cermat dan di berbagai tempat di tubuh, seperti telapak kaki atau bagian dalam kelopak mata.
Bibir berwarna ungu atau kebiruan bisa menjadi gejala kondisi kronis, seperti gagal jantung. Bisa juga karena keadaan darurat seperti keracunan karbon monoksida atau hampir tenggelam.
Segera hubungi dokter jika bibir tiba-tiba membiru disertai:
- Sulit bernapas
- Nyeri dada
- Pusing, pingsan, atau kebingungan mental.
- Kemudian, jika bibir berubah menjadi kebiruan secara bertahap dan Anda diketahui memiliki kondisi medis yang mungkin menjadi penyebabnya, hubungi penyedia layanan kesehatan Anda dan tanyakan langkah apa yang harus diambil selanjutnya
Penyebab Bibir Biru
Sel darah merah di tubuh menggunakan hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan. Ketika mereka mengeluarkan oksigen, hal itu mengubah konfigurasi hemoglobin dan menjadikannya warna yang lebih gelap.
Darah yang mengalir melalui area tersebut memiliki kandungan oksigen yang tinggi seperti biasanya, dan ini menyebabkan bibir biru.
Meski tanda ini mengkhawatirkan, tapi bibir biru tak selalu menunjukkan ada bagian tubuh yang rusak karena kekurangan oksigen.
Misalnya, bayi yang lahir dengan penyakit jantung tertentu mungkin memiliki bibir biru dan kadar oksigen dalam darahnya lebih rendah dari normal.
Namun, mereka masih bisa mendapatkan cukup oksigen ke jaringan tubuh mereka dan tidak ada kerusakan yang terjadi. Sebaliknya, tubuh bisa saja kekurangan oksigen tanpa adanya gejala bibir biru atau gejala sianotik lainnya.
Advertisement
Penyebab Medis Bibir Biru
Secara umum, bibir biru dan perubahan sianotik lainnya terjadi karena masalah medis seperti:
Kondisi Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab potensial utama yang harus diperiksa. Pada bayi baru lahir, bibir biru bisa menjadi tanda adanya masalah jantung sejak lahir (bawaan) yang mungkin memerlukan perbaikan melalui pembedahan.
Pada orang dewasa, bibir biru bisa menjadi tanda gagal jantung, masalah katup jantung, atau jenis kondisi jantung lainnya.
Kondisi Paru-Paru
Masalah paru-paru yang serius juga merupakan penyebab potensial bibir biru. Banyak jenis kondisi paru-paru yang dapat menyebabkan bibir biru dan gejala sianotik lainnya, termasuk asma, emboli paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), atau pneumonia.
Kondisi Sistem Saraf
Penyebab lain bibir biru adalah masalah serius pada sistem saraf pusat. Jika otak menyebabkan seseorang bernapas kurang dari normal (hipoventilasi), hal ini dapat menyebabkan bibir biru.
Misalnya, orang mungkin bernapas lebih sedikit karena overdosis obat, kejang tonik-klonik, atau jika terjadi pendarahan besar di otak.