KPPU Masih Cari Bukti Dugaan Kartel Bunga Pinjol

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih menyelidiki dugaan kartel bungan pinjaman online (pinjol)

oleh Tira Santia diperbarui 27 Des 2023, 11:44 WIB
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih menyelidiki dugaan kartel bungan pinjaman online (pinjol). (pexels/adrenn).

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih menyelidiki dugaan kartel bungan pinjaman online (pinjol). Sejumlah keterahgan dari pengusaha hingga asosiasi pun tengah dikumpulkan KPPU.

Perlu diketahui, proses pengelidikan sendiri sudah dilakukan sejak 2 bulan lalu, pada 25 Oktober 2023. Penyelidikan kali ini, difokuskan KPPU untuk mencari 2 alat bukti untuk bisa ditindaklanjuti dengan tahapan berikutnya.

Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengatakan hingga saat ini Satuan Tugas Penyelidikan telah mengirimkan permintaan data dan dokumen secara tertulis ke seluruh perusahaan peer to peer (P2P) lending yang telah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah mendapatkan respon dari 48 P2P.

"Selain itu, KPPU juga telah meminta keterangan terhadap Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), 4 pemberi pinjaman (lender), dan 17 penyelenggara P2P. Berbagai informasi tersebut masih dikumpulkan dan diolah oleh Investigator," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (27/12/2023).

Butuh 2 Alat Bukti

Sebagai informasi, penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan Investigator KPPU dalam rangka pengumpulan paling sedikit 2 alat bukti yang sah.

Dia menyebut, jangka waktu penyelidikan berlaku selama 60 hari dan dapat diperpanjang masing-masing 30 hari sesuai kebutuhan Satuan Tugas Penyelidikan dalam rangka mendapatkan alat bukti yang cukup. Dalam penyelidikan kasus dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) ini, jumlah pihak yang akan dimintakan keterangan cukup banyak, baik Terlapor, saksi, maupun regulator.

"Akibatnya, proses penyelidikan dapat membutuhkan waktu yang lebih panjang. Tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan jumlah Terlapor, bergantung pada alat bukti terkait perilaku perusahaan P2P yang diduga melakukan kesepakatan menetapkan tarif suku bunga yang mendekati tarif suku bunga maksimal," bebernya.

Goppera mengatakan, KPPU perlu membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga pinjol yang sama tersebut, merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara.

 


Minta Pengusaha Kooperatif

Habis Pinjol, Muncul Paylater si Penjerat Utang Baru (Liputan6.com/Abdillah)

Dia meminta pada pihak yang dimintai keterangan untuk bisa berlaku kooperatif. Menurutnya, hal tersebut bisa memudahkan setiap pihak dalam proses penyelidikan dugaan kartel bunga pinjol tersebut.

"KPPU meminta semua pihak terkait kooperatif, sehingga tidak diperlukan bantuan penyidik dan atau penyerahan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan atas ketidakkoperatifan tersebut," tegas Gopprera.

Dia menyebut, proses penyelidikan tentunya akan lebih cepat apabila semua pihak kooperatif memenuhi panggilan dan menyerahkan surat dan atau dokumen yang diminta. Oleh karena itu, KPPU meminta semua pihak yang belum memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan, maupun belum menyampaikan surat/dokumen yang diminta selama proses penyelidikan, agar menunjukkan sikap kooperatif.

"Sehingga KPPU tidak perlu meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pihak yang tidak kooperatif, atau menyerahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1999," pungkasnya.

 


Panggil 44 Perusahaan

Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menaikkan status kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol) ke tahap penyelidikan. KPPU juga menetapkan 44 perusahaan pinjol sebagai terlapor.

Diketahui, ini jadi tahapan lanjutan usai KPPU memulai penyelidikan awal sejak 5 Oktober 2023. Pada tahap ini, KPPU telah menetapkan 44 (empat puluh empat) penyelanggara peer-to-peer (P2P) lending atau pinjol sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga.

"Pada tahap penyelidikan yang ditetapkan melalui Rapat Komisi tanggal 25 Oktober 2023 tersebut, KPPU akan memanggil para pihak termasuk Terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran," ujar Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean, Jumat (27/10/2023).

Sebagai informasi, KPPU telah selesai melaksanakan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Gopprera mengatakan, dalam tahap tersebut, diketahui AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.

Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 persen per hari.

Pakta Integritas

Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang didalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.

Dalam penyelidikan awal, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi secara tertulis kepada para anggota AFPI dan permintaan keterangan dari 5 (lima) penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Melalui proses tersebut, KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan pelanggaran pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya