Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat telah menyelesaikan kontrak pembelian 3 juta barel minyak mentah untuk membantu mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR) setelah penjualan terbesar dalam sejarah 2022 lalu. AS kini telah membeli sekitar 14 juta barel untuk diisi ulang setelah penjualan tahun lalu.
Mengutip US News, Rabu (27/12/2023) Departemen Energi AS mengatakan bahwa pihaknya membeli minyak tersebut, untuk dikirim ke sebuah lokasi di Big Spring, Texas, dengan harga rata-rata USD 77,31 per barel, di bawah rata-rata harga jual minyak pada tahun 2022 lalu sebesar USD 95 per barel.
Advertisement
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah melakukan penjualan minyak tahun lalu, termasuk rekor penjualan tertinggi sebesar 180 juta barel, untuk membantu mengendalikan harga minyak setelah perang Rusia-Ukraina pecah.
Sekitar 4 juta barel juga kembali ke SPR pada Februari 2023 karena perusahaan minyak mengembalikan pasokan yang telah dipinjamkan kepada mereka melalui pertukaran.
Pada transaksi terakhir, Sunoco Partners Marketing & Terminals LP menjual 1,2 juta barel minyak ke SPR, sementara Macquarie Commodities Trading US LLC dan Phillips 66 masing-masing menjual sekitar 900.000 barel minyak, ungkap Departemen Energi AS di situs resminya.
Sebelumnya, Departemen Energi AS telah mendapat pembatalan 140 juta barel minyak mentah penjualan SPR, yang diamanatkan oleh kongres yang dijadwalkan mulai akhir tahun ini hingga akhir 2026.
Pembatalan tersebut "telah membawa kemajuan signifikan menuju pengisian minyak kembali," jelas departemen tersebut.
S&P: AS Bakal Jadi Produsen Minyak Terbesar di Dunia
Amerika Serikat disebut-sebut akan menjadi negara yang memproduksi minyak terbanyak dibandingkan negara mana pun dalam sejarah.
Melansir CNN Business, Rabu (20/12/2023) laporan yang diterbitkan S&P Global Commodity Insights mengungkapkan bahwa AS akan memproduksi minyak mentah dan kondensat dengan rekor global sebesar 13,3 juta barel per hari selama kuartal keempat 2023.
Jumlah tersebut sedikit di atas rekor era pemerintahan mantan Presiden Donald Trump sebesar 13,1 juta yang dicapai pada awal tahun 2020, tepat sebelum krisis Covid-19 mengganggu produksi dan harga anjlok.
Hal ini membantu membatasi harga minyak mentah dan bensin.
S&P mengatakan, produksi minyak Amerika Serikat, yang dipimpin oleh pengebor minyak serpih di Texas dan Permian Basin di New Mexico sangat kuat sehingga dapat mengirimkan pasokan ke luar negeri.
Amerika mengekspor minyak mentah, produk olahan, dan cairan gas alam dalam jumlah yang sama seperti yang diproduksi Arab Saudi atau Rusia, S&P menyebutkan.
"Ini adalah pengingat bahwa AS mempunyai cadangan minyak yang sangat besar. Industri kita tidak boleh dianggap remeh," kata Bob McNally, presiden Rapidan Energy Group.
Produksi AS yang memecahkan rekor membantu mengimbangi pengurangan pasokan agresif yang dimaksudkan untuk mendukung harga tinggi OPEC+, terutama Arab Saudi dan Rusia.
Produsen minyak non-OPEC lainnya, termasuk Kanada dan Brasil juga memproduksi lebih banyak minyak dibandingkan sebelumnya. (Brasil akan bergabung dengan OPEC+ tahun depan).
Kuatnya output Amerika telah membuat para ahli lengah.
Analis Goldman Sachs pada hari Minggu memangkas perkiraan harga minyak tahun depan. Bank tersebut menjelaskan, alasan utama di balik penurunan perkiraan ini adalah melimpahnya pasokan dari AS.
Permintaan minyak global diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024. Namun, proyeksi S&P menunjukkan hal tersebut akan dapat dengan mudah dipenuhi melalui pertumbuhan pasokan.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Kembali ke Kisaran USD 75
Setelah sempat mendekati USD 100 per barel awal tahun ini, harga minyak mentah telah jatuh kembali ke kisaran USD 70 hingga USD 75.
Namun harga energi kembali melonjak pekan ini, setelah BP menghentikan pengiriman melalui Laut Merah karena masalah keamanan.
Namun, harga minyak AS diperdagangkan di bawah USD 74 per barel, jauh di bawah harga ketika konflik Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober.
Harga gas mendekati level psikologis penting yaitu USD 4 per galon pada bulan September.
Namun harga-harga di pompa bensin telah turun tajam, sehingga membantu mengurangi tekanan inflasi pada perekonomian AS.