Pemda Wajib Alokasikan 10% Dana Pajak Kendaraan Bermotor untuk Transportasi Umum

Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membangun transportasi umum dari anggaran 10 persen pajak kendaraan bermotor.

oleh Tim Bisnis diperbarui 27 Des 2023, 15:45 WIB
Warga antre untuk masuk ke dalam bus wisata gratis Transjakarta di Jakarta, Selasa (26/12/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Darmantoro menyatakan, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membangun transportasi umum dari anggaran 10 persen pajak kendaraan bermotor

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

"Keluarnya PP 35 tahun 2023 yang mengatur penggunaan 10 persen pendapatan pajak kendaraan bermotor harus digunakan Pemerintah Daerah untuk perbaikan atau pembangunan transportasi," kata Tory  dalam acara konferensi pers Catatan Akhir Tahun MTI di Stasiun Kereta Cepat Whoosh Halim, Jakarta Timur, Rabu (27/12).

Secara nasional berdasarkan data pajak, MTI mencatat bahwa penetapan PP ini akan membuka ruang fiskal sebesar Rp 18 triliun per tahun bagi pemerintah daerah untuk memperkuat komitmen pembiayaan pembangunan dan subsidi layanan angkutan umum perkotaan. 

"Jadi, 10 persen dari pajak kendaraan bermotor yang dikumpulkan daerah harus digunakan untuk sektor transportasi," ujar Tory.

Dia mencontohkan, beberapa daerah telah mengembangkan kebijakan yang lebih kreatif seperti yang dilakukan oleh Pemkot dan DPRD Kota Pekanbaru yang dengan bantuan MTI Wilayah Riau, berhasil menyusun Perda Angkutan Umum yang mengalokasikan anggaran APBD tahunan sebesar 5 persen untuk pembiayaan angkutan umum. 

Oleh karena itu, MTI mendesak Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan mendukung komitmen pendanaan pemerintah daerah dengan menjadikan angkutan umum sebagai layanan umum wajib dasar dengan persentasi alokasi APBD tetap setiap tahun. Hal ini untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna angkutan umum di berbagai daerah.

"MTI mendorong Kemendagri membantu Kemenhub untuk mengunci agar 10 anggaran pajak kendaraan bermotor itu bisa digunakan untuk angkutan umum," pungkas Tory.

 

 


KRL Commuter Line Bisa Diperpanjang ke Karawang, Tapi Ada Syaratnya

KRL melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Selasa (27/7/2021). VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengungkapkan jumlah penumpang KRL mengalami peningkatan hingga 25 persen sejak penerapan PPKM Level 4. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, rencana perpanjangan rute KRL Commuter Line hingga ke wilayah Karawang kembali mencuat beberapa waktu belakangan. Lantas, apa bisa rute KRL itu diperpanjang?

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro menilai, wacana tersebut bisa saja direalisasikan. Namun, ada beberpaa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

Misalnya, elektrifikasi jalur dari dari Cikarang menuju ke Karawang. Kemudian, pembangunan double-double track. Pasalnya, saat ini rute ke Karawang masih digunakan untuk Kereta Api Jarak Jauh.

"Pertanyaannya bisa nggak? Bisa, kalau mau diperpanjang. Tapi harus ada elektrifikasi jalur lagi, kemudian pengaturan jadwal tadi. Kita sudah double-double track tapi beberapa segmen mungkin harus triple track," ungkap Tory dalam Catatan Akhir Tahun MTI 2023, di Jakarta, Rabu (27/12/2023).

Masyarakat Karawang Butuh KRL

Tory memandang, dari sisi kebutuhan, bisa dibilang kalau masyarakat Karawang membutuhkan KRL tadi. Pertimbangannya, kegiatan ekonomi di wilayah tersebut yang tak bisa terpisahkan dari kawasan aglomerasi Jabodetabek.

Mengacu pada hal itu, Tory menilai model transportasi perkotaan yang paling tepat adalah kereta.

"Saya rasa kalau bicara butuh, pasti butuh apalagi teman-teman di Karawang ini kan karena Jabodetabek nggak bisa dipisahkan kegiatannya. Memang untuk menghubungkan ke Jakarta paling nyaman kalau dilayani kereta perkotaan," bebernya.

 


Pertimbangan KAI Commuter

Rangkaian kereta listrik Commuter Line atau KRL saat melintas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana untuk menerapkan subsidi silang dalam tarif KRL Jabodetabek. Wacana ini dituturkan oleh Menhub Budi Karya Sumadi yang mengatakan tarif KRL akan disesuaikan supaya subsidi lebih tepat sasaran. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah sempat memiliki rencana untuk mengembangkan jalur KRL hingga Karawang. Rencana ini disebut-sebut terhenti akibat adanya pandemi Covid-19 pada 2019 lalu. Lantas, apa keuntungan jika rencana perpanjangan KRL ini direalisasikan?

PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter pernah melakukan kajian atas dampak positif terkair rencanana tersebut. Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menjelaskan untuk melakukan perpanjangan rute, seperti menuju Karawang tadi, diperlukan kajian.

"Namanya reaktivasi stasiun, perpanjangan rute itu pasti diobrolin jauh-jauh hari. Karena kan butuh kajian, persiapan. Kajiannya ada di sana (DJKA) juga tapi data-data kita support," ungkap dia saat ditemui di Stasiun Gambir, ditulis Minggu (26/11/2023).

 


Penguatan Ekonomi

Suasana Stasiun Kereta KRL di Stasiun Karet Sudirman, Jakarta, Selasa (2/5/2023). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terancam tidak dapat mengganti 10 unit rangkaian KRL Jabodetabek yang akan pensiun pada tahun 2023 dan 19 unit pada tahun 2024 dikarenakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak usulan PT KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang serta meminta perseroan membeli produk dalam negeri. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perlu diketahui, saat ini rute KRL Commuter Line terjauh ke arah timur adalah ke Cikarang. Anne melihat ada peluang pengembangan ekonomi di wilayah yang dilewati KRL, termasuk nantinya Karawang.

"Pengembangan, kemudian area-area pemukiman juga sudah mulai berkembang, Cikarang juga kita lihat industrinya sangat luar biasa pasti akan berpengaruh," tuturnya.

Pada saat yang sama, Anne membidik semakin banyak pengguna transportasi umum. Alhasil, polusi semakin berkurang dan waktu tempuh digadang makin cepat.

"Pasti polusi ya, efisiensi, kemudian mungkin jarak waktu tempuh yang memang bisa dipotong," kata dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya