Liputan6.com, Malang - Gunung Kawi terletak di sebelah barat daya Kabupaten Malang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar. Selain terkenal dengan kerifan lokal, nilai-nilai budaya, dan keindahan alamnya, konon Gunung Kawi juga kerap dikaitkan dengan pesugihan.
Gunung berapi yang sudah tidak aktif ini menjadi tempat untuk kegiatan spiritual atau pemujaan, sehingga terkesan mistis. Menurut cerita yang beredar, aktivitas ritual banyak dilakukan pada Jumat Legi.
Pesarean itu dikenal sebagai hari pemakaman Eyang Jugo. Selain itu, setiap 12 Suro diperingati wafatnya Eyang Sujo.
Adapun ritual pesugihan Gunung Kawi disebut-sebut dilakukan dengan cara sederhana. Para peziarah diwajibkan untuk melakukan tapabrata selama tiga hari di bawah pohon keramat, yaitu pohon dewandaru.
Baca Juga
Advertisement
Sebelum melakukan kegiatan itu, mereka diwajibkan mandi suci yang dipimpin oleh juru kunci di sana. Saat melakukan penyucian ini, pelaku pesugihan harus melakukan kontrak mati dengan penguasa gaib Gunung Kawi.
Setiap orang yang meminta pesugihan harus menawarkan untuk memberikan tumbal nyawa setiap tahunnya. Hal itu untuk melanggengkan kekayaannya. Lebih mengerikannya lagi, tumbal yang diminta adalah kerabat yang masih memiliki hubungan darah.
Setelah melakukan ritual, daun pohon dewandaru akan jatuh dan pelaku pesugihan harus menyimpan daun itu seumur hidup. Menurut mitos yang beredar, daun dewandaru mampu memberikan rezeki dan memberikan uang gaib setiap hari.
Pohon dewandaru berdiri persis di depan bangunan makam Eyang Jugo dan Eyang Sujono. Berjalan 30 menit dari makam, terdapat sebuah keraton yang pernah menjadi milik Prabu Sri Kameswara, seorang pangeran dari Kerajaan Kediri yang beragama Hindu.
Konon, setelah sang prabu selesai bertapa di tempat itu, ia berhasil menyelesaikan politik di kerajaannya. Kini, Petilasan Prabu Sri Kameswara yang berada di ketinggian 700 meter itu telah digunakan sebagai tempat pemujaan dan praktik pesugihan.
Selain itu, di Gunung Kawi juga ada Rumah Padepokan Eyang Jugo. Rumah padepokan ini pertama kali didirikan di Blitar, Jawa Timur.
Konon, rumah padepokan ini memiliki koneksi dengan pesugihan Gunung Kawi. Terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan, seperti bantal dan guling yang berbahan batang pohon kelapa dan tombak pusaka semasa perang Diponegoro.
Bukan itu saja, di kawasan pesugihan Gunung Kawi juga terdapat kendi yang berisi air bertuah. Air itu disebut mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan, ada yang menyebut air bertuah ini sebagai tetesan dari sumur zam-zam.
Meski sering dikaitkan dengan ritual pesugihan, sebenarnya Gunung Kawi juga memiliki kearifan lokal dan nilai kebudayaan. Gunung Kawi juga memiliki pemandangan menakjubkan hingga menarik banyak pendaki untuk menelusuri keindahannya.
Penulis: Resla Aknaita Chak