Dikawal Militer AS, Raksasa Logistik CMA-CGM Mulai Transit di Laut Merah

CMA-CGM mengatakan bahwa beberapa kapalnya telah melakukan transit melalui Laut Merah.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 28 Des 2023, 15:15 WIB
Kapal kargo Ever Given ditemani kapal tunda saat melaju di Terusan Suez, Mesir, Senin (29/3/2021). Ratusan kapal sedang menunggu untuk melewati kanal yang menghubungkan Mediterania ke Laut Merah. (Suez Canal Authority via AP)

Liputan6.com, Jakarta Raksasa logistik asal Prancis, CMA-CGM telah melanjutkan transit melalui Laut Merah, setelah operasi di kawasan itu terhenti beberapa hari akibat serangan kelompok militan Houthi.

Kembali beroperasinya kapal CMA-CGM di Laut Merah setelah angkatan laut pimpinan Amerika Serikat mengawasi rute maritim terhadap serangan pemberontak Yaman.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (28/12/2023) CMA-CGM mengatakan bahwa beberapa kapalnya telah melakukan transit melalui Laut Merah.

"(Transit kembali berjalan) setelah dilakukan evaluasi mendalam terhadap lanskap keamanan dan komitmen kami terhadap keamanan dan keselamatan pelaut kami," ungkap perusahaan itu, dalam sebuah pemberitahuan.

"Kami saat ini sedang menyusun rencana untuk meningkatkan secara bertahap jumlah kapal yang transit melalui Terusan Suez," katanya.

Maersk Juga Sudah Transit

Sebelumnya, raksasa logistik asal Denmark, Maersk juga mengumumkan pihaknya bersiap untuk melanjutkan transit melalui Laut Merah, dengan pelayaran pertama akan dilakukan sesegera mungkin untuk operasional.

Pekan lalu, Amerika Serikat meluncurkan gugus tugas multinasional untuk mengamankan serangan rudal dan drone Houthi di sepanjang rute Laut Merah, yang mencakup 12 persen perdagangan global.

Pentagon mengatakan pada Selasa (26/12) bahwa pasukan militer AS menembak jatuh 12 drone penyerang, tiga rudal balistik anti-kapal dan dua rudal jelajah serangan darat di Laut Merah selatan yang dikeluarkan Houthi selama 10 jam.

Tidak ada kerusakan pada kapal atau laporan korban luka.

Menurut Pentagon, Houthi telah meluncurkan lebih dari 100 serangan drone dan rudal di Laut Merah, menargetkan 10 kapal dagang yang melibatkan lebih dari 35 negara berbeda.


Diamankan Militer AS, Maersk Bakal Lanjutkan Operasi Logistik di Laut Merah

Ilustrasi Kapal Kontainer Maersk (Photo by Bernd Dittrich/Unsplash)

Raksasa logistik asal Denmark, Maersk mengungkapkan pihaknya sedang bersiap untuk melanjutkan operasi pengiriman di Laut Merah dan Teluk Aden.

Berlanjutnya operasi logistik Maersk  seiring pengerahan operasi militer pimpinan Amerika Serikat untuk menjamin keamanan perdagangan di wilayah tersebut.

 Raksasa pelayaran itu menghentikan pengiriman kapalnya melalui selat Bab el-Mandeb pada awal Desember 2023 karena serangan terhadap kapalnya.

Hal ini menyebabkan Terusan Suez, yang merupakan kunci perdagangan global, tidak dapat digunakan untuk sebagian besar rute.

"Pada hari Minggu, 24 Desember 2023, kami telah menerima konfirmasi bahwa inisiatif keamanan multi-nasional yang diumumkan sebelumnya, Operation Prosperity Guardian (OPG) kini telah dibentuk dan dikerahkan untuk memungkinkan perdagangan maritim melewati Laut Merah/Teluk Aden dan sekali lagi kembali menggunakan Terusan Suez sebagai pintu gerbang antara Asia dan Eropa," kata Masersk dalam pernyataannya, dikutip dari CNBC International, Senin (25/12/2023).

"Dengan beroperasinya inisiatif OPG, kami bersiap untuk mengizinkan kapal melanjutkan transit melalui Laut Merah baik menuju timur maupun barat," terangnya.

Maersk mengatakan akan merilis rincian lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang.

Selain itu Maersk menyebut, pihaknya dapat kembali melakukan pengalihan lalu lintas kapal tergantung pada perkembangan kondisi keselamatan.

Adapun Amerika Serikat yang mengatakan bahwa pihaknya meluncurkan operasi multinasional untuk melindungi perdagangan di Laut Merah dari militan Houthi, yang telah menembakkan drone dan rudal ke kapal-kapal internasional bulan lalu.

Pekan lalu, Maersk mengatakan akan mengubah rute kapal di sekitar Afrika melalui Tanjung Harapan.

Dikatakan bahwa pihaknya akan mengenakan biaya tambahan peti kemas untuk pengiriman dari Asia untuk menutupi biaya tambahan yang terkait dengan perjalanan yang lebih jauh.

Seperti diketahui, beberapa perusahaan lain telah berhenti transit di Laut Merah karena alasan keamanan dalam beberapa pekan terakhir, begitu pula perusahaan minyak besar BP.


Pemerintah Harus Waspadai Krisis Logistik di Laut Merah

Kapal kargo Ever Given ditemani kapal tunda saat melaju di Terusan Suez, Mesir, Senin (29/3/2021). Peter Berdowski, CEO dari perusahaan penyelamatan Belanda Boskalis, mengatakan Ever Given telah diapungkan kembali. (Suez Canal Authority via AP)

Serangan kelompok militan Houthi di Laut Merah menimbulkan kekhawatiran keamanan terhadap kapal-kapal pembawa logistik besar, yang secara kolektif mewakili sekitar 60 persen perdagangan global.

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah memindahkan rute dan menghentikan layanan mereka di Laut Merah.

MSC, Maersk, Hapag Lloyd, CMA CGM, Yang Ming Marine Transport dan Evergreen semuanya mengatakan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan di Laut Merah untuk menjamin keselamatan pelaut dan kapal mereka.

Sejauh ini, perusahaan logistik telah memindahkan kargo senilai lebih dari USD 30 miliar atau Rp. 465,2 triliun dari Laut Merah, imbas ancaman serangan dari militan Houthi.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa masyarakat dunia, termasuk Indonesia untuk tidak meremehkan dampak krisis logistik di Laut Merah, meski sasaran Houthi adalah kapal kargo negara barat.

"Dunia saat ini sedang alami fragmentasi rantai pasok, ditambah gangguan logistik yang terjadi adalah delay pengiriman yang merugikan banyak pihak," kata Bhima kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (20/12/2023).

Bhima pun menyerukan agar Pemerintah Indonesia waspada dan memantau terus situasi di Laut Merah, juga mengantisipasi jika situasi memburuk.

"Kalau sampai kargo komoditas seperti minyak yang diserang bisa saja harga energi meningkat drastis, dan mempengaruhi subsidi energi di Indonesia," jelasnya.

Sementara itu, dalam perekomonian dunia untuk jangka pendek dan menengah, Bhima mengingatkan akan terjadi perubahan rute logistik, kemudian biaya keamanan dan asuransi akan meningkat.

"Imbasnya biaya logistik jadi lebih mahal,"imbuhnya.

"Jika kondisi memburuk tidak menutup kemungkinan tujuan ekspor di negara sekitar Laut Merah akan mengalami pelambatan,” tambah dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya