Krisis Pangan Imbas El Nino Diprediksi Berlanjut hingga Kuartal I 2024

Fenomena El Nino diperkirakan akan terus berlanjut hingga paruh pertama tahun 2024.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 28 Des 2023, 13:00 WIB
Hari ini, Senin (18/12/2023), Badan Pangan Nasional atau Bapanas mencatat harga-harga sejumlah bahan pokok menjelang Natal Tahun Baru masih melonjak. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Pangan global diprediksi akan menghadapi pasokan yang lebih ketat hingga tahun 2024, didorong oleh musim kekeringan El Nino hingga pembatasan ekspor.

"Gambaran pasokan biji-bijian tentu membaik pada tahun 2023 dengan hasil panen yang lebih besar di beberapa lokasi utama. Namun kita belum benar-benar keluar dari permasalahan," kata Ole Houe, direktur layanan konsultasi di pialang pertanian IKON Commodities, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (28/12/2023).

"Kami mempunyai prakiraan cuaca El Nino hingga setidaknya bulan April-Mei, Brasil hampir pasti akan memproduksi lebih sedikit jagung, dan Tiongkok mengejutkan pasar dengan membeli gandum dan jagung dalam jumlah lebih besar dari pasar internasional," bebernya.

Kekeringan di Asia

Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan kekeringan di sebagian besar wilayah Asia tahun ini, diperkirakan akan terus berlanjut hingga paruh pertama tahun 2024, sehingga membahayakan pasokan beras, gandum, minyak sawit, dan produk pertanian lainnya di beberapa negara pertanian terkemuka di dunia, menurut IKON Commodities yang berbasis di Sydney, Australia.

Organisasi itu menyebut, pedagang dan pejabat memperkirakan produksi beras di Asia akan menurun di kuartal pertama 2024, karena kondisi tanam yang kering dan menyusutnya waduk kemungkinan akan mengurangi hasil panen.

Di tahun ini saja, pasokan pangan seperti beras dunia semakin ketat setelah fenomena cuaca El Nino mengurangi produksi, sehingga mendorong India, eksportir terbesar di dunia, untuk membatasi pengiriman.

Ketika pasar biji-bijian lainnya mengalami penurunan nilai, harga beras melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun terakhir pada tahun 2023, dengan kuota di beberapa pusat ekspor Asia meningkat sebesar 40-45 persen.

Panen gandum India berikutnya juga terancam oleh kurangnya kelembapan, yang dapat memaksa konsumen gandum terbesar kedua di dunia untuk melakukan impor untuk pertama kalinya dalam enam tahun karena persediaan dalam negeri telah turun ke titik terendah dalam tujuh tahun.


Penanaman Gandum Terhambat Cuaca Panas

Pemilik tanah menghitung kantong gandum di sebuah peternakan di provinsi Delta Nil al-Sharqia, Mesir, Rabu (11/5/2022). Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai global, yang diandalkan oleh negara-negara di Timur Tengah dan Afrika untuk memberi makan jutaan orang yang hidup dari roti bersubsidi. (AP Photo/Amr Nabil)

Pada bulan April, para petani di Australia, yang merupakan eksportir gandum terbesar kedua di dunia, dapat menanam tanaman mereka di tanah kering, setelah berbulan-bulan panas yang menyengat membatasi hasil panen dan mengakhiri tiga panen yang ditargetkan.

Hal ini kemungkinan akan mendorong para pembeli, termasuk Tiongkok dan Indonesia, untuk mencari gandum dalam jumlah yang lebih besar dari eksportir lain di Amerika Utara, Eropa, dan kawasan Laut Hitam.

"Situasi pasokan (gandum) pada tahun panen 2023/24 saat ini kemungkinan akan memburuk dibandingkan musim lalu," tulis Commerzbank dalam sebuah catatan.

"Hal ini memungkinkan ekspor dari negara-negara produsen lebih rendah secara signifikan," bebernya.

Sisi baiknya dari pasokan biji-bijian adalah produksi jagung, gandum, dan kedelai di Amerika Selatan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2024, meskipun cuaca yang tidak menentu di Brasil masih menimbulkan keraguan.


Produksi Minyak Sawit Global Diprediksi Menurun

minyak kelapa sawit memiliki kandungan lemak, beta-karoten, vitamin E dan antioksidan.

Selain itu, produksi minyak sawit global juga diprediksi turun tahun depan karena cuaca El Nino.

Penurunan produksi ini terjadi di tengah ekspektasi tingginya permintaan untuk pembuatan biodiesel dan biodiesel berbasis minyak sawit.

"Kami melihat lebih banyak risiko kenaikan harga dibandingkan penurunan harga," kata CoBank, pemberi pinjaman terkemuka di sektor pertanian AS.

"Persediaan stok biji-bijian dan biji minyak global sangat terbatas berdasarkan ukuran sejarah, belahan bumi utara kemungkinan akan mengalami pola cuaca El Nino yang kuat selama musim tanam untuk pertama kalinya sejak tahun 2015, dolar akan melanjutkan penurunannya baru-baru ini, dan permintaan global akan kembali ke tingkat yang lebih tinggi," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya