Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan penilaian terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Gaza memiliki 13 rumah sakit yang berfungsi sebagian, dua rumah sakit yang berfungsi minimal, dan 21 rumah sakit yang tidak berfungsi sama sekali.
Di antaranya adalah Nasser Medical Complex, yang merupakan rumah sakit rujukan terpenting di Gaza Selatan, dan sudah berfungsi sebagian. Laporan terbaru mengenai perintah evakuasi di daerah pemukiman di sekitar rumah sakit sangatlah memprihatinkan.
Advertisement
"Ketika aktivitas militer meningkat di dekat rumah sakit, ambulans, pasien, staf, serta WHO dan mitranya tidak akan dapat menjangkau kompleks tersebut, dan rumah sakit utama ini akan segera menjadi hampir tidak berfungsi,” kata Perwakilan WHO di kantor WHO untuk Tepi Barat dan Gaza, Rik Peeperkorn, mengutip keterangan resmi Jumat pada Jumat, 29 Desember 2023.
"Gaza tidak mampu kehilangan rumah sakit lagi. WHO berupaya memerkuat dan memperluas sistem kesehatan yang sedang mengalami kesulitan," Rik menambahkan.
Staf WHO juga melaporkan pada hari Selasa bahwa kebutuhan akan makanan terus meningkat di Jalur Gaza. Orang-orang yang kelaparan kembali menghentikan konvoi kami hari ini dengan harapan dapat menemukan makanan.
Kemampuan WHO untuk memasok obat-obatan, perlengkapan medis, dan bahan bakar ke rumah sakit di Gaza semakin terhambat oleh kelaparan dan keputusasaan masyarakat dalam perjalanan menuju, dan di dalam, rumah sakit yang dijangkau.
Situasi RS di Gaza
Penilaian terbaru soal jumlah RS yang berfungsi dan tak berfungsi di Gaza dilakukan saat WHO menjalankan misi pengiriman pasokan bantuan ke rumah sakit Gaza Utara dan Selatan.
Misi ini dibayangi permusuhan yang intens sepanjang perjalanan. Sementara, terjadi kepadatan pengungsi berlebih di rumah sakit akibat konflik yang tak kunjung usai.
"Hari ini saya mengulangi seruan saya kepada komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah mendesak guna meringankan bahaya besar yang dihadapi penduduk Gaza dan membahayakan kemampuan pekerja kemanusiaan untuk membantu orang-orang yang mengalami luka parah, kelaparan akut, dan risiko penyakit yang parah," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam misi berisiko tinggi terbaru WHO, tim mengunjungi dua rumah sakit pada Selasa 26 Desember. Dua RS itu adalah Al-Shifa di utara dan Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina Al-Amal di selatan. Misi bertujuan mengirimkan pasokan dan menilai kebutuhan di lapangan.
Kedua rumah sakit tersebut juga berfungsi sebagai tempat penampungan bagi para pengungsi yang mencari keamanan. Di Rumah Sakit Al-Shifa, dilaporkan ada 50.000 orang yang mengungsi, sementara di Al-Amal ada 14.000 orang.
Di Al-Shifa, WHO mengirimkan bahan bakar untuk menjaga layanan kesehatan penting tetap berjalan. Bersama UNICEF, WHO juga mengirimkan pasokan medis untuk rumah sakit tersebut.
Sementara untuk mendukung mitra LSM, World Central Kitchen, menyampaikan bantuan untuk mendukung dapur di Al-Shifa.
Pasokan medis juga dikirimkan ke Toko Obat Pusat Gaza, yang akan bertindak sebagai pusat pasokan medis untuk dikirim ke rumah sakit lain. Ini akan didukung oleh WHO dan mitranya.
Advertisement
Kondisi RS Al-Amal
Di Al-Amal, tim melihat dampak dari serangan baru-baru ini yang melumpuhkan menara radio rumah sakit dan berdampak pada sistem pengiriman ambulans pusat di seluruh wilayah Khan Younis. Ini berdampak pada lebih dari 1,5 juta orang.
Dari sembilan ambulans yang pernah dimiliki rumah sakit, hanya lima yang masih berfungsi. Staf WHO melaporkan bahwa mereka merasa mustahil untuk berjalan di dalam rumah sakit tanpa melangkahi pasien dan mereka yang mencari perlindungan.
Hanya ada sedikit toilet yang berfungsi dan tersedia di rumah sakit dan bangunan masyarakat di sekitarnya serta pusat pelatihan PRCS untuk orang-orang yang mengungsi di sana. Termasuk staf dan pasien rumah sakit.
Perpindahan Penduduk Kian Perparah Kepadatan
Saat transit di Gaza, staf WHO menyaksikan puluhan ribu orang yang melarikan diri dari serangan besar-besaran di Khan Younis dan Wilayah Tengah, dengan berjalan kaki, menaiki keledai, atau naik mobil. Tempat perlindungan sementara sedang dibangun di sepanjang jalan.
"WHO sangat khawatir bahwa perpindahan penduduk baru-baru ini akan semakin membebani fasilitas kesehatan di wilayah selatan, yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat besar," kata Peeperkorn.
"Perpindahan massa yang dipaksakan ini juga akan menyebabkan kepadatan penduduk, peningkatan risiko penyakit menular, dan semakin sulitnya penyaluran bantuan kemanusiaan," pungkasnya.
Advertisement