Makin Banyak Warga Israel Kecam Serangan Militer Negaranya di Gaza

Gema suara penentangan dari warga Israel terhadap serangan militer negara di Jalur Gaza makin nyaring terdengar, kendati masih dalam kelompok minoritas.

oleh Asnida Riani diperbarui 30 Des 2023, 04:00 WIB
Anak-anak sangat rentan terhadap kondisi kurangnya akses terhadap air bersih, sanitasi, dan perlindungan dari cuaca ekstrem. (MOHAMMED ABED/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Gema suara penentangan dari warga Israel terhadap serangan militer negara di Jalur Gaza makin nyaring terdengar, kendati masih dalam kelompok minoritas. Salah satunya datang dari seorang remaja asal Tel Aviv, Tal Mitnick, yang menolak mendaftar jadi tentara Israel.

Ia pun diadili, lalu dibawa ke penjara militer untuk menjalani hukuman 30 hari. Saat berbicara di Tel Hashomer, sebuah pangkalan dekat pagar Gaza di Israel tengah, Mitnick dengan tegas mempertahankan keputusannya, lapor Al Jazeera, Jumat (29/12/2023).

"Saya yakin pembantaian tidak bisa menyelesaikan pembantaian," katanya. "Serangan kriminal di Gaza tidak akan menyelesaikan pembantaian keji yang dilakukan Hamas. Kekerasan tidak akan menyelesaikan kekerasan, dan itulah sebabnya saya menolak (mendaftar jadi tentara Israel)."

Pernyataan itu muncul di akun X, dulunya Twitter, Mesarvot, sebuah jaringan pendukung yang menghubungkan para rejectnik dalam kampanye melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina. Dalam wawancara sebelumnya yang diunggah di akun tersebut, Mitnick memaparkan sikap universalisnya terhadap konflik tersebut.

Solusinya, katanya, tidak akan datang dari politisi korup di Israel atau dari Hamas. "Itu akan datang dari kami, putra dan putri kedua bangsa," ujarnya.

Rekan-rekannya datang untuk mendukung Mitnick, sambil memegang plakat bertuliskan, "Kamu tidak dapat membangun surga dengan darah," "Mata ganti mata dan kita semua jadi buta," dan "Tidak ada solusi militer."


Suara yang Sama dari Para Aktivis HAM Israel

Muwasi dinilai jadi tempat yang aman bagi warga Gaza untuk mengungsi dari serangan Israel. Namun, kota kecil di pinggiran pantai di Gaza ini kini semakin penuh sesak. (AP Photo/Fatima Shbair)

Alon Ysan Cohen, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) asal Israel juga menyuarakan ketidaksetujuannya pada serangan militer negaranya di Gaza. Dalam serangan yang telah berlangsung selama lebih dari dua bulan, ribuan perempuan dan anak-anak Palestina telah terbunuh.

Cohen mengatakan pada Anadolu, dikutip dari situs webnya, Kamis, 28 Desember 2023, "Saya mengikuti apa yang terjadi di Gaza. Saya melihat penderitaan, saya melihat pembunuhan, saya melihat pembantaian. Sekitar 20 ribu orang (Palestina) telah terbunuh, bahkan mungkin lebih banyak lagi, dan ini menghancurkan hati saya."

"Ini mengerikan! Saya pikir kita harus segera menghentikannya. Saya yakin ini tidak manusiawi. Kita perlu menghentikan penderitaan di Gaza," desaknya.

Cohen, yang berbagi pandangan di media sosial Facebook dan Instagram, menyambung, "Hanya karena pandangan saya (yang bersimpati pada warga Palestina), saya menerima sejumlah ancaman pembunuhan di kotak masuk saya, sederet kecaman, dan penghinaan pribadi yang sangat buruk."

"Ini sangat membuat saya takut ketika mengutarakan pendapat saya, tapi saya akan tetap melakukannya," tegas dia. "Beberapa minggu lalu, ketika saya menentang perang, saya menerima ancaman pembunuhan lagi di kotak masuk saya."


Bersuara Menentang Perang

Citra satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies menunjukkan Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, 26 November 2023. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas dimulai sejak Jumat, 24 November 2023. (Satellite image ©2023 Maxar Technologies via AP)

Aktivis HAM Israel itu menyambung, "Jadi, berbicara saat ini sangat menakutkan bagi saya, namun saya tetap merasa penting untuk bersuara menentang perang. Karena sangat sedikit orang di Israel yang saat ini bersuara menentang perang tersebut. Saya ingin jadi salah satu dari mereka. Saya ingin mengatakan bahwa inilah waktunya bagi dunia untuk menentang (perang)."

Ia menegaskan bahwa satu-satunya solusi terhadap masalah ini terletak pada dialog dan negosiasi. "(Perang) menimbulkan penderitaan bagi warga Palestina, membawa lebih banyak kekerasan di sini (ke Israel), membawa lebih banyak kebencian, dan menyebabkan tempat ini semakin gelap," ucapnya.

"Kami, kita semua, harus menghentikan tren menuju kegelapan yang lebih besar ini," katanya lagi. "Kita harus berbicara, mencari solusi, dan mencari cara menjadikan tempat ini lebih baik bagi semua orang. Kita harus menemukan cara agar semua orang bisa hidup setara, bersama, damai, dan adil."

Dengan narasi serupa, ada Jonathan Gabinovic (19) yang berpartisipasi dalam demonstrasi anti-perang di Tel Aviv. Ia adalah salah satu aktivis HAM Israel yang bersuara menentang serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza.


Ada Tekanan Masyarakat

Bola api meletus saat Israel membombardir Kota Gaza, Palestina, Senin (9/10/2023). Israel memberlakukan pengepungan total di Jalur Gaza dan memutus pasokan air karena terus mengebom sasaran-sasaran di daerah kantong Palestina yang padat penduduknya sebagai tanggapan atas serangan mendadak Hamas yang disamakan dengan serangan 9/11. (MOHAMMED ABED/AFP)

Gabinovic mengatakan, sebagai seorang Yahudi yang tinggal di Israel, sangat sulit menentang perang dan pembunuhan warga sipil karena tekanan masyarakat. "Dalam beberapa tahun terakhir, saya semakin terpapar dengan konflik Israel-Palestina. Saya telah melihat orang-orang Palestina, saya telah melihat penderitaan mereka, dan perang ini benar-benar tidak tertahankan," ujar dia.

Ia menekankan bahwa rasa sakit yang ditimbulkan tentara Israel tidak hanya terbatas di Gaza saja, mengingat ia menerima pesan dari seorang teman Palestina yang tinggal di Tepi Barat. "Ia mengatakan bahwa anak temannya ditembak di kepala oleh tentara Israel, bukan di Gaza, tapi di Tepi Barat. Ini adalah kejahatan, ini adalah kejahatan perang."

Aktivis itu mengatakan, banyak masyarakat Israel yang sebelumnya beraliran kiri kini mendukung partai sayap kanan akibat perang ini. "Mereka berkata, 'Saya berharap saya masih jadi sayap kiri, tapi perang ini tidak tertahankan, dan saya harus jadi sayap kanan sekarang. Saya harus mendukung partai saya dan rakyat saya.'"

"Ada banyak tekanan dari keluarga, orang-orang secara umum, polisi, tentara, siapapun yang berbicara bahasa Ibrani, dan semua orang yang tinggal di sini. Bagi saya, hidup sekarang adalah salah satu periode paling menantang yang pernah saya lalui," tuturnya.

Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya