Liputan6.com, Jakarta - Aksi mahasiswa terjadi di salah satu lokasi penampungan pengungsi Rohingya di Aceh pada Rabu 27 Desember 2023. Demonstrasi dilangsungkan di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), yang merupakan lokasi penempatan sebanyak 137 pengungsi Rohingya.
Para pengungsi Rohingya tersebut awalnya mendarat di Gampong Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Karena mendapat penolakan di Ladong, para pengungsi diboyong ke kantor gubernur.
Advertisement
Dari kantor gubernur, pengungsi hendak dipindahkan ke kamp pramuka di kawasan gunung Seulawah, Pidie, tetapi juga ditolak oleh warga.
Melalui video yang beredar, mahasiswa dalam jumlah banyak menerobos barikade di basemen dan berlarian dengan beringas. Sejumlah pengungsi saat itu sedang menggelar salat zuhur ketika mahasiswa menyerbu masuk.
Tak ayal, kelakuan para mahasiswa, gabungan dari sejumlah kampus seperti Al-Washliyah, Universitas Abulyatama, Bina Bangsa Getsempena, dan Universitas Muhammadiyah Aceh itu membuat sejumlah pengungsi menangis histeris dan panik.
Sejumlah pihak dalam komentar di media sosial menilai yang dipertontonkan oleh mahasiswa sebagai sebuah kemunduran drastis. Termasuk United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), selaku badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang juga angkat bicara.
"Peristiwa ini telah membuat pengungsi Rohingya trauma dan ketakutan," tulis UNHCR dalam rilis resmi mereka, Kamis 28 Desember 2023.
Dalam rilis, UNHCR juga menyatakan kekhawatiran mereka mengenai keselamatan para pengungsi tersebut. Mereka juga menyerukan kepada aparat penegak hukum setempat agar segera mengambil tindakan, untuk memastikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan, yang saat ini putus asa dalam situasi gelombang penolakan pengungsi yang semakin membesar di Serambi Mekkah.
"Serangan terhadap pengungsi bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi. Namun, merupakan hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap pengungsi dan upaya untuk memfitnah upaya Indonesia dalam menyelamatkan nyawa orang-orang yang putus asa dalam kesusahan di laut," tulis UNHCR.
Selain itu, aksi mahasiswa tersebut juga mendapat perhatian media asing. Al Jazeera melaporkan bagaimana para mahasiswa di Aceh membawa-bawa spanduk yang berisi kata-kata penolakan terhadap para pengungsi Rohingya.
Berikut sederet fakta terkait terjadinya aksi mahasiswa tolak pengungsi Rohingya di Aceh di salah satu lokasi penampungan pada Rabu 27 Desember 2023 dihimpun Liputan6.com:
1. Kronologi Aksi Mahasiswa
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), selaku badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengeluarkan rilis resmi mereka untuk menanggapi demonstrasi yang dilancarkan di salah satu lokasi penampungan pengungsi Rohingya di Aceh pada Rabu 27 Desember 2023. Badan pengungsi PBB itu mengatakan bahwa peristiwa ini telah membuat pengungsi Rohingya trauma dan ketakutan.
Sebagai info, demontrasi dilangsungkan di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), yang merupakan lokasi penempatan sebanyak 137 pengungsi Rohingya. Para pengungsi ini awalnya mendarat di Gampong Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.
Karena mendapat penolakan di Ladong, para pengungsi diboyong ke kantor gubernur. Dari kantor gubernur, pengungsi hendak dipindahkan ke kamp pramuka di kawasan gunung Seulawah, Pidie, tetapi juga ditolak oleh warga.
Sempat dipingpong sana sini, sebanyak 137 pengungsi itu akhirnya dipindahkan ke basemen Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) sejak 13 Desember 2023. Para pengungsi masih berada di basemen itu sampai seratusan mahasiswa memindahkan mereka dengan paksa dengan truk ke Kantor Kemenkumham Aceh.
Dalam video yang beredar, mahasiswa dalam jumlah banyak menerobos barikade di basemen dan berlarian dengan beringas. Sejumlah pengungsi saat itu sedang menggelar salat zuhur ketika mahasiswa menyerbu masuk.
Tak ayal, kelakuan para mahasiswa, gabungan dari sejumlah kampus seperti Al-Washliyah, Universitas Abulyatama, Bina Bangsa Getsempena, dan Universitas Muhammadiyah Aceh itu membuat sejumlah pengungsi menangis histeris dan panik. Sejumlah pihak dalam komentar di media sosial menilai yang dipertontonkan oleh mahasiswa sebagai sebuah kemunduran drastis.
Para mahasiswa secara terang-terangan melakukan sentuhan fisik dengan cara menarik paksa, dan mempertontonkan aksi emosional lainnya mulai dari melempar botol air mineral ke arah pengungsi perempuan dan anak-anak, hingga menendang barang-barang yang bisa digapai.
Tidak sampai di situ, mahasiswa juga memaksa untuk memindahkan pengungsi, mengangkut mereka ke atas truk ke kantor Kemenkumham Aceh.
Advertisement
2. UNHCR Harap Jangan Termakan Misinformasi
Dalam rilis, UNHCR menyatakan kekhawatiran mereka mengenai keselamatan para pengungsi tersebut.
Badan pengungsi PBB itu juga menyerukan kepada aparat penegak hukum setempat agar segera mengambil tindakan, untuk memastikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan, yang saat ini putus asa dalam situasi gelombang penolakan pengungsi yang semakin membesar di Serambi Mekkah.
"Serangan terhadap pengungsi bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi. Namun, merupakan hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap pengungsi dan upaya untuk memfitnah upaya Indonesia dalam menyelamatkan nyawa orang-orang yang putus asa dalam kesusahan di laut," tulis UNHCR.
UNHCR juga mengingatkan bahwa para pengungsi yang selama ini mencari perlindungan ke Indonesia merupakan korban penganiayaan dan konflik.
3. UNHCR Ingatkan Indonesia Miliki Tradisi Kemanusiaan
Selain itu, pengungsi yang terdiri atas anak-anak, perempuan, dan laki-laki, ini merupakan para penyintas yang telah melalui perjalanan laut berbahaya.
Indonesia, dengan tradisi kemanusiaannya yang telah lama ada, selama ini telah banyak membantu menyelamatkan orang-orang yang "putus asa ini", yang mungkin saja akan mati di laut, seperti ratusan orang lainnya. Demikian bunyi rilis tersebut.
UNCHR juga memperingatkan masyarakat umum agar waspada terhadap pelbagai kampanye online yang tersebar luas di platform media sosial.
Pelbagai kampanye yang menurut UNCHR terkoordinasi dengan baik ini, ditujukan untuk menyerang pihak berwenang, komunitas lokal, pengungsi, dan pekerja kemanusiaan, yang penuh hasutan kebencian dan membahayakan nyawa.
"UNHCR mengimbau masyarakat di Indonesia untuk memeriksa ulang informasi yang diunggah secara online, yang sebagian besar informasinya palsu atau dipelintir, dengan gambar yang dihasilkan AI dan perkataan yang mendorong kebencian yang dikirim dari akun bot," pungkas rilis tersebut.
Sebagai informasi, saat ini terdapat lebih 1.600 pengungsi Rohingya yang ditempatkan di sejumlah lokasi penampungan. Tren penolakan pengungsi mulai meletup dan menyebar sejak pendaratan pada medio November 2023, diikuti dengan pelbagai hasutan kebencian di media sosial.
Advertisement
4. Media Asing Aljazeera Beberkan UNHCR Sebut Pengungsi Rohingya Syok dan Trauma
Para mahasiswa Aceh disorot media asing karena mendemo para pengungsi Rohingya yang datang ke provinsi mereka. Demo itu terjadi pada Rabu 27 Desember 2023.
Al Jazeera melaporkan bagaimana para mahasiswa di Aceh membawa-bawa spanduk yang berisi kata-kata penolakan terhadap para pengungsi Rohingya.
Para mahasiswa Aceh itu juga dilaporkan menendang-nendang barang milik para pengungsi Rohingya yang menangis di lantai. Foto-foto para mahasiswa Aceh yang memakai alma mater itu juga difoto media-media internasional.
Merespons aksi para mahasiswa, para polisi kemudian mengevekuasi para pengungsi Rohingya dengan truk. Salah satu mahasiswa yang diwawancara media internasional AFP berkata ia tidak setuju karena warga Rohingya terus-terusan datang.
Sejak November lalu, ada lebih dar 1.500 pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh. Angka itu tergolong cukup tinggi. Kedatangan perahu-perahu Rohingya menghadapi penolakan dari warga lokal Aceh yang protes karena banyaknya warga Rohingya yang datang.
Sementara, pihak UNHCR mengaku resah melihat kerumunan yang menyerang tempat penampungan para warga Rohingya yang rentan. UNHCR lantas meminta perlindungan tambahan untuk Rohingya.
UNHCR berkata ada 137 pengungsi yang akhirnya dipindahkan.
"Insiden itu membuat para pengungsi syok dan trauma," kata pernyataan UNHCR.
Selain itu, UNHCR menyorot dampak dari misinformasi dan ujaran kebencian yang menyudutkan para pengungsi Rohingya.
5. Media Asing Sorot Para Pengungsi Histeris dan Panik
Sementara media asal Jerman, DW, mengangkat isu ini dalam artikel bertajuk "Indonesia students storm Rohingya refugee center."
"Sekelompok mahasiswa Indonesia menyerbu tempat penampungan sementara pengungsi Rohingya dari Myanmar di kota barat Banda Aceh, menuntut mereka dideportasi," tulis artikel tersebut.
Lebih lanjut, media Australia The Australian turut mengulas dalam artikel yang bertajuk "Rohingyas forced out of shelter".
Akibat aksi yang dilakukan kelompok mahasiswa tersebut, sejumlah pengungsi menangis histeris dan panik. Sejumlah pihak dalam komentar di media sosial menilai yang dipertontonkan oleh mahasiswa sebagai sebuah kemunduran drastis.
Para mahasiswa secara terang-terangan melakukan sentuhan fisik dengan cara menarik paksa, dan mempertontonkan aksi emosional lainnya mulai dari melempar botol air mineral ke arah pengungsi perempuan dan anak-anak, hingga menendang barang-barang yang bisa digapai.
Tidak sampai di situ, mahasiswa juga memaksa untuk memindahkan pengungsi, mengangkut mereka ke atas truk ke kantor Kemenkumham Aceh.
Advertisement