Liputan6.com, Jakarta - Sosok penyair klasik bernama Abu Ali al-Hasan bin Hani' al-Hakimi atau hangat disapa Abu Nawas, dikenal memiliki kepribadian yang jenaka dan lucu.
Tidak hanya itu, Ia pun terkenal melalui segudang karyanya yang dinilai sangat unik dan menarik.
Kisah-kisah yang ditulisnya bukan hanya menarik dan mengandung unsur jenaka, namun juga mengandung pesan moral yang mendalam.
Salah satunya Kisah yang sempat ditulis Abunawas dan cukup populer salah satunya yakni kisah Abu Nawas menjual matahari Baghdad.
Baca Juga
Advertisement
Abu Nawas hidup pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid, seorang raja pada masa Dinasti Abbasiyah. Ia bahkan dikenal dekat dengan sang raja dan kerap membuatnya tertawa dengan tingkah lucunya.
Simak Video Pilihan Ini:
Dijual Cepat: Matahari Baghdad, Siapa Cepat Dapat Bonus Anak Unta
Dikisahkan dalam buku Kisah Lucu Kecerdasan Abu Nawas susunan Sukma Hadi Wiyanto, kala itu sejumlah penduduk Baghdad berkumpul di depan istana Khalifah Harun Al-Rasyid. Sebagian berteriak dan meminta agar Abu Nawas ditangkap.
Hal ini lantaran mereka protes dengan baliho raksasa di depan rumah Abu Nawas yang bertuliskan, "Dijual Cepat: Matahari Baghdad, Siapa Cepat Dapat Bonus Anak Unta".
Sebagian penduduk lainnya justru merasa panik, takut tak akan bisa hidup lagi jika matahari Baghdad dijual.
Jika pindah ke Zakhu, mereka khawatir akan ketinggalan zaman karena infrastruktur di sana tak secanggih di Baghdad.
Sang raja pun memanggil Abu Nawas dan bertanya, "Kamu serius mau menjual matahari?"
Seraya memandangi massa di depan istana, Abu Nawas menjawab dengan yakin.
"Benar, baginda raja, supaya kita bisa ikut cara mereka menggunakan otak".
"Maksudnya?" Khalifah Harun Al-Rasyid kembali bertanya.
"Begini baginda. Apakah baginda senang infrastruktur di Baghdad terbangun dengan hebat di zaman baginda?
Advertisement
Baginda Bingung dengan Sikap Abu Nawas
Baginda bangga menjadi teladan buat rakyat bahwa selama ini baginda tidak korupsi?
Baginda senang tidak menunjukkan keserakahan dengan menguasai ratusan ribu hektar padang pasir, padahal baginda bisa melakukannya dengan kekuasaan yang sekarang baginda genggam?" jelas Abu Nawas panjang lebar.
Khalifah Harun Al-Rashyid justru menjadi bingung dan menanyakan maksud Abu Nawas itu.
"Jika baginda turun dan tanya langsung ke massa yang sekarang demo, ketahuilah bahwa mereka akan jawab buat apa bangun infrastruktur? Infrastruktur tidak bisa dimakan!
Jalan-jalan mulus, puluhan bendungan yang dibanggakan, lapangan terbang, rel kereta api di Korramabad, pasar-pasar di Kirkuk, semua itu percuma. Tidak bisa dimakan!" jelas Abu Nawas.
Khalifah Harun Al-Rasyid justru balik bertanya, "Lalu, apa hubungannya dengan menjual matahari?"
Dalam Kisah Abu Nawas ini, ia kembali menjelaskan bahwa semua yang dianggap raja sebagai prestasi justru merupakan sebuah pemborosan.
Pasalnya, penduduk terbiasa melihat prestasi di ruang gelap. Di ruang gelap, gadis cantik tak terlihat, sebatang emas bisa dianggap besi, apalagi jika cara melihatnya sambil bergelantungan.
"Bagaimana mungkin mereka menuduhku memusuhi ulama, padahal wakilku sekarang adalah ulama besar?"
Ternyata Ini Pesan Moral yang Ingin Disampaikan Abu Nawas
Khalifah Harun Al-Rasyid hanya terdiam, lalu Abu Nawas lanjut menjelaskan.
"Tapi kalau pun mata mereka tak melihat di ruang gelap, bukankah telinga mereka mendengar, hati mereka terbuka? Bagaimana mungkin mereka menuduhku memusuhi ulama padahal wakilku sekarang adalah ulama besar? Jika pun mereka tak suka aku, bukankah kepada mereka sekarang aku sodorkan ulama yang dulu mereka klaim mereka bela? Mengapa sekarang mereka tinggalkan?"
Abu Nawas kemudian berkata, "Baginda, itulah enaknya melihat dunia di ruang gelap sambil terbalik. Kita bisa menikmati apa yang mereka nikmati selama ini. Baginda tidak capek berpikir rasional?"
Khalifah Harun Al-Rasyid kembali terdiam, Abu Nawas lanjut menjelaskan.
"Percayalah baginda, hanya dengan melihat segala sesuatu di kegelapan, baginda akan paham mengapa selama ini mereka melihat infrastruktur megah, pemerataan pembangunan di daerah tertinggal, semuanya sama sekali tidak berguna karena tak bisa dimakan. Mohon jangan katakan, 'infrastruktur memang tak bisa dimakan, tapi dengan infrastruktur kita semakin mudah cari makan,' itu cara berpikir rasional dan normal, paduka,"
Penduduk yang berkumpul di depan istana semakin membludak.
Khalifah Harun Al-Rasyid terdiam, lantas memberi isyarat membenarkan ucapan Abu Nawas.
"Jadi, boleh saya menjual matahari?" ungkapnya.
Kisah Abu Nawas ini menunjukkan bahwa Ia merupakan seorang pribadi yang cerdas dan peduli.
Pesan moral yang dapat kita ambil dari sepotong kisah Abu Nawas ini yakni mimpi tidak akan terwujud hanya dengan keajaiban, tapi juga tekad yang bulat, kerja keras dan keringat untuk mewujudkannya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement