SMUR Kutuk Aksi 'Barbar' Mahasiswa dalam Demo Pengusiran Pengungsi Rohingya di Aceh

Tindakan barbar yang dipertontonkan mahasiswa terhadap pengungsi perempuan dan anak-anak dalam aksi di Banda Aceh pada 27 Desember 2023 dikecam oleh salah satu organisasi kemahasiswaan di Aceh. Simak:

oleh Rino Abonita diperbarui 31 Des 2023, 03:20 WIB
Lambang bendera Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Organisasi kemahasiswaan revolusioner di Aceh, Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) Meulaboh, mengutuk tindakan barbar yang dipertontonkan mahasiswa terhadap pengungsi perempuan dan anak-anak dalam aksi di Banda Aceh pada 27 Desember 2023. Perlakuan terhadap para pengungsi itu dinilai amat tak pantas apalagi datang dari kalangan mahasiswa.

"Tindakan yang dilakukan sekelompok mahasiswa yang memperlihatkan keberingasannya di depan kumpulan pengungsi yang kebanyakan perempuan dan anak-anak merupakan tindakan yang sangat tidak pantas dilakukan dan memalukan yang menampikan betapa menurunya kualitas gerakan mahasiswa saat ini," kata Ketua SMUR Meulaboh, Rama, dalam rilis diterima Liputan6.com, Sabtu (30/12/2023).

Sebagai info, demontrasi pada Rabu (27/12/2023) dilangsungkan di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) yang merupakan lokasi penempatan sebanyak 137 pengungsi Rohingya. Para pengungsi ini awalnya mendarat di Gampong Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. 

Namun, karena mendapat penolakan di Ladong, para pengungsi pun diboyong ke kantor gubernur. Dari kantor gubernur, pengungsi Rohingya hendak dipindahkan ke kamp pramuka di kawasan gunung Seulawah, Pidie, tetapi juga ditolak oleh warga.

Sempat dipingpong sana sini, sebanyak 137 pengungsi itu akhirnya dipindahkan ke basemen Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) sejak 13 Desember 2023. Para pengungsi masih berada di basemen itu sampai seratusan mahasiswa memindahkan mereka dengan paksa dengan truk ke Kantor Kemenkumham Aceh.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:


Aksi 'Barbar' Mahasiswa Usir Paksa Pengungsi Rohingya

Dalam video yang beredar, mahasiswa dalam jumlah banyak menerobos barikade di basemen dan berlarian dengan beringas. Sejumlah pengungsi saat itu sedang menggelar salat zuhur ketika mahasiswa berusaha menyerbu masuk.

Tak ayal, kelakuan para mahasiswa, yang di dalam sejumlah media disebut gabungan dari sejumlah kampus seperti Al-Washliyah, Universitas Abulyatama, Bina Bangsa Getsempena, dan Universitas Muhammadiyah Aceh itu membuat pengungsi menangis histeris dan panik.

Hal ini berlangsung saat mahasiswa berusaha mendekat ke tempat pengungsi perempuan dan anak-anak, di mana mereka mulia mengacak-ngacak tempat itu, menendang ke sana ke mari sehingga sejumlah barang ringan beterbangan di udara.

Mahasiswa juga mengangkut paksa para pengungsi dengan truk ke kantor kemenkumham yang terletak tidak jauh dari basemen Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA). Banyak komentar di media sosial yang menyebut aksi yang dipertontonkan mahasiswa sebagai sebuah kemunduran.

 


Kritis Menyikapi Pengungsi Rohingya

Ketua SMUR Meulaboh, Rama, menegaskan pentingnya berpikir kritis dalam melihat situasi terkait pengungsi Rohingya di Aceh. Ia yakin ada agenda besar yang sengaja didesain agar orang membenci etnis Rohingya melalui media sosial.

"Berbagai media sosial dan unggahan narasi 'negatif' terhadap pengungsi Rohingnya yang bertaburan di media sosial, seharusnya mahasiswa sebagai agent of change dapat berfikir kritis terhadap persoalan yang terjadi saat ini dan tidak terseret ke dalam sentimen kebencian yang segaja dibuat secara sistematis oleh pihak tertentu," tegas Rama.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus duduk dengan badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna mencari solusi masalah pengungsi di Aceh. Termasuk juga membawa masalah ini ke tingkat ASEAN.

"Pemerintah pusat dan UNHCR harus segera mengambil langkah konkrit dalam menyelesaikan permasalahan ini. Tidak menutup kemungkinan nama baik Indonesia khususnya Aceh akan tercoreng di mata internasional," kata Rama.

"Selain itu, Indonesia mesti menjunjung tinggi HAM, dan sudah seharusnya ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan ini, bukan malah melepas tangan dengan alasan bukan bagian dari konvensi 1951 yang wajib menampung dan menerima pengungsi dari negara lain," ia memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya