Liputan6.com, Jakarta - Kiper merupakan posisi istimewa dalam sepak bola. Selain jadi satu-satunya pemain yang boleh menggunakan tangan, meski sebatas kotak penalti sendiri, hanya ada satu orang yang bisa mengisinya.
Lalu, apa jadinya jika sang penjaga gawang terkena cedera? Para manajer bisa tenang karena masih ada cadangan.
Advertisement
Situasi menjadi makin pelik jika kiper pelapis juga mendapat masalah, atau jatah pergantian pemain sudah habis. Pemain outfield mesti rela beralih profesi.
Penyerang asal Prancis Olivier Giroud baru-baru ini melakukannya bagi AC Milan pada laga Liga Italia melawan Genoa. Mantan penggawa Arsenal itu bahkan melakukan sejumlah penyelamatan sehingga membantu timnya menang 1-0.
East Stirlingshire mengalami kasus unik pada partai Divisi III Skotlandia musim 2002/2003 kontra Albion Rovers.
Mereka memulai pertandingan dengan Chris Todd di bawah mistar. Namun, Todd harus meninggalkan lapangan akibat cedera saat partai baru berusia tujuh menit.
Penjaga gawang pengganti Scott Findlay masuk. sayang, dia gagal menjaga disiplin. Findlay menjegal lawan di luar kotak penalti sehingga diganjar kartu merah di menit ke-53.
Striker Graham McLaren turun gunung dan jadi kiper dadakan. Tapi, dia juga masuk buku catatan pengadil laga dan diusir setelah menjegal Charles McLean di kotak penalti.
Bek Kevin McCann pun menjadi kiper keempat East Stirlingshire. Dia mampu menepis tendangan McLean yang jadi eksekutor penalti. Meski begitu, East Stirlingshire tetap tumbang 1-3.
Kiper Bernasib Sial dari Jerman
Bola Ganjil sudah menceritakan beberapa kisah unik menyangkut kiper. Salah satunya Andreas Kopke. Di satu sisi, dia dianggap sebagai salah satu penjaga gawang terbaik sepanjang masa Jerman.
Penampilan solid di bawah mistar bersama FC Nurnberg, Eintracht Frankfurt, dan Olympique Marseille membuatnya masuk skuat Timnas Jerman untuk lima edisi turnamen sepak bola.
Kopke masih melapis Bodo Illgner pada Piala Dunia 1990 dan 1994, serta Piala Eropa 1992. Namun, dia jadi pilihan pertama di Piala Eropa 1996 dan Piala Dunia 1998. Dari partisipasi tersebut, Kopke merebut gelar juara Piala Eropa 1996 di Inggris.
Di balik gemerlap tersebut, ternyata ada noda pada kiprah Kopke di lapangan hijau. Dia tercatat sebagai pemain Jerman yang paling sering terkena degradasi. Kopke merasakannya enam kali, meski cuma bermain untuk tujuh klub.
Kopke merasakan pengalaman pahit pertama bersama klub kota kelahiran Holstein Kiel. Bersamanya, Holstein Kiel tergusur ke Divisi III pada 1981 ketika Kopke masih berusia 20 tahun.
Dia lalu pindah ke SC Charlottenburg. Di sana Kopke kembali gagal membantu klub bertahan di Divisi II pada 1984. Siklus serupa terulang ketika dirinya hijrah ke Hertha Berlin dua tahun berselang.
Kopke mencari peruntungan baru di Nurnberg. Di sanalah dia membangun reputasi sebagai salah satu penjaga gawang terbaik Jerman. Namun, tren buruk belum menghilang. Nurnberg tergusur ke Divisi II tahun 1994.
Sosok kelahiran 12 Maret 1962 ini lalu direkrut klub Bundesliga lain Eintracht Frankfurt. Sayang, langkah itu bisa jadi disesali. Pasalnya, Frankfurt juga turun kasta pada 1996.
Kopke membuang sial dan pergi meninggalkan Jerman. Dia hijrah ke Prancis untuk membela Olympique Marseille. Uniknya, di sana Kopke tidak merasakan degradasi.
Sudah memasuki 37 tahun, Kopke kembali ke Nurnberg demi menutup karier. Sayang nasib sial kembali menghantui. Nurnberg tergusur dari Bundesliga pada musim pertamanya usai pulang kampung tahun 1999.
Setidaknya Kopke bisa menebus dosa. Dia menetap di sana dan membantu Nurnberg kembali ke Bundeslita pada 2001 sebelum gantung sarung tangan.
Advertisement
Cadangan Abadi di Turnamen Besar Sepak Bola
Lain lagi dengan para kiper pelapis. Mereka kerap masuk skuad turnamen, dia tidak pernah bermain di kompetisi utama.
Lars Eriksson merupakan pelapis Thomas Ravelli saat Swedia bermain di Piala Dunia 1990 dan 1994, plus Piala Eropa 1992.
Sementara Martin Silva lebih tragis lagi. Dengan Fernando Muslera jadi penjaga gawang utama Uruguay sejak 2009, para kiper lain harus terima hanya menghias bangku cadangan.
Tidak tanggung-tanggung, Silva sama sekali tidak bermain meski masuk skuad untuk tujuh turnamen. Rinciannya adalah Piala Dunia 2010, 2014, 2018, serta Copa America 2011, 2015, 2016, dan 2019 Copa America.