Liputan6.com, Jakarta - Sektor properti diyakini memiliki prospek yang cerah pada 2024. Ini mengingat, katalis positif yang menjadi bahan bakar pertumbuhan sektor tersebut.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer menuturkan, sektor properti pada tahun depan memiliki prospek yang sangat baik. Proyeksi ini karena ada dua katalis positif yang membayanginya.
Advertisement
Pertama adalah insentif PPN terbaru dari Pemerintah yang akan membuat konsumen membeli properti menjadi lebih terjangkau. Katalis kedua adalah tingginya prospek pemangkasan suku bunga the Fed dan juga suku bunga Bank Indonesia.
"Mayoritas pembelian properti di Indonesia menggunakan kredit, jadi menurunnya suku bunga akan mendorong penjualan,” kata Axell kepada Liputan6.com, ditulis Senin (1/1/2024).
Menurut ia, masih ada saham emiten properti yang bisa dicermati oleh investor, yakni saham SMRA. Sebab, harga saham masih relatif cukup murah, dan mereka memiliki banyak proyek pengembangan menarik, terutama di Serpong, Bogor, dan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Terkait dengan target harga sahamnya terdekat di level Rp 725 per saham.
Sementara itu, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi melihat tren properti untuk tahun depan masih akan tumbuh positif seiring dengan berlanjutnya insentif PPN dari Pemerintah serta potensi pengetatan kebijakan suku bunga akan berakhir pada akhir kuartal I 2024.
"Tantangannya adalah jika pelemahan daya beli masyarakat Indonesia terjadi akibat dari suku bunga yang tertahan di level tertinggi sejak 2018 tersebut akan lebih panjang dari perkiraan pasar,” kata Audi.
Hingga kuartal II 2023 sektor real estate masih menunjukkan penurunan sebesar 12,3% year on year (YoY). Meski demikian, berdasarkan data dari Menko Perekonomian menunjukkan sektor perumahan dan konstruksi berkontribusi sebesar 14%-16% terhadap PDB Indonesia.
Efek Insentif PPN
Di samping itu, ia juga menjelaskan, efek insentif PPN dari pemerintah akan memberikan dampak positif bagi emiten properti. Ia pun menilai insentif Pemerintah akan dapat mendongkrak permintaan
"Kami melihat dampaknya akan positif untuk menggairahkan permintaan properti di tengah kondisi pengetatan kebijakan moneter bank sentral,” ujar dia.
Dengan demikian, sektor properti ini bakal dibayangi sentimen positif. Misalnya dari angka backlog yang masih besar sebanyak 9,9 juta unit meski telah alami penurunan sepanjang 2023 akan menjadi penopang pada masa depan. Terlebih, untuk 2024 dengan kebijakan moneter yang diperkirakan akan lebih longgar akan memberikan ruang pertumbuhan yang lebih besar.
Bagi investor, ia merekomendasikan beli saham BSDE dengan target harga Rp 1.650 per saham dan beli saham CTRA dengan harga saham Rp 1.470 per saham.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Menakar Prospek Sektor Properti hingga Awal 2024, Cerah atau Lesu?
Sebelumnya diberitakan, sektor properti diramal masih akan lesu pada awal 2024. Ini mengingat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih tinggi di level 6 persen.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer mengatakan, suku bunga BI bakal memberikan pengaruh negatif terhadap sektor properti. Sebab, masyarakat menjadi berhati-hati dalam mengambil kredit untuk membeli properti.
"Alhasil konsumen akan lebih enggan untuk mengajukan pinjaman kredit untuk beli properti,” ujar dia dalam risetnya, ditulis Sabtu (11/11/2023).
Dia melanjutkan, ketidakpastian ekonomi yang dibawa oleh pemilihan umum (pemilu) akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membuat fasilitator kredit memperketat persyaratan mereka.
Di sisi lain, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini terlihat berusaha mendukung belanja masyarakat agar target pertumbuhan 5 persen tercapai. Hal itu dilakukan melalui pemberian insentif untuk sektor properti dan lainnya.
Akan tetapi, hal tersebut mungkin cukup terancam eksistensinya apabila penggantinya tidak sejalan dengan Jokowi.
Selain itu, terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti status ekonomi Amerika Serikat (AS) dan suku bunga the Fed. Meski begitu, saat ini sudah ada tanda-tanda penurunan suku bunga yang akan diturunkan pada tahun depan.
"Saat ini sudah ada tanda-tanda soft landing mulai tercapai, jadi ada kemungkinan suku bunga diturunkan di awal tahun depan, dan mungkin sektor properti bisa mulai bangkit di kuartal II dan III,” kata dia.
Dengan demikian, sektor properti diyakini bisa kembali bangkit pada kuartal II dan III 2024.
Menelisik Tuah Pemilu untuk Sektor Properti
Sebelumnya diberitakan, gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak di Indonesia yang berlangsung tahun depan menjadi sentimen untuk beberapa sektor. Bukan rahasia, jika sektor konsumer menjadi yang paling panen dari pemilu.
Sektor lain yang juga bakal terimbas sentimen pemilu adalah properti. Investment Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, Della Agatha Linggar menjelaskan, sektor ini mulai resilien didukung permintaan dari konsumen end user. Yakni konsumen yang membeli properti atau hunian untuk ditempati sendiri.
"Kalau Pemilu orang-orang kan lebih hati-hati untuk investasi. Tapi karena market properti kita sendiri sekarang sudah 60 persen end-user, mereka sendiri yang akan pakai rumah, menurut saya itu masih akan lebih sustain karena mereka sudah tahu bahwa ini sebuah kebutuhan," kata Della dalam Money Buzz, Selasa (27/6/2023).
Sementara untuk konsumen yang memiliki orientasi untuk investasi, kemungkinan besar memilih wait and see siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya dan kebijakan apa yang akan diusung.
Advertisement
Sentimen Suku Bunga
Di sisi lain, suku bunga saat ini sudah relatif rendah, sehingga menjadi daya tarik untuk mempertimbangkan KPR. Secara garis besar, Della menilai sektor properti masih menarik pada sisa paruh kedua tahun ini. Sehingga menurut dia,developer perlu memasang siasat untuk menjaring konsumen dari kalangan end user dan home upgrader.
"Jadi bagaimana developer bisa mengcounter atau menyediakan demand sesuai dengan affordability first home buyer dan home upgrader. Sehingga kemungkinan seasonability ini masih akan berlanjut di semester II 2023," imbuh dia.
Sentimen Suku Bunga
Dari sisi sentimen suku bunga, Della mencatat suku bunga bank sentral saat ini secara historikal sudah berada pada posisi terendah. Sehingga mestinya dapat menjadi pertimbangan bagi yang ingin memiliki hunian dengan sistem cicil atau KPR. Rendahnya suku bunga juga menjadi berkah bagi perusahaan untuk melakukan deleveraging.
Di mana saat leverage tinggi namun suku bunga rendah, maka earning perusahaan bisa lebih baik. Sebab, usai property boom tahun 2012-2015, banyak perusahaan dan developer mencari pendanaan untuk melakukan akuisisi lahan baru atau land banking.