Liputan6.com, Jakarta Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan eksplorasi nanas sebagai obat kanker kolon.
Kanker kolon atau kolorektal adalah kanker yang menyerang usus besar dan rektum. Tingkat insidensi kanker ini menempati peringkat keempat dunia untuk semua jenis kanker.
Advertisement
Di Indonesia, menurut data Global Cancer Statistics (Globocan), kanker kolon menjadi salah satu kanker tertinggi kedua yang menyerang pria dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017 pada tahun 2018. Pengobatan kanker kolon saat ini masih bergantung pada keberhasilan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.
Melihat kondisi tersebut, lima mahasiswa UGM dari Fakultas Biologi mencoba mencari tahu soal khasiat nanas sebagai antikanker. Kelima mahasiswa itu adalah:
- Atikah Nurunnissa’
- Anisa Dewi Rahayu
- Latief Al Umami
- Ilma Tazkiya
- Dwi Ardiansyah Mustofa.
Kelimanya tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE).
Anisa menjelaskan bahwa nanas merupakan salah satu buah yang banyak ditemukan di Indonesia yang memiliki potensi untuk antikanker melalui pengambilan bonggol, kulit dan mahkota nanas.
“Negara kita berada pada nomor empat penghasil buah nanas terbesar di dunia. Pada bagian bonggol, kulit, dan mahkota nanas menyumbang 50 persen dari berat total buah nanas,” kata Anisa mengutip laman resmi UGM, Senin (1/1/2023).
Senyawa dalam Bonggol, Kulit, dan Mahkota Nanas
Anisa menambahkan, bagian bonggol, kulit, dan mahkota nanas mengandung senyawa yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai antikanker.
“Bagian tersebut mengandung senyawa golongan fenolik, terpenoid, serta enzim bromelain yang berpotensi sebagai antikanker,” Jela Anisa.
Lewat bimbingan Dosen Pendamping, Woro Anindito Sri Tunjung, S.Si., M.Sc., Ph.D., tim PKM-RE ini mengekstraksi bonggol, kulit, dan mahkota nanas untuk antikanker. Ekstraksi dilakukan lewat proses fermentasi untuk memecah senyawa kompleks menjadi senyawa turunan.
Untuk mempercepat proses fermentasi, Anisa dan rekannya menggunakan jamur Rhizopus oryzae sebagai starter fermentasi untuk meningkatkan nilai dan kandungan senyawa antikanker.
“Keberhasilan proses fermentasi, terbukti menghasilkan senyawa turunan antikanker yang lebih spesifik,” katanya.
Advertisement
Manfaat Enzim Nanas untuk Sembuhkan Luka Diabetes
Ini bukan kali pertama nanas dijadikan penelitian di perguruan tinggi. Pada 2013, staf pengajar di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Dr. Debie Dahlia juga sempat membahas manfaat nanas.
Doktor bidang ilmu keperawatan tersebut melakukan penelitian terkait pemanfaatan enzim nanas untuk membantu penyembuhan luka diabetes. Debie mengatakan, penelitiannya ini terkait dengan beberapa disiplin ilmu seperti kedokteran dan farmasi.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang timbul karena peningkatan kadar gula darah. Seseorang didiagnosis menderita diabetes jika kadar glukosa darahnya sama atau lebih tinggi dari 200mg/dl.
Peningkatan kadar glukosa yang berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi yang seringkali berupa luka kaki. Hal tersebut terjadi karena dalam aktivitas sehari-hari, kaki merupakan anggota tubuh yang sering digunakan.
Pengidap diabetes mengalami kerusakan sistem saraf tepi yang menyebabkannya tidak dapat merasakan rasa nyeri jika ada luka atau tekanan pada kakinya. Seiring dengan hal tersebut, berkurangnya massa otot juga dapat menyebabkan perubahan bentuk kaki.
Pengidap diabetes juga akan mengalami berkurangnya produksi keringat yang dapat menyebabkan kulit kering dan pecah-pecah.
Keunggulan Enzim Nanas
Enzim nanas mempunyai keunggulan karena kandungan anti-inflamasi yang dibutuhkan oleh pengidap diabetes yang mengalami gangguan di fase inflamasi dalam proses penyembuhan lukanya.
Pada penelitiannya, Debie melakukan percobaan kepada tikus yang dirangsang agar menderita diabetes. Tikus normal dibuat diabetes dengan menyuntiknya streptozotocin (STZ). Satu minggu setelah disuntikkan, baru diadakan pengobatan dengan enzim nanas.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa enzim nanas terbukti mampu mengobati luka diabetes dengan sempurna dalam waktu 12 hari.
“Di Indonesia, angka terjadinya amputasi akibat luka diabetes masih tinggi. Jika sudah didiagnosis diabetes, penyandang harus menjaga kadar gula daerahnya dengan diet rendah karbohidrat, rendah gula, dan olahraga,” kata Debie mengutip laman resmi UI.
Debie juga menyarankan agar pengidap diabetes menghindari diri dari luka.
“Karena jika sekali saja terjadi luka maka akan mudah terinfeksi, bakteri mudah masuk dan berkembang biak di daerah luka,” paparnya.
Hasil penelitian Debie merupakan sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan untuk menyembuhkan luka diabetes.
Advertisement