Menjelajahi Geopark Meratus: Dari Hutan Hujan, Tambang Intan, hingga Puncak Tahura Sultan Adam

Rute Selatan ini memiliki panjang rute sekitar 67,44 km dan memiliki 14 situs.

oleh Aslam Mahfuz diperbarui 02 Jan 2024, 05:00 WIB
Tangkapan layar Rute Selatan Geopark Meratus. (Liputan6.com/ist)

Liputan6.com, Banjarbaru Rute Selatan Geopark Meratus, merupakan bentangan kekayaan alam dan budaya yang berada di sisi Selatan pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan (Kalsel). Memiliki panjang rute sekitar 67,44 km dan memiliki 14 situs.

Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Meratus, Hanifah Dwi Nirwana menjabarkan Rute Selatan ini mengusung tema perjalanan adalah ‘Sebuah Kilau Perjalanan dari Hutan Hujan Tropis Menuju Intan’, yang memiliki arti hutan tropis memberi nyawa pada Meratus.

Ia menyebutkan susur rute ini melibatkan Kampung Purun berbagi karya seni, menawarkan pengobatan di Kampung Herbal, kemudian menjadi rumah bagi satwa liar dan Anggrek yang menawan. Pesanggrahan Belanda menjadi saksi bisu sejarah kolonial, dikelilingi pepohonan yang tumbuh di atas Batu Kulit Ular, dengan hamparan pemandangan bak lukisan.

“Dari sini kita melihat bagaimana sejarah bumi menciptakan Kemilau Intan, yang tak lekang dimakan zaman,” papar Hanifah Dwi Nirwana yang juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Prov Kalsel beberapa waktu lalu.

Berikut 14 situs-situ yang termasuk di Rute Selatan Geopark Meratus: Taman Hutan Hujan Tropika, Pembuatan Kerajinan Purun, Kampung Jamu dan Obat Tradisional, Museum Lambung Mangkurat, Pusat Informasi Geopark, Taman Konservasi Anggrek, Habituasi Satwa Endemik, Batu Kulit Ular, Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam, Pemandangan Puncak Tahura Sultan Adam, Masjid Bambu Kiram, Monumen Legenda Pangeran Suryanata, Penambangan Tradisional Intan Cempaka, dan Toko Sasirangan.


Situs Taman Hutan Hujan Tropika

Situs Taman Hutan Hujan Tropika Geopark Meratus di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Taman Hutan Hujan Tropika termasuk situ biologi dengan fungsi pendidikan, penelitian dan wisata alam. Berlokasi di Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, ini dapat ditempuh dari Kota Banjarbaru sekitar 6 km, tepatnya di Kawasan Perkantoran Provinsi Kalimantan Selatan.

Taman ini diresmikan pada tahun 2019, dahulunya bernama Miniatur Hutan Hujan Tropika, kemudian pada tahun 2020 berubah nama menjadi Taman Hutan Hujan Tropis Indonesia saat diresmikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.

Pembangunannya atas gagasan dari Pemerintah Kalimantan Selatan, sebagai bentuk konservasi pohon khas, khususnya Kalimantan Selatan yakni Ulin dan Meranti.

Sehingga untuk melihat pohon khas Kalsel tidak perlu ke hutan, lokasi ini merupakan awal dari perjalanan Rute Selatan “Sebuah Kilau Perjalanan Dari Hutan Hujan Tropis Menuju Intan”.


Situs Pembuatan Kerajinan Purun

Situs Pembuatan Kerajinan Purun Geopark Meratus di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Pembuatan Kerajinan Purun berlokasi di Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari Taman Hutan Hujan Tropis sekitar 7 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Situs ini masuk kategori nirbenda, dengan fungsi penelitian, pendidikan, dan wisata alam. Lokasinya berada di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 10 meter di atas permukaan laut.

Ini sangat cocok untuk habitat tanaman purun, karena tersusun atas litologi batupasir, kerikil, lanau, lempung dan lumpur, yang merupakan bagian Kelompok Aluvium berasal dari endapan sungai Martapura Purba.

Pada lokasi ini wisatawan selain dapat membeli produk berbahan dasar purun seperti tikar, tas, topi, dompet, sandal, sarung pot,dan lainnya, juga dapat melihat dan belajar proses pembuatannya secara tradisional.


Situs Kampung Jamu dan Obat Tradisional

Situs Kampung Jamu dan Obat Tradisional Geopark Meratus di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Kampung Jamu dan Obat Tradisional ini berlokasi di Kelurahan Loktabat Selatan, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pembuatan Kerajinan Purun sekitar 9 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi ini dikenal juga dengan sebutan Kampung Pejabat, yang merupakan singkatan dari Kampung Penjual Jamu dan Obat Tradisional Loktabat, dimana kampung ini didominasi pada aktivitas warga di sekitar sebagai pembuat jamu tradisional.

Kampung Jamu dan Obat Tradisional ini merupakan kampung tematik, masuk pada situs budaya dengan fungsi penelitian dan pendidikan. Diresmikan pada tahun 2017, di mana penggunaan konsep café jamu sebagai tempat untuk mengkonsumsi jamu tradisional.

Jamu yang dijual dapat dikonsumsi secara langsung (langsung diminum di tempat) atau dalam bentuk kemasan, serta produk lainnya, di mana bahan baku dari jamu tersebut dapat dengan mudah ditemukan di sekitar Kalsel, dan didukung oleh pengolahan secara tradisional.


Situs Museum Lambung Mangkurat

Situs Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Museum Lambung Mangkurat berlokasi di Kelurahan Komet, Kecamatan Banjarbaru Utara, Kota Banjarbaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari Kampung Jamu dan Obat Tradisional sekitar 4 km menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Penamaan museum yang memiliki luas sekitar 15,000 m2 ini didasarkan pada nama raja yang memerintah Kerajaan Negara Dipa di Hulu Sungai Utara sekitar tahun 1380-1387, yaitu Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat).

Museum yang mempunyai ciri khas bentuk bangunan Rumah Adat Banjar ini mempunyai beberapa koleksi antara lain geologi/geografi, biologi, etnografika, arkeologika, historika, numismatika/heraldika, filologi, keramologi, seni rupa dan teknologi, budaya pada masa hindu seperti patung dewa dan patung binatang, serta koleksi pada masa Kesultanan Banjar.

Ini termasuk situs infrastruktur dengan fungsi penelitian dan pendidikan. Museum ini telah mengalami beberapa kali perubahan sejak didirikan pertama kali pada tahun 1907 oleh pemerintahan Hindia Belanda dan telah diresmikan oleh Dr. Daoed Yoesoef selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1979 dengan nama Museum Lambung Mangkurat.


Situs Pusat Informasi Geopark

Situs Pusat Informasi Geopark Meratus di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Pusat Informasi Geopark berlokasi di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Museum Lambung Mangkurat sekitar 17 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi yang berada di dalam Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Mandiangin ini terdapat 3 bangunan, yaitu Pusat Informasi Geologi Meratus, Pusat Informasi Geopark Meratus (Geopark Center), dan GeoTheater, yang saling terintegrasi sehingga dapat memberikan informasi secara lengkap.

Situs ini memberikan sarana informasi terkait Geopark Meratus yang memiliki karakteristik situs infrastruktur serta berfungsi sebagai penelitian dan wisata alam.


Situs Taman Konservasi Anggrek

Situs Taman Konservasi Anggrek Geopark Meratus di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Rumah Konservasi Anggrek, juga berlokasi di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pusat Informasi Geopark hanya sekitar 40 meter dengan berjalan kaki.

Lokasi yang mempunyai luas sekitar 1.5 hektar telah berdiri sejak Tahun 2011 yang difungsikan sebagai situs biologi, tempat persemaian dan sejak Tahun 2019 dan telah dikembangkan menjadi Rumah Konservasi Anggrek.

Taman ini terdiri dari rumah persemaian, rumah aklimatisasi, rumah perawatan, rumah display dan taman. Rumah Konservasi Anggrek ini juga telah mempunyai sekitar 110 jenis anggrek, terdiri dari 58 jenis anggrek spesies asli, 52 jenis anggrek yang berasal dari luar wilayah Tahura Sultan Adam Mandiangin dan pemberian dari pihak ketiga.


Situs Habituasi Satwa Endemik

Situs Habituasi Satwa Endemik Geopark Meratus di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Habituasi Binatang Endemik berlokasi habitat di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pusat Informasi Geopark sekitar 111 meter dengan berjalan kaki.

Lokasi yang mempunyai luas sekitar 1.5 hektar telah berdiri sejak tahun 2012, merupakan suatu upaya pelestarian/konservasi dengan cara melakukan penangkaran dan konservasi hewan endemik yang ada di Tahura Sultan Adam Mandiangin.

Pelestarian ini agar tidak punah dan dapat berkembang biak, serta dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat umum yang mengunjungi lokasi ini tentang hewan endemik Kalimantan Selatan, ini juga termasuk sebagai situs biologi dengan fungsi penelitian, pendidikan, dan wisata alam.

Pada lokasi ini mempunyai beberapa spesies hewan yang berasal pemberian Istana Bogor, Penangkaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor, titipan dari BKSDA, maupun usaha konservasi Tahura sendiri, antara lain beruang madu, binturung, buaya, rusa timor, Owa, rusa totol dan rusa sambar.


Situs Batu Kulit Ular

Situs Batu Kulit Ular Geopark Meratus di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Batu Kulit Ular (Serpentinit) berlokasi di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pusat Informasi Geopark sekitar 6 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasinya berada pada ketinggian sekitar 400-600 meter di atas permukaan laut, tersusun atas batuan serpentinit yang merupakan bagian dari Kelompok Batuan Ultrabasa yang berumur 180-152 juta tahun yang lalu (Jura Tengah).

Warna batuan serpentinit di lokasi ini didominasi dengan warna hijau keabu abuan, sehingga terlihat seperti kulit ular dan sebagai dasar penamaan lokasi ini.

Pada kurun waktu Jura Tengah masih terjadi proses penunjaman Kerak Benua Paternoster terhadap Sundaland dan mendekatnya kedua kerak benua tersebut sehingga terjadi Pre-Kolisi terhadap Mikrokontinen Paternoster oleh Blok Sulawesi Selatan yang menyebabkan mulai berhentinya kegiatan vulkanisme Pegunungan Schwaner.

Karakteristik lokasi ini yakni situs geologi dengan fungsi penelitian, pendidikan, dan wisata alam.


Situs Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam

Situs Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam berlokasi di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Batu Kulit Ular (Serpentinit) sekitar 25 meter dengan berjalan kaki.

Lokasi yang berada pada ketinggian sekitar 400-600 meter di atas permukaan laut tersusun atas batuan serpentinit yang berumur 180-152 juta tahun yang lalu (Jura Tengah).

Pesanggrahan ini diresmikan sejak tanggal 26 Februari 1939 oleh Gouverneur van Borneo Dr. Bauke Jan (BJ.) Haga ini diperuntukan sebagai tempat peristirahatan Ambtenaar (pejabat) Belanda, di mana arsitek yang membangun lokasi ini adalah AW. Rynders.

Ia tercatat sebagai arsitektur di wilayah Zuid en Oost Borneo. Sejak tahun 1943, setelah Jepang menguasai Kalimantan, pesanggrahan ini tidak digunakan lagi, dan saat ini telah direnovasi, serta dapat dipakai sebagai tempat wisata, pertemuan keluarga atau menginap sekalipun, tentu dengan fasilitas memadai.


Situs Pemandangan Puncak Tahura Sultan Adam

Situs Pemandangan Tahura Sultan Adam di Banjar. (Liputan6.com/ist)

Pemandangan Puncak Tahura Sultan Adam berlokasi di Desa Mandiangin, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pesanggrahan Belanda Mandiangin Tahura Sultan Adam sekitar 1.2 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi yang berada pada ketinggian sekitar 350 meter di atas permukaan laut tersusun atas batuan serpentinit yang merupakan bagian dari Kelompok Batuan Ultrabasa yang berumur 180-152 juta tahun yang lalu (Jura Tengah). Di mana kejadian bumi (geologi) pada kurun tersebut masih terjadi proses penunjaman Kerak Benua Paternoster terhadap Sundaland dan mendekatnya kedua kerak benua.

Kemudian terjadi PreKolisi terhadap Mikrokontinen Paternoster oleh Blok Sulawesi Selatan yang menyebabkan mulai berhentinya kegiatan vulkanisme Pegunungan Schwaner.

Pada lokasi ini, pengunjung dapat melihat hamparan perbukitan di kawasan Pegunungan Meratus bagian Selatan, seperti Perbukitan Awang Bangkal, Gunung Kahung, Danau Riam Kanan, serta Sungai Martapura. Pada lokasi ini juga pengunjung dapat melihat matahari terbit dan tenggelam.


Situs Masjid Bambu Kiram

Situs Masjid Bambu di Kiram Kabupaten Banjar. (Liputan6.com/ist)

Masjid Bambu ini berlokasi di Desa Kiram, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Pusat Informasi Geopark sekitar 9 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Bangunan masjid memiliki luas tanah sekitar 9,447 m2, ini dibangun pada 14 Agustus 2020. Masjid Bambu Kiram juga dikenal dengan nama Masjid Bambu KH Abdul Qadir Hasan, nama masjid ini diambil dari nama salah satu tokoh ulama Martapura yaitu KH Abdul Qadir Hasan, murid dari KH Asy'ari (salah satu tokoh Nahdlatul Ulama Provinsi Kalimantan Selatan).

Perpaduan antara kekayaan alam dan budaya sangat terlihat di masjid ini, unsur budaya Balanting Bambu menjadi konsep utama dalam bentuk bangunan, yang memadukan konsep bangunan masjid pertama di Kalsel yaitu Masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin.

Karena bangunan yang didominasi berbahan bambu maka dikenal oleh masyarakat luas sebagai Masjid Bambu. Masjid ini masuk kategori situs nirbenda dengan fungsi penelitian, pendidikan, dan wisata alam.

 


Situs Monumen Legenda Pangeran Suryanata

Situs Monumen Legenda Pangeran Suryanata di Kabupaten Banjar. (Liputan6.com/ist)

Monumen Legenda Pangeran Suryanata ini berlokasi di Desa Kiram, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Lokasi ini dapat ditempuh dari Masjid Bambu Kiram sekitar 4 km dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi yang tersusun batuan piroksenit merupakan bagian dari Kelompok Batuan Ultrabasa berumur 180-152 juta tahun yang lalu (Jura Tengah), ini terdapat bukit yang oleh masyarakat sekitar dinamakan dengan nama Bukit Pamaton atau Pamatuan, dimana pada lokasi ini merupakan tempat bersejarah dan dianggap sakral bagi masyarakat Banjar.

Masyarakat percaya jika ini merupakan pintu masuk ke dunia gaib yang diberi nama Pintu Gerbang Kerajaan Pamaton (Kerajaan Gaib) yang diperintah oleh Maharaja Suryanata dan Putri Junjung Buih.

Bukit Pamaton disebut sebagai tanda batas wilayah Kesultanan Banjar dan wilayah kekuasaan Belanda dalam kontrak perjanjian tanggal 4 Mei 1826, serta pada lokasi ini juga dijadikan sebagai tempat basis perjuangan, benteng perlawanan dan tempat pertempuran melawan kolonial Belanda.

Sehingga pada bulan Muharram 1433 Hijriah atau sekitar tahun 2011 Masehi, dibuatkan prasasti oleh Raja Muda Khairul Saleh yang dapat menjadi media informasi bagi pengunjung. Monumen ini juga sebagai situs nirbenda.

 


Situs Penambangan Tradisional Intan Cempaka

Situs Penambangan Tradisional Intan Cempaka di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Penambangan Tradisional Intan Cempaka berlokasi di Kelurahan Bangkal, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari Monumen Legenda Pangeran Suryanata sekitar 12 km atau sekitar 9 km dari Kota Banjarbaru dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi yang berada di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 10 meter di atas permukaan laut ini tersusun atas endapan aluvial seperti batu pasir, kerikil, lanau, lempung, lumpur, serta pembawa intan dan emas, yang merupakan bagian Kelompok Aluvium berasal dari endapan sungai Martapura Purba.

Proses kejadian buminya (geologi) dipengaruhi oleh hasil dari proses pengangkatan Pegunungan Meratus pada 5-1 juta tahun yang lalu (Plio-Plistosen).

Perpaduan antara kebudayaan lokal dan aktivitas penambangan yang dilakukan secara tradisional menjadi daya tarik utama, seperti adanya proses ritual sebelum dan sesudah mendapatkan intan, serta melakukan beberapa pantangan ketika beraktifitas baik perilaku maupun tutur kata/ucapan, seperti penggunaan kata Galuh (Bahasa Banjar) untuk menggantikan kata Intan.

Proses penambangan di kawasan ini telah dilakukan sejak tahun 600 Masehi sampai saat ini, di mana pada 26 Agustus 1975 telah ditemukan intan dengan berat mencapai 166.7 karat dan diberi nama Intan Trisakti oleh Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno, serta pada tahun 1998 juga ditemukan intan dengan berat mencapai 200 karat yang diberi nama Putri Malu.


Situs Toko Sasirangan

Situs Toko (produksi) Sasirangan di Banjarbaru. (Liputan6.com/ist)

Toko Sasirangan berlokasi di Kelurahan Bangkal, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru. Lokasi ini dapat ditempuh dari Penambangan Tradisional Intan Cempaka sekitar 3 km atau sekitar 8 km dari Kota Banjarbaru dengan menggunakan kendaraan roda dua/empat.

Lokasi ini merupakan tempat pembuatan kain sasirangan dengan menggunakan pewarna alami, dimana pada awalnya bahan baku yang digunakan membuat kain berupa serat kapas dan seiring berjalan waktu beberapa bahan lain juga digunakan seperti satung, balacu, kaci, king, satin, polyester, rayon dan sutra.

Ciri khas kain sasirangan adalah rangkaian motif yang pada umumnya tersusun komposisinya secara vertikal, dengan beraneka warna dasar yang ditimbulkan karena teknik pewarnaan. Pengrajin yang membuat kain sasirangan di lokasi ini didominasi oleh penduduk sekitar yang telah mendapatkan pelatihan, baik oleh pemilik maupun keahlian yang didapatkan dari orang tua.

Di lokasi ini pengunjung bukan hanya dapat membeli kain sasirangan, baik berupa bahan baku (lembar kain) juga bisa dalam bentuk produk jadi seperti baju.

Lokasi ini sebagai situs ekonomi sosial, sekaligus akhir dari perjalanan Rute Selatan “Sebuah Kilau Perjalanan Dari Hutan Tropis Menuju Intan”.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya