Kiamat Jadi Hari Raya yang Menyenangkan Bagi Golongan Ini, Kata Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Kejadian spektakuler yang wajib kita imani ini tak luput dari perhatian para ulama. Salah satu ialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jan 2024, 12:30 WIB
Seorang umat Muslim berdoa di dalam kuil Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selama bulan suci Ramadhan di Srinagar (11/4/2022). Kuil bersejarah ini pernah dihadiri puluhan ribu umat Islam. (AFP/Tausef Mustafa)

Liputan6.com, Ciacap - Jagad semesta yang sangat besar ini tidak selamanya kekal atau abadi. Suatu ketika, jikalau Allah SWT sudah berkehendak maka hancurlah seluruh alam semesta ini. Peristiwa hancurnya jagad semesta ini disebut dengan hari kiamat.

Tiupan terompet atau sangkakala oleh Malaikat Israfil ini menyebabkan kiamat. Tak ada satupun makhluk di dunia ini yang mampu mencegahnya dari peristiwa dahsyat dan mengerikan ini.

Kejadian spektakuler yang wajib kita imani ini tak luput dari perhatian para ulama. Salah satu ialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Ulama yang memperoleh julukan sultanul awliya atau rajanya para wali ini justru menyebutkan bahwa hari kiamat ini bagi sebagian golongan merupakan hari raya yang menyenangkan. Lantas apa sebabnya beliau berpendapat demikian?

 


Kiamat Merupakan Hari Raya

Ilustrasi asteroid mendekati Bumi. (Via: telegraph.co.uk)

Meskipun mengerikan, bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa hari ini bukan hari yang manakutkan. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan bahwa karena keniscayaan terjadinya, maka kiamat ini harus selalu ada dalam hati dan pikiran setiap orang.

"Buatlah hari kiamat tersebut terjadi di dalam dirimu, sebelum benar-benar terjadi," tulis Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab Jala’ Al-Khathir.

Syaikh Abdul Qadir, berpendapat bahwa bagi sebagian kaum hari kiamat ini merupakan hari kebangkitan kebahagiaan sekaligus juga hari mengerikan sebagian yang lain.

Hari ini juga menjadi hari raya bagi sebagian kaum dan menjadi hari penyesalan bagian sebagian yang lainnya.

Menurutnya di hari itu nyata tampak seluruh amalan-amalan mereka dan cahaya pada wajah-wajah mereka. Salah satu golongan orang yang beruntung di hari kiamat menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani di antaranya ialah para syuhada.

Menurut beliau, ruh para syuhada dan orang-orang yang beriman ini berada di dalam sangkar burung-burung hijau yang berkicau di surga dan terbang menuju ke sorot lampu di bawah arsy, kemudian dia akan datang menemui jasadnya lagi ketika peniupan ruh yang kedua ke bumi untuk klarifikasi dan penghitungan amal pada hari kiamat.


Riwayat Hidupnya

Seorang umat Muslim berdoa di dalam kuil Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selama bulan suci Ramadhan di Srinagar (11/4/2022). Kuil berusia 200 tahun tersebut dibangun sebagai tanda penghormatan terhadapnya Syekh Abdul Qadir Jailani. (AFP/Tausef Mustafa)

Menukil Republika.co.id, nama lengkapnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani ialah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani.

Ia lahir di Desa Nif atau Naif, termasuk wilayah distrik Jailan. Daerah itu disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil. Lokasinya masih dalam area budaya Kurdistan, persisnya sekitar 150 kilometer sebelah timur laut Baghdad, Irak.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani pertama kalinya menghirup udara dunia pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Ia wafat di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/1166 M.

Kebanyakan manakib (biografi) tokoh sufi ini penuh dengan fiksi, tanpa mendasarkan pada fakta-fakta sejarah. Padahal, ulama ini merupakan tokoh sejarah yang cukup besar dalam wacana pemikiran Islam, terutama sejarah tasawuf. Sehingga, para ulama banyak mengungkapkan bahwa Syekh Abdul Qadir merupakan mujtahid abad ke-14.

Menurut Walter Braune dalam bukunya, Die 'Futuh al-Ghaib' des Abdul Qodir (Berlin & Leipzig, 1933), ia adalah wali yang paling terkenal di dunia Islam. Sedangkan, penulis Muslim Jerman, Mehmed Ali Aini (Un Grand Saint del Islam: Abd al-Kadir Guilani, Paris, 1967), menyebut al-Jailani sebagai orang suci terbesar di dunia Islam.

Ia lahir sebagai anak yatim (di mana ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan) di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Ayahnya, al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW.

Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma'i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.


Keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Umat Muslim membaca Alquran di dalam kuil Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selama bulan suci Ramadhan di Srinagar (11/4/2022). Kuil bersejarah ini pernah dihadiri puluhan ribu umat Islam. (AFP/Tausef Mustafa)

Keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, ketika mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sangat rawan untuk melahirkan. Bahkan, ketika dilahirkan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mau menyusu sejak terbit fajar hingga Maghrib.

Namun, kebesaran Syekh Abdul Qadir al-Jailani bukan semata-mata karena faktor nasab dan karamahnya. Ia termasuk pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur, dan berbakti kepada orang tua.

Selain itu, kemasyhuran namanya karena kepandaiannya dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fikih dan ushul fikih. Kendati menguasasi Mazhab Hanafi, ia pernah menjadi mufti Mazhab Syafi'i di Baghdad.

Di samping itu, ia juga dikenal sangat alim dan wara. Hal ini berkaitan dengan ajaran sufi yang dipelajarinya. Ia suka tirakat, melakukan riyadhah dan mujahadah melawan hawa nafsu.

Selain penguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran Tarekat Qadiriyah. Al-Jailani dikenal juga sebagai orang yang memberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki 'Muhyidin' (penghidup agama) di depan namanya.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya