Liputan6.com, Jakarta - Raksasa logistik Maersk kembali menghentikan semua pelayaran melalui Laut Merah, setelah kelompok militan Houthi menyerang kapal kontainernya pada Minggu 31 Desember 2023.
Melansir Channel News Asia, Selasa (2/1/2024) semua awak kru Maersk Hangzhou selamat dan tidak ada indikasi kebakaran di atas kapal menyusul serangan Houthi. Kapal Maersk juga sepenuhnya dapat bermanuver dan melanjutkan perjalanannya ke utara menuju Port Suez.
Advertisement
Juru bicara Houthi mengatakan, kelompok mereka melakukan serangan karena awak kapal menolak mengindahkan seruan peringatan. Dia juga menyebut 10 personel Houthi tewas dan hilang setelah kapal mereka diserang oleh pasukan Amerika Serikat (AS) di Laut Merah.
Komando Pusat AS (CENTCOM) dalam keterangannya mengakui bahwa helikopternya telah menenggelamkan 3 dari 4 kapal setelah menanggapi panggilan darurat, dan kapal keempat berhasil melarikan diri.
"Kami telah menjelaskan secara terbuka kepada Houthi, kami telah menjelaskan secara pribadi kepada sekutu dan mitra kami di kawasan, bahwa kami menanggapi ancaman ini dengan serius,” kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby dalam sebuah wawancara dengan CNBC.
Maersk, salah satu pengirim kargo terbesar di dunia, mengatakan pada hari Minggu bahwa pihaknya akan menunda semua transit melalui wilayah tersebut selama 48 jam, setelah Maersk Hangzhou dihantam oleh rudal sekitar pukul 17.30 waktu setempat pada hari Sabtu, 55 mil laut barat daya Al Hodeidah, Yaman.
Sementara itu, Maersk Hangzhou berbendera Singapura dengan kapasitas mengangkut 14.000 kontainer sedang dalam perjalanan dari Singapura.
Upaya Pengamanan oleh AS
Sebagai informasi, Laut Merah merupakan pintu masuk bagi kapal-kapal yang menggunakan Terusan Suez, yang menangani sekitar 12 persen perdagangan global dan penting bagi pergerakan barang antara Asia dan Eropa.
Sebelumnya, pada 19 Desember lalu AS meluncurkan Operation Prosperity Guardian dan mengatakan lebih dari 20 negara telah setuju untuk berpartisipasi dalam upaya melindungi kapal-kapal mereka di perairan tersebut.
Sebagai tanggapan, Maersk mengatakan pada 24 Desember bahwa pihaknya akan melanjutkan pelayaran melalui Laut Merah.
Namun, serangan terus berlanjut dan sekutu AS enggan berkomitmen pada koalisi, dan hampir setengahnya tidak menyatakan kehadiran secara terbuka.
Kemudian pada hari Minggu, kapal yang sama diserang oleh militan Houthi dengan empat perahu kecil.
Upaya penyerang untuk menaiki kapal tersebut berhasil dicegah setelah tim keamanan dan helikopter dari USS Eisenhower dan USS Gravely, yang menanggapi panggilan darurat, membalas tembakan, menurut pernyataan Maersk dan CENTCOM.
Helikopter tersebut menenggelamkan tiga kapal militan, namun tidak ada yang selamat, sementara kapal keempat melarikan diri dari daerah tersebut, kata CENTCOM dalam pernyataannya.
Advertisement
Khawatirkan Keamanan di Laut Merah, Perusahaan Pelayaran Terbesar Dunia Alihkan Rute
Salah satu perusahaan pelayaran logistik terbesar di dunia, Hapag-Lloyd mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan melanjutkan operasional di Terusan Suez, meskipun ada operasi militer internasional untuk menjaga keamanan wilayah tersebut.
Seperti diketahui, pemberhentian operasional perusahaan logistik global terjadi setelah serangan kelompok militan Houthi yang menargetkan kapal-kapal kargo di Laut Merah.
Beberapa perusahaan telah berhenti menggunakan rute tersebut setelah terjadinya serangan.
Dikutip dari BBC, Kamis (28/12/2023) Hapag-Lloyd dari Jerman mengatakan mereka menganggap perjalanan melalui salah satu rute perdagangan paling populer di dunia masih "terlalu berbahaya", dan mereka akan terus mengubah rute kapal-kapalnya melalui Tanjung Harapan.
Diketahui, Hapag-Llyod dikenal sebagai perusahaan pelayaran terbesar kelima di dunia berdasarkan kapasitas.
Seorang juru bicara menambahkan bahwa mereka akan meninjau keputusannya pada Jumat besok (29/12).
Hapag-Lloyd mengungkapkan bahwa 25 kapalnya menghadapi pengalihan.
Lamanya penundaan yang dihadapi kapal dalam mencapai tujuannya bervariasi, mulai dari 18 hari bagi kapal yang menuju atau dari Mediterania timur, hingga 10-14 hari bagi mereka yang melakukan perjalanan ke atau dari Eropa Utara, dan 7 hari untuk perjalanan pantai timur AS.
Sementara itu, perusahaan pelayaran asal Denmark, Maersk telah mengumumkan akan melanjutkan operasionalnya di Laut Merah.
Pengumuman Hapag-Lloyd muncul sehari setelah Perusahaan Pengiriman Mediterania (MSC) mengatakan bahwa salah satu kapal kontainernya diserang saat transit di Laut Merah bagian selatan dalam perjalanan ke Pakistan dari Arab Saudi.
Sebagai informasi, Terusan Suez berlokasi di sebelah utara Laut Merah, jalur ini menjadikan rute tersebut sebagai salah satu rute terpenting di dunia untuk pengiriman barang konsumsi, minyak, dan gas alam cair.
Rute alternatif, di sekitar Tanjung Harapan, menambah jarak perjalanan sekitar 3.500 mil laut - menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan barang yang diangkut melalui Terusan Suez, dan kenaikan harga untuk menutupi biaya transportasi yang lebih tinggi.
Pemerintah Harus Waspadai Krisis Logistik di Laut Merah
Serangan kelompok militan Houthi di Laut Merah menimbulkan kekhawatiran keamanan terhadap kapal-kapal pembawa logistik besar, yang secara kolektif mewakili sekitar 60 persen perdagangan global.
Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah memindahkan rute dan menghentikan layanan mereka di Laut Merah.
MSC, Maersk, Hapag Lloyd, CMA CGM, Yang Ming Marine Transport dan Evergreen semuanya mengatakan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan di Laut Merah untuk menjamin keselamatan pelaut dan kapal mereka.
Sejauh ini, perusahaan logistik telah memindahkan kargo senilai lebih dari USD 30 miliar atau Rp. 465,2 triliun dari Laut Merah, imbas ancaman serangan dari militan Houthi.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa masyarakat dunia, termasuk Indonesia untuk tidak meremehkan dampak krisis logistik di Laut Merah, meski sasaran Houthi adalah kapal kargo negara barat.
"Dunia saat ini sedang alami fragmentasi rantai pasok, ditambah gangguan logistik yang terjadi adalah delay pengiriman yang merugikan banyak pihak," kata Bhima kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (20/12/2023).
Bhima pun menyerukan agar Pemerintah Indonesia waspada dan memantau terus situasi di Laut Merah, juga mengantisipasi jika situasi memburuk.
"Kalau sampai kargo komoditas seperti minyak yang diserang bisa saja harga energi meningkat drastis, dan mempengaruhi subsidi energi di Indonesia," jelasnya.
Advertisement