Ekonom Ramal Inflasi 2024 Bakal Moderat

Tingkat inflasi diperkirakan akan menunjukkan peningkatan yang moderat dari perkiraan 2,81 perseb pada akhir 2023 menjadi 3,17 persen pada akhir 2024.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Jan 2024, 10:45 WIB
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memproyeksikan pada tahun 2024 kenaikan inflasi akan bersifat moderat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memproyeksikan pada tahun 2024 kenaikan inflasi akan bersifat moderat.

"Kami memperkirakan kenaikan inflasi yang moderat pada tahun 2024," kata Josua di Jakarta, Selasa (2/1/2024).

Josua mengatakan, proyeksi inflasi di tahun mendatang akan berada dalam kisaran target yang baru ditetapkan sebesar 1,5 - 3,5 persen.

Ia juga mengingatkan agar semua pihak tetap berhati-hati terhadap potensi dampak El Nino yang berkepanjangan, dan penerapan cukai untuk plastik dan minuman kemasan berpemanis.

Menurut perkiraannya, tingkat inflasi diperkirakan akan menunjukkan peningkatan yang moderat dari perkiraan 2,81 perseb pada akhir 2023 menjadi 3,17 persen pada akhir 2024.

"Meskipun ada kenaikan, angka yang diperkirakan masih berada dalam kisaran target, sehingga memberikan ruang bagi BI untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan, terutama pada paruh kedua tahun 2024," ujarnya.

Sebelumnya, ia memprediksi inflasi bulanan untuk Desember 2023 berkisar sebesar 0,60 persen secara bulanan (month to month), meningkat signifikan dari 0,38 persen dibandingkan November 2023.

Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan musiman selama liburan Natal dan Tahun Baru.

"Dalam keranjang IHK, komoditas seperti makanan dan minuman terlihat mengalami kenaikan harga, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap inflasi Desember 2023," pungkasnya.


BPS Bakal Rilis Tingkat Inflasi per 38 Provinsi Mulai 2024

Perbandingan peningkatan produksi beras dengan konsumsi menjadi salah satu faktor penyebab makanan pokok tersebut masih menyumbang inflasi Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pemutakhiran data usai merampungkan survei biaya hidup (SBH) Tahun 2022. Salah satu capaiannya adalah cakupan penghitungan inflasi yang lebih luas, hingga ke 38 provinsi.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan saat ini BPS menghitung tingkat inflasi mengacu pada sebaran di 34 provinsi. Setelah hadirnya SBH 2022, penghitungan inflasi akan diperluas ke 38 provinsi menyusul adanya provinsi baru di Pulau Papua. Rencananya, hal ini mulai diterapkan pada 2024.

”Dengan SBH 2022 ini sekaligus tahun depan kami pastikan BPS bisa menyampaikan data inflasi provinsi yang jumlahnya sesuai saat ini, bukan lagi 34 provinsi tapi mencakup 38 provinsi sesuai kondisi atau fakta yang kita miliki saat ini,” kata Amalia dalam Sosialisasi SBH 2022, di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (12/12/2023).


Indeks Harga Konsumen

Lebih lanjut, Pudji merinci, untuk komponen inti mengalami inflasi tahunan sebesar 2,43 persen. Komponen inti ini memberikan andil terbesar terhadap inflasi tahunan yaitu sebesar 1,57 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Amalia menuturkan, SBH 2022 akan jadi acuan dalam penentuan Indeks Harga Konsumen (IHK). Sebelumnya, penentuan IHK dilakukan pada level nasional dan kabupaten/kota.

“Pemutakhiran IHK berbeda dari tahun dasar sebelumnya. Jika sebelumnya dilakukan level nasional dan kabupten/kota, maka IHK 2022 ini akan kami di level provinsi 38 provinsi sehinga nanti ada inflasi provinsi,” ungkapnya.

Perlu diketahui, dalam SBH 2022 wilayah cakupan survei ditambah menjadi 150 kabupaten/kota. Kemudian, ini juga menyasar ke 240 ribu sampel rumah tangga. Pada sisi komoditas yang tercakup dalam penghitungan IHK menjadi 847 komoditas.

“Ini menggambarkan, men-capture lebih baik dalam menangkap pola konsumsi masyarakat akibat perubahan teknologi, tren, perilaku, pendapatan, selera dan perubahan lainnya,” ucap Amalia.

Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya