PAN Tolak Penundaan Pemberian Bansos, Minta Jangan Ada Prasangka Buruk

Ketua DPP PAN, Zita Anjani angkat bicara mengenai usulan penundaan bantuan sosial selama masa kampanye pemilu 2024, Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan sikapnya untuk tetap melanjutkan penyaluran bansos, BLT El Nino, dan penyerahan sertifikat tanah sesuai jadwal.

oleh Elza Hayarana Sahira diperbarui 02 Jan 2024, 21:17 WIB
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Zita Anjani (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPP PAN, Zita Anjani angkat bicara mengenai usulan penundaan bantuan sosial selama masa kampanye pemilu 2024.

Pihaknya menegaskan sikapnya untuk tetap melanjutkan penyaluran bansos, BLT El Nino, dan penyerahan sertifikat tanah sesuai jadwal.

Usulan penundaan ini awalnya muncul dari Tim Pemenangan Nasional salah satu pasangan calon, yang mengkhawatirkan penyaluran bansos menjadi sarana politisasi.

Zita pun menekankan pentingnya menjaga agar masyarakat tidak terlibat dalam agenda politik pasangan calon.

Pemilu, menurutnya, harus tetap menjadi pesta demokrasi yang membawa kegembiraan bagi rakyat.

“Prasangka ini justru menghambat bansos untuk masyarakat. Padahal, bansos dan BLT El Nino sangat dibutuhkan masyarakat saat ini. Oleh karena itu, PAN tegas meminta bansos tetap dilanjutkan sesuai jadwal,” ungkap Zita dalam keterangan tertulis, Selasa (2/1/2024).

Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas), yang mengatakan, di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok, BLT El Nino harus dipertahankan.

“Karena harga naik, maka ada bantuan BLT El Nino, bansos, kemudian BLT biasa. Jadi ini harus dilanjutkan, diteruskan, karena rakyat sangat membutuhkan," ucap Zulhas, Sabtu (30/12/2023).

Disebutkan, PAN juga berkomitmen untuk terus mendengarkan aspirasi rakyat, khususnya terkait dengan masalah ekonomi.

Ke depannya, partai ini akan mendorong peningkatan jumlah dan cakupan bantuan bagi masyarakat.


Bansos Mutlak Diperlukan, Pakar Ekonomi Sarankan Pemerintah Tambah Nilainya

Masyarakat Indonesia tidak asing lagi dengan yang namanya bantuan sosial atau bansos. Dari satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan, bantuan sosial tetap ada, dengan penamaan dan jenis yang berbeda-beda.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto, menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) merupakan kebijakan mutlak yang harus negara sediakan kepada rakyatnya. Bahkan, dia menyarankan supaya pemerintah menambah alokasi anggaran bansos, dengan catatan ada strategi distribusi dan pengentasan kemiskinan yang lebih terstruktur. 

Teguh menuturkan, pemberian bansos bukan kebijakan yang identik dengan negara berkembang. Pasalnya, banyak negara maju yang menjadikan bansos sebagai strategi perlindungan sosial. 

“Bansos tetap diperlukan karena itu bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat kelompok bawah. Kalau itu dihilangkan, justru akan berbahaya, karena menyangkut nasib banyak orang. Jadi, perdebatannya bukan pada dibutuhkan atau tidak, tapi perlu ada perbaikan dari sisi penerimaan dan strateginya harus lebih clear,” kata Teguh pada Kamis (21/12/2023). 

“Di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang, bansos pun masih ada. Malah lebih komprehensif. Semua negara di dunia pasti punya bansos,” tambahnya. 


Strategi Pemberiannya

Teguh, yang menggeluti studi ekonomi pembangunan ini mengusulkan dua strategi supaya pemberian bansos lebih efektif di Indonesia.  Pertama, pemerintah harus memiliki strategi graduasi atau memikirkan bagaimana para penerima bansos bisa naik kelas. 

Terkait strategi pertama, Teguh menyoroti dua jenis bantuan yang telah disediakan pemerintah, yaitu bantuan yang sifatnya untuk bertahan hidup seperti bantuan langsung tunai (BLT) atau pemberian sembako, serta bantuan yang sifatnya produktif seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). 

“Dari sisi penerima, perlu dipertegas supaya bagaimana orang yang menerima bansos bisa naik kelas. Mereka harus dibantu supaya tidak menerima bansos lagi. Itu yang harus clear. Untuk bantuan yang produktif, seperti KIP untuk masa depan atau KIS, itu nilainya masih kurang,” ujar alumni S3 Nagoya University.

Adapun strategi kedua adalah pemberian bantuan berbasis kebutuhan. Strategi inilah yang sudah diterapkan di banyak negara maju, yang memungkinkan masyarakat menerima bansos setelah mendaftarkan diri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya