PDIP Berharap Kekerasan Terhadap Pendukung Ganjar-Mahfud Dijadikan Pelajaran

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyepakati apa yang disampaikan Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Jenderal (Purn) Andika Perkasa terkait kekerasan pendukungnya oleh oknum TNI di Boyolali, Jawa Tengah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 02 Jan 2024, 22:00 WIB
Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyambangi RSUD Pandan Arang Boyolali, Jawa Tengah pada Minggu (31/12/2023). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi).

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyepakati apa yang disampaikan Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Jenderal (Purn) Andika Perkasa terkait kekerasan pendukungnya oleh oknum TNI di Boyolali, Jawa Tengah.

Dimana sebelumnya, Andika tak sepakat jika disebut ada kesalahpahaman, melainkan menduga memang ada penyerangan berdasarkan video yang beredar.

“Apa yang disampaikan oleh Pak Andika Perkasa itu sudah senafas dengan kami, karena kita melihat kebenaran pasti akan terungkap. Bagaimana ada kekhawatiran yang berlebihan dari mereka yang mendukung Pak Prabowo terhadap pasangan Pak Ganjar-Prof Mahfud MD,” kata Hasto dalam konferensi pers sambut tahun 2024 di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Selasa (2/1/2024).

Sekretaris TKN Ganjar-Mahfud ini mengutuk apa yang terjadi di Boyolali dan kekerasan terhadap Relawan Pejuang Demokrasi (Repdem) Muhandi Mawanto.

“Inilah yang kami kutuk. Demokrasi itu harus didasarkan pada nilai-nilai yang baik. Tidak bisa demokrasi didasarkan pada nilai-nilai etik ndasmu,tidak bisa. Tetapi harus didasarkan pada kebenaran di dalam nurani itu,” ungkap Hasto.

Dia pun melihat sisi kemanusiaan dari sosok Ganjar Pranowo yang ditemani istrinya Siti Atikoh untuk menengok relawannya yang mengalami kekerasan tersebut. Hasto pun berharap, tak ada kejadian serupa terlebih di Pemilu 2024 ini.

“Kami berharap hal itu menjadi pelajaran kita yang terbaik. Tidak boleh terjadi lagi aparat TNI-Polri, dan aparat Presiden. Negara harus, harus, haruslah netral, terlebih Panglima TNI dan Kapolri juga sudah menandatangani deklarasi damai pakta integritas terhadap satu kesatuan antara pernyataan dan perbuatan,” ungkap Hasto.

“Ini yang kami harapkan, sehingga dengan rekam jejak sejarah TNI dan Polri yang luar biasa, kami percaya sebagai institusi akan netral, hanya ada oknum-oknum yang memiliki loyalitas buta,” sambungnya.

 


Usut Secara Transparan

Sementara, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi PDIP, Paskaria Tombi mengatakan, untuk kasus di Boyolali pelakunya telah ditahan. Sehingga meminta proses hukumnya berjalan transparan dan tuntas.

“Kami meminta kepada Bapak Panglima TNI untuk dapat memproses hukum kepada para pelaku secara transparan,” jelas dia.

Paskaria juga meminta, apapun segala bentuk kekerasan sama sekali tidak dapat dibenarkan.

“Kami percaya setiap kekerasan atas dasar apapun, itu tidak dapat dibenarkan,” kata Paskaria.


6 Orang Jadi Tersangka

Denpom IV/Surakarta telah menetapkan sebanyak enam prajurit TNI sebagai tersangka atas aksi pengeroyokan relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah. Keenam prajurit itu, merupakan bagian dari 15 prajurit yang diperiksa sebelumnya.

“Berdasarkan alat bukti yang diperoleh dan keterangan para terperiksa, saat ini penyidik Denpom IV/4 Surakarta telah mengerucutkan enam orang pelaku (sebagai tersangka),” kata Kepala Penerangan Kodam IV/ Diponegoro Kolonel Richard Harison di Semarang, Selasa (2/1/2023).

Keenam prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Prada Y, Prada P, Prada A, Prada J, Prada F dan Prada M. Dengan dugaan keterlibatan mereka melakukan aksi main hakim sendiri kepada relawan Ganjar-Mahfud.

“Sampai dengan saat ini Penyidik Denpom IV/Surakarta masih bekerja untuk terus mengungkap dan mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan,” kata dia.

“Komitmen Pimpinan TNI AD untuk menegakkan aturan hukum yang berlaku, oleh karenanya siapapun nanti oknum anggota yang terbukti bersalah dalam kasus penganiayaan tersebut, tentu akan diambil langkah dan tindakan tegas sesuai aturan hukum dan perundang- undangan yang berlaku,” tambah dia.

Sementara, Richard mengatakan mekanisme proses hukum pidana di militer, dimulai dari Penyidikan di Polisi Militer, kemudian melalui Papera (Perwira Penyerah Perkara) dalam hal ini Danrem 074/Wrt dan selanjutnya akan dilakukan penuntutan oleh Oditur militer (Jaksa) dan disidangkan di Pengadilan Militer.

“Proses hukum mulai dari Pom, Odmil sampai dengan Dilmil berjalan secara independent, pihak TNI maupun Kodam IV/Dip tidak bisa melakukan intervensi,” tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya