Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas kerap mengalami diskriminasi dalam situasi bencana. Contohnya, terabaikan dalam proses evakuasi akibat belum adanya data dan pemetaan lokasi penyandang disabilitas.
Untuk menangani hal tersebut, lembaga disabilitas di Malang, Jawa Timur, Lingkar Sosial (Linksos) membentuk unit pemberdayaan masyarakat yang bergerak dalam aksi sosial tanggap bencana. Unit tersebut adalah Tim Respons Sosial Bencana (Timresna) Disabilitas.
Advertisement
Timresna Disabilitas dibentuk pada April 2021 sebagai bentuk respons bencana Gempa Malang 6,7 M.
Saat itu, LINKSOS bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dan organisasi penyandang disabilitas dalam distribusi logistik dan edukasi tanggap bencana.
Kegiatan Timresna Disabilitas juga didukung KOSTRAD dan dalam koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sementara itu di tingkat nasional, LINKSOS bergabung dalam Tim Relawan Kemanusiaan (TRK) Inklusi.
“Tim Respons Sosial Bencana (Timresna) Disabilitas bekerja membantu penyandang disabilitas dan masyarakat luas dalam pengurangan risiko bencana. Bentuk kegiatan Timresna sesuai ketersediaan SDM saat ini adalah distribusi logistik dan edukasi tanggap bencana bagi komunitas penyandang disabilitas,” kata Ketua Pembina LINKSOS, Ken Kertaning Tyas dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (3/1/2024).
Pelibatan Penyandang Disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana
Penyandang disabilitas dilibatkan dalam pengurangan risiko bencana karena mereka menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam situasi darurat bencana, lanjut Ken.
Pelibatan ini dilakukan dalam kegiatan pra bencana dan pasca bencana. Optimalisasi peran penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana antara lain:
- Pengorganisasian penyandang disabilitas bekerja sama dengan pemerintah desa/kelurahan;
- Menyediakan data penyandang disabilitas melalui Posyandu Disabilitas dan Kelompok Inklusi Disabilitas di desa/kelurahan;
- Membentuk tim respons sosial bencana dan berbagi peran sesuai kemampuan dan keahlian;
- Edukasi tanggap bencana dan pelatihan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Inklusif bagi komunitas penyandang disabilitas;
- Kaderisasi relawan penyandang disabilitas melalui kegiatan Difabel Pecinta Alam (Difpala);
- Berjejaring dengan relawan kebencanaan;
- Advokasi ke pemerintah.
Advertisement
Prinsip PRB Inklusif
Menurut Ken, untuk mengatasi diskriminasi disabilitas di situasi bencana, diperlukan suatu upaya menyeluruh yang disebut Pengurangan Risiko Bencana yang inklusif atau PRB Inklusif.
PRB inklusif adalah rangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis dan struktural untuk mengurangi dampak bencana terhadap masyarakat yang terkena dampak. Termasuk kelompok rentan yaitu anak-anak, perempuan, lansia dan penyandang disabilitas.
Maka PRB Inklusif memiliki prinsip penting yaitu:
Kesadaran
Kesadaran semua pihak soal pentingnya pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam pengurangan risiko bencana.
Pelibatan
Pelibatan penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi PRB Inklusif.
Aksesibilitas
Aksesibilitas yang memadai untuk mendukung kemudahan, keamanan, kemandirian dan kenyamanan penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya dalam mobilitas dan komunikasi.
Dukungan
Dukungan regulasi untuk memastikan implementasi dan keberlanjutan PRB Inklusif.
Rekomendasi Bangun Rencana Kesiapan Bencana
Ken juga menyampaikan beberapa rekomendasi untuk membangun disaster preparedness plan (rencana kesiapan bencana) dan disaster management (manajemen bencana) yang memerhatikan partisipasi bermakna penyandang disabilitas, yakni:
- Adanya program PRB Inklusif yang melibatkan penyandang disabilitas secara penuh dan bermakna meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi;
- Adanya sosialisasi PRB Inklusif bekerja sama dengan Pemerintah Desa/Kelurahan, lintas lembaga pemberdayaan desa dan organisasi penyandang disabilitas;
- BPBD dan organisasi penyandang disabilitas membentuk satgas PRB Inklusif yang beranggotakan penyandang disabilitas dan ahli tentang penanganan disabilitas.
Advertisement