Jelang Vonis, Pengacara Nilai Penyidikan Kasus Rafael Alun Janggal

Rafael Alun Trisambodo akan menghadapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 4 Januari 2024 besok.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 03 Jan 2024, 15:41 WIB
Rafael Alun juga dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat kliennya.

Salah satunya, kata Junaedi, yakni soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang baru dipermasalahkan pada 2023.

"LHKPN sudah beberapa kali diklarifikasi, kalau memang ada masalah sudah (seharusnya) dipermasalahkan dari tahun 2011, karena daftar harta yang dilaporkan sama saja dengan hari ini (yang dilaporkan pada 2023)," kata Junaedi, Rabu (3/12/2023).

Junaedi mengatakan, kasus kliennya merupakan penyidikan terbuka dan bukan berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT). Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menangani perkara kliennya dengan tergesa-gesa layaknya OTT.

Dia juga menilai jaksa KPK keliru menghitung nilai gratifikasi dalam tuntutannya terhadap Rafael Alun. Sebab, jumlahnya lebih kecil dari total aset yang sudah disita.

"Yang dituntut Rp18 miliar, yang disita seluruh harta dalam LHKPN (sekitar Rp50 miliaran) ditambah SDB (safe deposito box) ditambah harta pihak ketiga (yang) tidak terkait, jadi, jauh lebih besar," kata Junaedi.

Kejanggalan lain juga karena jaksa tidak mengindahkan keterangan Rafael Alun soal dana dalam SDB yang merupakan hasil gaji, dan bisnis. Menurut Junaedi, kliennya rajin menabung, sehingga, normal jika memiliki uang simpanan yang banyak.

"RAT (Rafael Alun Trisambodo) nabung pertahun, sejak 2010. Selain itu, ada juga hasil penjualan aset, dan aset yang dijual juga sudah dilaporkan tax amnesty, hanya berupa bentuk saja dari aset tetap ke uang tunai yang disimpan di SDB," ujar Junaedi.


Rafael Alun Bakal Menjalani Vonis pada Kamis, 4 Januari 2023

Ernie diajak Rafael Alun melakukan pencucian uang. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Junaedi menyebut, jaksa juga tidak mengindahkan fakta persidangan selama proses peradilan berlangsung. Padahal, kata Junaedi, Rafael fasih menjelaskan asal muasal harta bendanya di depan majelis hakim.

Selain itu, menurut Junaedi, jaksa juga menggunakan barang bukti di luar perkara. Sejumlah aset milik orang lain sudah disita karena diyakini penuntut umum berkaitan dengan kasus Rafael.

"Seluruh aset pihak ketiga, harus dibebaskan karena sama sekali tidak ada keterkaitan dengan RAT," kata Junaedi.

Atas dasar itu, Junaedi berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tidak memercayai jaksa dengan sepenuhnya. Juanedi meminta hakim memperhatikan fakta persidangan dengan baik, salah satunya yakni dokumen laporan amnesti pajak Rafael.

"Hakim harus mempertimbangkan karena dokumen ini memiliki nilai pembuktian yang sempurna, jika hakim tidak memberikan pertimbangan berdasarkan bukti ini, maka dokumen perpajakan tidak dianggap dokumen yang memiliki nilai pembuktian, artinya kepastian hukum perpajakan sedang dipertaruhkan," kata Junaedi.

Rafael Alun bakal menjalani vonis pada Kamis, 4 Januari 2023. Rafael dituntut penjara 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan dalam perkara ini. Rafael juga dituntut uang pengganti sebesar Rp18,994.806.137 ke ayah Mario Dandy Satriyo ini.


Rafael Alun Minta Dibebaskan karena Merasa Berjasa, KPK: Hakim Tak akan Terpengaruh

Jaksa KPK menyatakan Rafael Alun terbukti menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo akan menghadapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 4 Januari 2024 besok. Rafael Alun minta dibebaskan karena mengeklaim berjasa kepada negara.

Berkaitan hal itu, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri angkat bicara. Menurut Ali, apa yang disampaikan Rafael Alun merupakan hal yang biasa dilakukan oleh para terdakwa.

"Hal biasa kalau terdakwa seperti itu. Nanti majelis akan pertimbangkan," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (3/1/2024).

Namun demikian, Ali berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tak terpngaruh dengan pernyataan tersebut. Ali meyakini hakim akan menjatuhkan hukuman yang pantas untuk mantan pejabat pajak itu.

"Dan kami yakin klaim tersebut tidak akan pengaruhi fakta hukum yang telah diungkap dan buktikan oleh jaksa KPK," kata Ali.

Sebelumnya, kuasa hukum Rafael Alun, Juanedi Saibih menyebut klienya pantas dibebaskan karena selama persidangan bersikap sopan, kooperatif, memiliki tanggungan keluarga, dan berjasa bagi negara.

Hal itu disampaikan Junaedi Saibih dalam sidang yang digelar Selasa, 2 Januari 2024.

"Terdakwa telah banyak berjasa kepada bangsa dan negara Indonesia," ujar Junaedi.


Eks Pejabat Pajak Rafael Alun Dituntut 14 Tahun Penjara

Sidang mendengar pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan Rafael Alun terbukti menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ujar jaksa KPK membacakan tuntutannya, Senin (11/12/2023).

Jaksa menilai Rafael Alun terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana diatur dan diancaam pidana dalam Pasal 12 huruf B jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu.

Kemudian, Rafael Alun terbukti melakukan TPPU sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU RI No 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dalam UU No 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagimana dakwaan kedua.

Rafael Alun terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum melakukan TPPU sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga.

Selain pidana badan, mantan pejabat pajak itu juga diwajibkan membayar uang penggati sebesar Rp18,994.806.137 dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dann dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun," kata jaksa.

Infografis Rompi Oranye Rafael Alun Jadi Tersangka & Tahanan KPK (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya