Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat (USD) berlanjut menguat pada Rabu, 3 Januari 2024.
USD menguat sebelum risalah pertemuan The Fed bulan Desember, yang akan dirilis pada hari Rabu.
Advertisement
Analis memperingatkan bahwa risalah tersebut kemungkinan tidak terlalu dovish seperti yang diharapkan pasar, sebuah skenario yang kemungkinan akan mengurangi sentimen risiko.
"Di sisi lain, penguatan dolar sebagian didorong oleh kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan geopolitik, setelah Israel membunuh wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri dalam serangan pesawat tak berawak di ibu kota Lebanon, Beirut, pada hari Selasa," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis dikutip Rabu (3/1/2024).
Meskipun The Fed pada Desember 2023 memberi isyarat akan mulai memangkas suku bunga tahun ini, mereka hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai waktu dilakukannya langkah tersebut.
Pejabat The Fed juga memperingatkan bahwa pertaruhan penurunan suku bunga lebih awal tidak berdasar, mengingat inflasi dan pasar tenaga kerja belum mencapai target. Seperti diketahui, data nonfarm payrolls AS bulan Desember 2023 akan dirilis pada hari Jumat besok (5/1).
Data tersebut diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai lapangan kerja.
"Meskipun angka tersebut diperkirakan akan menunjukkan penurunan yang lebih besar di pasar tenaga kerja, juga secara konsisten melampaui ekspektasi sepanjang tahun 2023," jelas Ibrahim.
Rupiah Kembali Melemah pada Rabu, 3 Januari 2024
Rupiah kembali ditutup melemah 11 point dalam penutupan pasar tahun baru, walaupun sebelumnya sempat melemah 40 point di level Rp. 15.481 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.466.
Untuk perdagangan besok, Ibrahim memprediksi Rupiah akan fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.460- Rp. 15.540.
PMI Manufaktur Indonesia
Ibrahim menyoroti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada bulan Desember berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding bulan November yang menempati level 51,7.
"PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut," katanya. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan.
Ibrahim mengingatkan, kinerja baik ini harus di jaga dan tingkatkan.
"Kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track," paparnya.
Namun, Ibrahim juga mengungkapkan, ada kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri, antara lain penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
"Masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas USD 6 per MMBTU," sebutnya.
Advertisement
Volume Gas Rendah
Tak hanya itu, dalam pelaksanaannya masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah atau tidak sesuai dengan jumlah yang sudah menjadi kontrak antara industri dan pihak penyedia, kata Ibrahim.
"Sedangkan dalam laporannya, S&P Global menyatakan, ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan terakhir 2023 karena adanya permintaan yang cukup tinggi, termasuk dari luar negeri. Ini mendorong pertumbuhan produksi lebih cepat dan penambahan jumlah tenaga kerja," jelasnya.