Liputan6.com, Jakarta - Sektor saham batu bara pada 2024 dinilai belum memiliki katalis signifikan yang dapat mempengaruhi harga sahamnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan produksi batu bara 2024 akan dipertahankan pada kisaran USD 700 juta ton.
"Saat ini belum ada katalis besar yang bisa mendongkrak sektor batu bara pada 2024. Dari sisi supply, di akhir tahun kemarin sempat ada loncatan harga karena supply shock dan ketidakpastian regulasi pemerintah, tapi katalis tersebut sudah larut dan harga sudah kembali turun," kata Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer kepada Liputan6.com, Kamis (4/1/2024).
Advertisement
Sementara dari sisi permintaan, Axell mengatakan perlu dipantau lebih lanjut mengenai pemulihan ekonomi China tahun ini. Bersamaan dengan itu, Axell memperkirakan harga batu bara akan cenderung stagnan. Untuk sektor ini, Axell jagokan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
"Harga batu bara saya proyeksi stagnan tahun ini karena pasokan masih lebih banyak dibanding permintaan. Untuk emiten batu bara kami rekomen ADRO dengan target 3.000," imbuh Axell.
Analis MNC Sekuritas, Alif Ihsanario mengatakan hal yang menjadi perhatian dari industri batu bara pada 2024 adalah raihan kinerja. Di mana yang dapat memperlambat penurunan pendapatan industri batu bara, sembari mengumpulkan modal yang cukup untuk melakukan diversifikasi.
"Hal yang menurut kami akan menjadi faktor yang cukup menentukan dalam meredam tingkat penurunan pendapatan para penambang batu bara adalah portofolio pasar ekspor mereka, khususnya pasar Tiongkok (China) dan India," ujar Alif dalam risetnya.
Rekomendasi Saham
Di Indonesia, pemain batu bara yang paling banyak terpapar pada raksasa pasar tersebut adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan porsi ke Tiongkok 29 persen dan India 4 persen. Lalu ADRO dengan porsi Tiongkok 20 persen dan India 11 persen), serta PT Bukit Asam Tbk (PBA) dengan porsi Tiongkok 9 persen dan India 17 persen.
Pada kondisi tersebut, MNC Sekuritas memasang sikap netral pada perusahaan penambang batu bara di Indonesia di tengah gelombang ketidakpastian baru, terutama terkait dengan penerapan BLU. Sementara harga batu bara diperkirakan akan tetap stagnan pada level saat ini pasca-normalisasi.
"Kami tetap memilih ADRO sebagai pilihan utama kami dengan TP pada Rp 2.700 per saham," sebut Alif.
Pertimbangan ADRO sebagai saham andalan karena pertama, kinerja pendapatannya yang relatif tangguh. Kedua, prospek yang relatif stabil dalam menghadapi kebijakan MIP. Serta ketiga, cadangan energi terbarukan yang cukup besar memberikan kemungkinan dividen yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Koreksi Harga Batu Bara Jadi Angin Segar Emiten Semen
Sebelumnya diberitakan, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia melihat prospek emiten semen masih cerah ke depan. Ini mengingat, harga batu bara yang cenderung terkoreksi.
Selain itu, kompetisi juga mulai kondusif usai rampungnya akuisisi yang dilakukan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) terhadap unit usahanya PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB).
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Emma Almira Fauni mengatakan, masih ada dua faktor lainnya yang mendorong industri semen lebih baik dari tahun lalu, yakni utilisasi kapasitas mungkin telah mencapai titik terendah dan potensi penurunan suku bunga untuk mendorong permintaan terhadap semen.
"Tapi yang perlu diantisipasi misalnya pertumbuhan ekonomi yang lebih buruk akan terdampak pada permintaan semen," kata Emma dalam Media Day, Kamis (8/6/2023).
Emma memprediksi akan adanya pertumbuhan di industri semen pada 2023 dibandingkan tahun lalu. Meski masih terjadi oversupply akibat banyaknya pemain baru di industri tersebut, Emma melihat kondisi ini akan menjadi lebih baik ke depannya.
Menurut ia, pendapatan akan bertumbuh karena terdapat penurunan dari sisi biaya. Sejalan dengan normalisasi harga batu bara saat ini.
Di samping itu, perusahaan semen di Indonesia seperti SMGR maupun PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) telah berupaya menerapkan cara produksi yang ramah lingkungan seiring memenuhi prinsip environmental, social and governance (ESG).
Dengan demikian, ia melihat akan ada pertumbuhan kinerja dari emiten produsen semen. Sehingga, saham SMGR dan INTP dinilai prospektif di masa mendatang.
Bagi para investor, Emma merekomendasikan beli saham SMGR dengan target harga Rp 8.500 per saham dan INTP dengan target harga Rp 14.000 per saham.