Jambi Kehilangan Hutan 2,5 Juta Hektare, KKI Warsi: Berbuah Bencana Ekologi

Hilangnya tutupan seluas 2,5 juta hektare di Jambi menjadi ancaman serius yang berakibat bencana ekologis, seperti banjir bandang dan longsor.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 05 Jan 2024, 19:00 WIB
Banjir parah menerjang Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, awal tahun 2024. (foto: tangkapan layar Instagram @anggi.gstwn)

Liputan6.com, Jambi - Awal tahun 2024, saat menikmati momen liburan justru keadaannya menegangkan bagi keluarga Candra. Sebab istri dan anaknya yang kala itu sedang liburan belum bisa pulang ke Kota Jambi karena terjebak banjir parah di Sungai Penuh dan Kerinci. 

"Anak-anak dan istri saya sampai sekarang terkurung di Kerinci. Pas mau balik malah terhambat di Temiai karena jembatan putus, ada jalan alternatif, tapi kurang bagus dan bikin macet,” katanya Candra pada Selasa (2/01/2024).

Tentu tidak hanya keluarga Candra, bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh itu berdampak pada masyarakat. Akses jalan putus, ada yang anggota keluarga, petani gagal panen, hingga kerugian ekonomi dan lainnya. 

Pada penghujung Desember 2023 hingga awal 2024, sejumlah daerah di Provinsi Jambi terendam, diantaranya Tebo Merangin, Bungo, Kerinci, Kota Sungai Penuh.

Banjir paling parah terjadi di dua daerah paling barat di Jambi dan menggenangi lebih kurang 9.434 hektare kawasan Kota Sungai Penuh dan Kerinci. Kini sudah memasuki hari ke-lima, bencana banjir yang menggenang dua wilayah itu belum surut signifikan dan masih terjadi intensitas hujan.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi--lembaga nirlaba yang fokus pada isu konservasi menganalisis penyebab terjadinya banjir dan tanah longsor. Mereka menyebutnya sebagai bencana ekologi akibat hutan salah urus.

“Tutupan hutan yang menipis, pengerukan sumber daya alam yang tidak taat aturan dipadukan dengan perubahan iklim yang mendatangkan hujan besar dan berbuah terjangan banjir dan longsor di sejumlah wilayah,” kata Direktur KKI Warsi Adi Junedi dalam sebuah diskusi "refleksi awal tahun" di Jambi, Kamis (4/1/2024).

Bencana sebut Juned--sapaan Adi Junedi memang tidak tahu kapan datangnya. Tetapi alam memberikan tanda-tandanya. 

Juned bilang, bencana tegak lurus dengan pengrusakan lingkungan yang terjadi. Jika ditarik benang merah, kehadiran bencana di Jambi ini tidak lepas dari hilangnya tutupan hutan dan aktivitas eksploitasi.

"Hutan yang menjadi resapan air terus mengalami degradasi," kata Juned.

Dari data yang diolah tim GIS KKI Warsi, dalam kurun waktu 50 tahun Jambi telah kehilangan hutan sebanyak lebih dari 2,5 juta ha. Pada tahun 1973, tutupan Hutan Jambi masih tercatat 3,4 juta ha.

Pada 2023 kawasan hutan di Jambi hanya tinggal 922.891 hektare atau kehilangan 73 persen.

“Kehilangan hutan ini, pada awalnya disebabkan oleh perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan lahan pertanian,” kata Senior Advisor KKI Warsi Rudi Syaf.

Pembukaan hutan dan lahan juga terpantau di daerah sempadan sungai. Hampir semua wilayah anak-anak sungai di Provinsi Jambi juga mengalami persoalan akibat aktivitas eksploitatif dengan menggunakan alat berat. 

“Keberadaan tambang di anak-anak sungai menyebabkan terjadinya sedimentasi atau aliran sungai menjadi dangkal. Ketika intensitas hujan tinggi, sungai tidak dapat menampung,” katanya.

 

 

 

 


13.626 Warga Terdampak dan Dua Meninggal Dunia

Banjir di Kerinci (Liputan6.com/ist)

Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh di Jambi mengalami banjir besar. Hingga saat ini banjir sudah memasuki hari kelima.

Banjir yang melanda wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh itu terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi hingga debit air Sungai Batang Merao meluap.

Akibat intensitas hujan yang tinggi, banjir yang menggenangi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh di Jambi belum juga surut. Banjir yang terjadi di dua daerah itu merupakan banjir terparah sepanjang sejarah.

Banjir di Kabupaten Kerinci terjadi di Kecamatan Gunung Kerinci, Siulak, Siulak Mukai, Air Hangat, Air Hangat Barat, dan Depati Tujuh. Sementara itu, banjir di Kota Sungai Penuh menggenangi Kecamatan Hamparan Rawang, Koto Baru, dan Tanah Kampung.

Mengutip laporan harian Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir di Kerinci dan Sungai Penuh merendam 3.588 unit rumah. 

Dari total rumah terdampak, sebanyak 26 unit rumah mengalami rusak berat, 49 rusak sedang dan 27 rusak ringan. Insiden ini juga mengakibatkan tiga unit jembatan rusak berat.

Pusdalops BNPB melaporkan banjir tersebut berdampak pada 13.626 warga dan dua warga meninggal dunia akibat terseret banjir. 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya