Korban Tewas Akibat Gempa Jepang Jadi 100 Orang, 211 Lainnya Masih Hilang

Pejabat Prefektur Ishikawa mengatakan 59 orang yang tewas berada di Kota Wajima dan 23 orang di Suzu, sementara yang lainnya dilaporkan berada di lima kota tetangga. Lebih dari 500 orang terluka, sedikitnya 27 orang terluka parah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Jan 2024, 14:19 WIB
Seperti dilansir NHK dan Nikkei Asia, Sabtu (6/1/2024), otoritas Jepang melaporkan sedikitnya 100 orang tewas di area Prefektur Ishikawa akibat gempa yang mengguncang pada Senin (1/1/2024) lalu. (Kyodo News via AP)

Liputan6.com, Tokyo - Jumlah korban tewas akibat gempa Jepang mencapai 100 orang pada Sabtu (6/1/2024), ketika petugas penyelamat berjuang melawan gempa susulan untuk secara hati-hati menarik orang-orang keluar dari reruntuhan.

Pejabat Prefektur Ishikawa mengatakan 59 orang yang tewas berada di Kota Wajima dan 23 orang di Suzu, sementara yang lainnya dilaporkan berada di lima kota tetangga. Lebih dari 500 orang terluka, sedikitnya 27 orang terluka parah.

Adapun jumlah orang hilang berkurang menjadi 211 pada Sabtu, setelah melonjak dua hari lalu. Demikian seperti dilansir The Guardian.

Institut Penelitian Gempa di Universitas Tokyo menemukan bahwa garis pantai di bagian barat Jepang bergeser hingga 250 meter ke arah laut di beberapa tempat.

Gempa Jepang pada 1 Januari 2024 memicu kebakaran besar di Kota Wajima dan tsunami serta tanah longsor di wilayah tersebut. Dengan terputusnya beberapa rute akibat kerusakan, kekhawatiran meningkat terhadap masyarakat yang belum mendapatkan air, makanan, selimut, dan obat-obatan.

Amerika Serikat (AS) mengumumkan bantuan sebesar USD 100.000 atau sekitar Rp1,5 miliar pada Jumat (5/1), termasuk selimut, air, dan pasokan medis, dan berjanji akan memberikan lebih banyak bantuan. Pemain baseball Dodgers Shohei Ohtani juga mengumumkan bantuan untuk wilayah Noto, namun dia tidak mengungkapkan jumlahnya.


34.000 Orang Kehilangan Tempat Tinggal

Ruas jalanan yang retak dan rusak akibat guncangan kuat gempa, serta pepohonan yang tumbang dan timbunan longsor semakin mempersulit akses ke area-area terdampak. (AP Photo/Hiro Komae)

Ribuan tentara Jepang telah bergabung dalam upaya mencapai titik-titik yang paling terdampak di Semenanjung Noto yang merupakan pusat gempa.

Para ahli memperingatkan bahaya penyakit atau bahkan kematian di pusat-pusat evakuasi yang kini menampung sekitar 34.000 orang yang kehilangan tempat tinggal. Banyak dari mereka berusia lanjut.

Masashi Tomari, seorang petani tiram berusia 67 tahun yang tinggal di Kota Anamizu di Ishikawa, mengatakan sulit tidur di lantai hanya dengan satu selimut. Tidak ada pemanas sampai akhirnya dua unit tiba pada Kamis.

"Ini adalah tempat yang mengerikan dan dingin," kata Masashi.

Hingga Jumat, air yang mengalir di Anamizu belum sepenuhnya pulih. Warga harus mengambil air dari sungai terdekat untuk menyiram toilet.


Gempa Susulan dan Cuaca Buruk

Upaya pencarian korban itu dihambat oleh cuaca buruk, dengan hujan yang diikuti salju diperkirakan akan turun pada Minggu (7/1/2024) besok. (AP Photo/Hiro Komae)

Puluhan gempa susulan telah mengguncang Ishikawa dan wilayah sekitarnya dalam sepekan terakhir. Jepang, dengan garis patahan yang saling bersilangan, merupakan negara yang sangat rawan gempa.

Prakiraan cuaca memperkirakan akan terjadi hujan dan salju selama akhir pekan. Para ahli pun memperingatkan akan adanya lebih banyak gempa susulan.

Daerah yang terdampak gempa terkenal dengan kerajinan tangan, termasuk kerajinan pernis, pisau, keramik, lilin, dan kain kimono.

Tsutomu Ishikawa, yang mengawasi perusahaan resin bernama Aras yang membuat piring dan cangkir, mengatakan tidak ada korban jiwa di sekitarnya, namun studio tempatnya bekerja rusak parah.

Dia meminta maaf atas keterlambatan pengiriman dan menyatakan tekad bangkit kembali, sambil mengakui tantangannya.

"Kami merasakan ketidakberdayaan yang mendalam karena karya yang kami ciptakan dengan penuh cinta telah hilang," ujar Tsutomu.

Sachiko Takagi, pemilik toko kimono di jalan yang dipenuhi toko-toko indah di Wajima, mengatakan dia beruntung tokonya yang berusia 80 tahun – yang diwarisi dari generasi ke generasi – masih berdiri. Yang lainnya tidak seberuntung itu.

"Orang-orang ini tidak punya tenaga untuk memulai sesuatu dari awal," ujarnya. "Saya sungguh bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada jalan ini."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya