Liputan6.com, Tehran - Iran mulai mengurangi penjualan minyak ke Republik Rakyat China karena masalah diskon. Posisi Iran saat ini sedang sulit karena sanksi ekonomi dari Amerika Serikat, jadi mereka tak gampang mencari pembeli.
Isu diskon ini berujung ke jalan buntu dan Iran menahan pengiriman minyak mereka.
Advertisement
Dilansir Iran International, Sabtu (6/1), impor minyak mentah dari Iran mencapai sekitar 10 persen dari total impor minyak mentah China. Impor minyak Iran juga dicatat mencapai rekor terbaru pada Oktober 2023.
Langkah terbaru Iran untuk mengurangi penjualan diprediksi bisa berdampak pada keuntungan yang didapat kilang minyak di China.
Berdasarkan laporan Reuters, Iran menyampaikan ke pihak China pada Desember lalu bahwa akan ada pengurangan diskon untuk minyak Iranian Light. Diskon pada November 2023 sebesar $10, namun dikurangi jadi $5 dan $6 di bawah harga Brent.
Iran pun menahan pengiriman minyak mereka.Eksekutif dagang di China berkata pada Reuters bahwa mereka tidak tahu kapan kondisi ini bakal terselesaikan dan menyebut situasi ini sebagai "default".
Mereka lantas menunggu apakah kilang minyak mau menerima harga baru ini.
Pemerintah China berhasil untung dari sanksi-sanksi AS, pasalnya mereka membeli minyak dari negara-negara dari Iran, Venezuela, dan Iran. Total impor minyak dari ketiga negara itu mencapai 30 persen dari impor minyak mentah China.
Harga BBM Nonsubsidi Naik Turun, Ternyata Ini Gara-garanya
Beralih ke dalam negeri, Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi mengalami fluktuasi harga, salah satu penyebabnya adalah patokan yang mengikuti pasar international.
Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sri Wahyuni mengatakan, pembentukan BBM nonsubsidi telah diatur pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Dalam payung hukum tersebut, harga BBM bersubsidi bisa disesuaikan dengan mengikuti pergerakan harga minyak mentah di pasar international.
"Ada regulasi yang mengatur penyesuaian harga BBM nonsubsidi, sehingga setiap bulannya akan mengalami penyesuaian sesuai harga pasar," kata Sri, Sabtu (6/12/2023).
Sri mengungkapkan, penetapan harga BBM nonsubsidi meeupakan kewenangan badan usaha penjual BBM non subsidi, pemerintah pun tidak turun tangan untuk mengatur kegiatan bisnis, baik dari sisi volume maupun penetapan harga.
"Karena memang harga BBM nonsubsidi mengacu pada harga minyak mentah dunia, dan menjadi hak operator untuk menentukan harganya, walau tetap ada pemberitahuan pada regulator," tutur Sri.
Menurutnya meski badan usaha diberikan kewenangan dalam melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi tetap perlu adanya penetapan harga yang adil dan transparan, jika harga minyak dunia turun maka badan usaha juga perlu melakukan penyesuaian.
Advertisement
Harga BBM
Menurut Sri Wahyuni pihak SPBU sebagai penyalur yang bersentuhan langsung dengan masyarkat tetap perlu melakukan sosialisasi.
"Nah seharusnya di SPBU dipasang informasi tersebut melalui spanduk supaya masyarakat paham," tutur Sri.
Sri Wahyuni menjelaskan bahwa sudah ada payung hukum dalam penetapan perubahan harga jual BBM nonsubsidi oleh badan usaha yang sesuai dengan mekanisme pasar.
"Jangan ketika harga minyak naik harga BBM nonsubsidi naik, ketika turun harganya tidak diturunkan," ujarnya.
Dia pun mengingatkan badan usaha agar menyampaikan informasi setiap terjadi perubahan harga lewat SPBU sebagai ujung tombak penyaluran yang berhadapan langsung dengan konsumen.
"Sebagai hak atas informasi bagi konsumen, naik turunnya harga BBM nonsubsidi harus disampaikan pada konsumen," tutup Sri.
Pemerintah Bayar Dana Kompensasi BBM Rp 132,44 Triliun, Dirut Pertamina: Sudah Masuk Kas
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membayar dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) selama tahun 2023 kepada PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 132,44 triliun (termasuk PPN) atau Rp 119,31 triliun (tidak termasuk PPN). Pembayaran ini merupakan Dana Kompensasi kuartal I-III 2023 sebesar Rp 82,73 triliun, tahun 2022 sebesar Rp 49,14 triliun dan 2021 sebesar Rp 569 miliar.
Dana tersebut merupakan kompensasi selisih harga jual formula dan harga jual eceran di SPBU atas kegiatan penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang nilainya telah direview oleh Inspektorat Kementerian Keuangan RI (Itjen Kemenkeu).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pertamina mengapresiasi dukungan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM sehingga terlaksana pembayaran dana kompensasi BBM.
"Dana kompensasi sudah masuk kas perseroan dan ini merupakan wujud dukungan penuh Pemerintah kepada Pertamina untuk menjaga keberlangsungan layanan operasional BBM bersubsidi, mendukung working capital serta memperbaiki rasio- rasio keuangan perusahaan." ujar Nicke, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/1/2024).
Menurut Nicke, apresiasi juga disampaikan atas dukungan penuh pemerintah kepada Pertamina dalam menjaga keberlangsungan pendistribusian BBM, termasuk menjalankan program BBM Satu Harga.
Pertamina pun mengajak masyarakat untuk mengapresiasi pemerintah yang terus melindungi daya beli dengan menyediakan BBM Bersubsidi, yaitu JBT Solar dan JBKP Pertalite, dengan mengonsumsi BBM secara bijak dan mulai mengonsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan sebagai salah satu bentuk dukungan masyarakat kepada Pemerintah serta bentuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dengan turut mengurangi tingkat polusi udara.
Advertisement