Bansos Rawan Dipolitisasi saat Tahun Pemilu, Lebih Baik Setop atau Lanjut?

Indonesia Budget Center (IBC) mengendus potensi ratusan triliun bantuan sosial (bansos) dipolitisasi pada masa kampanye Pemilu 2024 ini.

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Jan 2024, 20:00 WIB
Warga menunjukkan uang bantuan sosial (bansos) di kawasan Kedoya Selatan, Jakarta Barat, Rabu (28/7/2021). Bansos berupa uang tunai sebesar Rp 600 ribu tersebut disalurkan oleh PT. Pos Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Budget Center (IBC) mengendus potensi ratusan triliun bantuan sosial (bansos) dipolitisasi pada masa kampanye Pemilu 2024 ini. Belakangan, muncul usulan ditundanya penyaluran bansos ke masyarakat.

Penundaan bansos ini dimaksudkan agar tidak ada unsur-unsur politik yang disematkan dalam penyalurannya. Dengan begitu, penyaluran bansos di tahun politik perlu berkaca pada aturan yang berlaku.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Periode 2017-2020, Abhan mengatakan penyaluran bansos di tengah-tengah masa kampanye ini perlu juga melihat prosesnya. Misalnya, apakah sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan, atau malah tidak mengacu kepada aturan.

"Kalau menurut saya prinsipnya selama memang bansos ini disalurkan dengan sebaik-baiknya, maka tidak perlu penangguhan. Kalau berperan pada aturan main yang berlaku, artinya disalurkan oleh kementerian yang memang berwenang untuk itu, kemudian juga pelaksanaannya tidak ada embel-embel politik praktis, kemudian keterkaitan politik elektoral dan sebagainya, kemudian tidak ada politik dan sebagainya, no problem," beber Abhan dalam Diskusi di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Minggu (7/1/2024).

Kemungkinan Bansos Disetop

Namun, jika ternyata ditemukan ada unsur politik dalam penyalurannya, kata dia, sebaiknya pemerintah menyetop sementara penyebaran bansos ke masyarakat. Lagi-lagi untuk menghindari adanya kelompok tertentu yang memanfaatkan bansos itu tidak sesuai target penerima.

"Tetapi kalau kemudian ternyata kan ini dari pengalaman ya tadi dikasih diminta untuk KTP untuk memfoto pilih siapa, itu kan jadi gak bener gitu kan. Kalau ada jaminan memang tidak ada abuse of power, fix gak ada masalah," tuturnya.

Dia mengatakan, sejatinya, proses penangguhan penyaluran bansos juga bukan sesuatu yang akan terlalu menghambat. Pasalnya, proses penundaan hanya berlaku dalam waktu yang singkat. Ketika proses pemilu usai, maka bansos itu sudah bisa disalurkan seperti biasa.

"Artinya ini kan hanya menangguhkan sesaat gitu ya, pada Februari sudah pemungutan, pasca itu gak ada masalah gitu kan. Jadi hanya, saya kira juga ini untuk menghindari potensi-potensi fitnah. Alangkah baiknya kalau memang bisa, selama ada jaminan tak ada abuse of power gak ada masalah, tapi kalau gak bisa menjamin itu ya jalan keluarnya itu tadi," pungkasnya.

 


Ratusan Triliun Bansos Rawat Dipolitisasi

Warga mengambil beras bantuan sosial di Kantor Kelurahan Meruyung, Depok, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Perum Bulog membagikan Bantuan Sosial (Bansos) berupa beras kepada masyarakat berpendapatan rendah selama 3 bulan masing-masing 10 kg per keluarga penerima manfaat (KPM). (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Indonesia Budget Center (IBC) mencatat ada ratusan triliun bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah. Masuk ke tahun politik, dana ini disebut rawan menjadi embel-embel kampanye pasangan calon tertentu.

Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam memandang ada peningkatan bansos menjelang pemilu. Contohnya, pada 2024 direncanakan sebesar Rp.496,8 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp.53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023 yang direalisasikan sebesar Rp.443,5 triliun.

"Jelang Pemilu, Program ini berpotensi tsunami atau dipolitisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik di Pemilu 2024," ujar dia dalam Diskusi di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Minggu (7/1/2024).

Dia mengatakan, penyaluran beragam bansos yang belum optimal juga jadi sorotan. Atas dasar itu, dia memandang perlu ada perhatian pada kenaikan anggaran bansos di tahun politik

"Kenaikan anggaran perlindungan sosial tahun 2024 mencapai 12 persen atau sebesar Rp 53 triliun belum didukung tata kelola yang transparan sehingga rentan menjadi bancakan politik pada Pemilu 2024," tegasnya.

Arif mencatat, distribusi anggaran bansos 2023 ke beberapa pos. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) dengan anggaran Rp 37,4 triliun dan sasaran 21,35 juta KPM. Kedua, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dengan anggaran Rp 28,8 triliun dan 18,5 juta KPM. Ketiga, Bantuan Sembako Pangan (BSP) dengan anggaran Rp 45,1 triliun dan sasaran 10 juta KPM.

Keempat, Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa (BLT DD) dengan anggaran Rp 28,2 triliun dan sasaran 12 juta KPM. Kelima, Program Sentra Kreasi dengan anggaran Rp 7 triliun. Keenam, Bantuan Keuangan Khusus Kabupaten dan Kota dengan anggaran Rp 286,1 triliun.

Ketujuh, Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan anggaran Rp 46,5 triliun dan sasaran 111 juta PBI. Kedelapan, Beasiswa dan Bansos Pendidikan dengan anggaran Rp 35,94 dan sasaran 20 juta KPM.

 


Modus

Indonesia Budget Center (IBC) mencatat ada ratusan triliun bantuan sosial (bansos) yang digelontontkan pemerintah. Masuk ke tahun politik, dana ini disebut rawan menjadi embel-embel kampanye pasangan calon tertentu. (dok: Arief)

Lebih lanjut, dia merinci beberapa modus politisasi bansos di tahun politik. Yakni, penyalahgunaan data penerima, penyelewengan dana, penggunaan simbol atau atribut peserta pemilu.

Selanjutnya, personifikasi kebijakan bansos, hingga mempengaruhi preferensi politik masyarakat penerima bansos.

Arif juga mencatat setidaknya ada 4 aktor yang bisa terlibat dalam politisasi bansos ini.

Pertama, peserta pemilu. Ini rawan dalam memberikan bansos pada calon pemilih tertentu. Penggunaan simbol partai dalam penyaluran bansos, hingga mengklaim bansos jadi program prestasi individu atau partai tertentu.

ASN-Masyarakat

Kedua, penyelenggara negara atau ASN. Dengan modus, mendukung atau memihak peserta pemilu tertentu dengan memanipulasi data penerima. Menyalurkan bansos secara tidak adik. Serta menggunakan fasilitas negara untuk pemenangan.

Ketiga, BUMN dan BUMD dengan modus menyalurkan bansos melalui perusahaan tertentu untuk mendukung peserta pemilu. Menggunakan dana/aset perusahaan untuk kepentingan kampanye. Serta, memberikan bansos kepada karyawan atau mitra bisnis tertentu.

Keempat, masyarakat penerima dengan modus mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, misalnya menjual atau menukar bansos dengan barang atau jasa lain. Menerima bansos ganda dari berbagai sumber. Serta, menggunakan bansos untuk mendukung atau menolak peserta pemilu tertentu.2 attachments

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya