Liputan6.com, Jakarta Indonesia Budget Center (IBC) mengusulkan agar penyaluran bantuan sosial atau bansos ke masyarakat ditunda. Hal itu untuk menghindari terjadinya politisasi dalam pendistribusian bansos.
Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam menyarankan, jika penundaan bansos dapat dilakukan hingga 3 hari setelah pemilu.
Advertisement
“Setelah pencoblosan selesai dan bansos kembali disalurkan, maka harus ada transparansi jadwal dan daftar penerim dengan melibatkan stakeholder yang ada, untuk menghindari politisasi,” kata Arif kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (8/12/2024).
Kemudian, Arif juga melihat pentingnya transparansi lokasi dalam pendistribusian bansos.
“Sehingga ketika penyaluran nanti tidak diarahkan pada daerah-daerah tertentu yang rawan terjadi distribusi melimpah hanya di satu titik,” sambuntnya.
Misal, penyelenggara dapat memastikan lokasi dengan memperhatikan angka dan indikasi adanya kemiskinan ekstrem di wilayah yang menjadi penerima. Atau, adanya peningkatan kemiskinan.
Bansos Rawan Disalahgunakan
Arif pun mengakui, bansos paling rawan untuk disalahgunakan dalam kepentingan politik. Sehingga penting untuk dilakukan antisipasi guna menghindari kegaduhan pada penyelenggaraan pemilu tahun ini.
Tips Menghindari Politisasi Bansos di Tengah Penyelenggaraan Pemilu
“Tips dari saya adalah tim pelaksana bansos harus jelas, sehingga tidak ada siluman pembagian bansos dari kelompok politik. Harus juga ada kemauan dari kementerian/lembaga, atau portofolio lainnya yang bertanggung jawab atas pendistribusian bansos,” jelas Arif, terkait skenario penyaluran bansos di tengah pemilu 2024.
Selain itu, juga harus ada kejalasan sanksi, jika di lapangan terbukti ada yang melakukan bansos untuk politisasi atau melakukan kecurangan pemilu. “Maka harus ada sanksi administratif dari penanggung jawab bansos,” imbuhnya.
Jadwal Pendistribusian Bansos
Jika perlu, Arif pun menyarankan jadwal pendistribusian bansos untuk disampaikan ke Bawaslu, sehingga ketika ditemukan masalah lpolitisasi bansos) bisa dieksekusi.
“Karena Bawaslu juga punya jenjang sampai ke tingkat desa, kalau mereka tahu mereka pasti akan mengawasi, sehingga semua keterlibatan stakeholder dan publik untuk mengawasi distribusi bansos agar tepat sasaran, tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik itu bisa terjaga,” pungkasnya.
Diwartakan sebelumnya, IBC memandang ada peningkatan bansos menjelang pemilu.
Contohnya, pada 2024 direncanakan sebesar Rp.496,8 triliun.
Angka ini meningkat sebesar Rp.53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023 yang direalisasikan sebesar Rp.443,5 triliun.
Advertisement
Bansos Jelang Pemilu Untungkan Pemegang Kekuasaan?
Sebelumnya, Indonesia Budget Center (IBC) mencatat ada ratusan triliun bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah. Masuk ke tahun politik, dana ini disebut rawan menjadi embel-embel kampanye pasangan calon tertentu.
IBC pun mengusulkan agar penyaluran bansos ke masyarakat ditunda. Penundaan bansos ini dimaksudkan agar tidak ada unsur-unsur politik yang disematkan dalam penyalurannya. Dengan begitu, penyaluran bansos di tahun politik perlu berkaca pada aturan yang berlaku.
Ekonom sekaligus Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menilai pada momen Pemilu memang sangat rentan bansos digunakan sebagai ajang memikat pemilih.
"Sangat erat kaitannya dengan pemilu tahun 2024. Hampir setiap gelaran pemilu, ada saja cara untuk memikat pemilih dengan cara bagi uang secara resmi seperti pembagian bansos," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Senin (8/1/2024).
Makanya ia tidak heran tahun kemarin dan tahun ini ada dana bansos beras. Dalihnya adalah El-Nino tapi tetap saja rawan ditunggangi kepentingan politik, terutama kepentingan Istana.
"Ini adalah keuntungan dari "pemegang" kekuasaan terhadap jalannya pemilu," ujarnya.
Nailul menjelaskan, sesungguhnya pemberian bantuan sosial ini merupakan salah satu dari tiga strategi utama pengentasan kemiskinan. Bantuan sosial diarahkan untuk dua hal, yakni pertama, penguatan daya beli masyarakat miskin agar kenaikan kebutuhan tidak menyebabkan orang semakin miskin.
"Jadi, orang miskin apabila diberi bansos untuk tujuannya mereka bisa membeli barang kebutuhan seperti bahan pangan dan sembako," ujarnya.
Jaga Daya Beli
Kedua, bansos juga diarahkan guna mendorong stimulus masyarakat agar konsumsi dan berproduksi tetap, terutama untuk pembentukan PDB yang 50 persennya adalah konsumsi rumah tangga.
Adapun sejauh ini, Nailul melihat penyaluran bansos untuk menjaga daya beli masyarakat sudah sesuai jalur meskipun masih banyak PR-nya. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih positif, walaupun tidak secepat konsumsi masyarakat menengah ke atas.
"Namun bagi pemberdayaan ekonomi, PR-nya masih terlalu banyak hingga saat ini belum memberikan efek yang signifikan. Masih banyak masyarakat miskin yang belum keluar dari garis kemiskinan. Pelaku usaha pun masih belum banyak yang naik kelas," jelasnya.
Disisi lain, ia tak memungkiri bahwa penyaluran bansos sekarang masih sangat bermasalah, dimana ada dua kondisi masalah penyaluran bansos. Pertama adalah exclusion error.
"Orang yang seharusnya dapat, malah gak dapat bansos. Kedua adalah inclusion error. Orang yang seharusnya tidak dapat malah dapat," ujarnya.
Sebab tersebut bisa terjadi lantaran keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal. Maka dari itu, yang paling utama adalah data harus diperbaiki.
"Data Registrasi Sosial Ekonomi BPS harusnya bisa digunakan untuk melihat data orang miskin by name by address," pungkasnya.
Advertisement