Liputan6.com, Jakarta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melaporkan, realisasi konsumsi BBM subsidi jenis Pertalite (RON 90) pada 2023 mencapai 92 persen dari total kuota yang disiapkan, sebesar 32,56 juta kl.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati menjelaskan, realisasi konsumsi BBM Pertalite tahun lalu berbanding terbalik dengan penyerapan BBM subsidi lain, Solar yang di atas kuota sebesar 16,8 juta kl.
Advertisement
"Untuk JBT (Jenis BBM Tertentu) Solar 17,5 juta kl realisasinya, itu 103,70 persen dari kuota. Sementara JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan) Pertalite 30 juta kl itu 92,24 persen realisasinya dari kuota 2023," terangnya dalam penutupan posko Nataru sektor ESDM di Kantor BPH Migas, Jakarta, Senin (8/1/2024).
Erika menambahkan, konsumsi Pertalite 2023 sebenarnya lebih tinggi dari 2022, meskipun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan angka konsumsi BBM bersubsidi ini turun.
"Kenapa seperti itu, berarti pengendaliannya lebih baik. Mungkin juga masyarakat lebih memilih transportasi umum. Kalau di jakarta sudah banyak transportasi umum yang cukup nyaman," ungkapnya.
Atas dasar itu, BPH Migas menyiapkan stok Pertalite lebih kecil pada tahun ini dibanding 2023, yakni sebesar 31,7 juta kl.
"Untuk tahun 2024, kuota yang kami siapkan 31,7 juta kl. Jadi ini memang sedikit lebih kecil dari 2023, karena kita lihat dari realisasi tadi. Kita hitung dengan pertumbuhan, lihat juga kenaikan dari tahun lalu ke 2023. Sehingga kita tetapkan 31,7 juta kl," paparnya.
Belum Dibatasi
Lebih lanjut, Erika menyampaikan, untuk sementara ini pembelian Pertalite masih belum akan dibatasi. Sebab, pelaksanaannya masih menunggu proses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
"Kenapa pembatasan Pertalite belum, jadi kan pengaturan BBM subsidi akan diatur dalam Perpres, ditetapkan siapa konsumen penggunanya. Di Perpres 91 baru atur konsumen pengguna untuk Solar," urainya.
"Itu sebetulnya sudah kami usulkan dalam revisi Perpres. Kalau sudah terbit kita baru bisa lakukan pembatasan Pertalite," pungkas Erika.
Advertisement