Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden (capres) nomor urut tiga Ganjar Pranowo menanggapi Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut data pertahanan Indonesia tidak dapat dibuka seluruhnya layaknya toko kelontong. Menurutnya, dia tidak melakukan hal tersebut dalam debat capres ketiga.
“Oh tidak, saya tidak memberikan data, makanya kemarin yang saya sampaikan itu data luar negeri terkait dengan indeks, beberapa indeks. Itu data umum, bukan data dari dalam negeri,” tutur Ganjar di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024).
Advertisement
“Kalau yang data dari dalam negeri yang saya tanyakan ke Pak Prabowo cuma satu saja, MEF (Minimum Essential Force) saja. Hanya berapa persen, benar nggak segini, kan hanya itu saja. Tapi larinya malah ke mana-mana, nggak, saya nggak bongkar-bongkar. Bahkan saya sekarang ikuti di media wah ini rahasia,” sambungnya.
Ganjar mengaku tidak menemukan data MEF di situs Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Dia pun mempertanyakan kejanggalan tersebut.
“Justru kita bertanya-tanya, apakah karena ini tidak ada buku putih pertahanan sehingga kita blank tidak bisa membaca, ataukah sengaja tidak ditampilkan,” jelas dia.
Dalam debat capres ketiga, Ganjar bermaksud membuka kejanggalan tersebut sebagai bentuk dan cara mengedukasi masyarakat, bahwa Indonesia seolah tidak memiliki buku putih pertahanan.
“Dan itu di seluruh dunia ada, maka kita roadmap-nya menjadi tidak jelas, maka berubah-ubah. Maka yang saya sampaikan mari perencanaannya harus bottom up, sesuaikan dengan kepentingan matra gitu ya, harus ajeg, jangan berubah-ubah,” kata Ganjar.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu pun mencoba mencontohkan lewat PT PAL Indonesia yang membuat satu kapal selam bekerjasama dengan Korea. Namun ketika hendak dilanjutkan, malah tiba-tiba terhenti begitu saja.
“Akhirnya kita lama sekali. Menurut mereka, para ahli-ahli ini termasuk orang-orang di matra kelautan ya, di darat maupun udara, alat-alat ini yang dibeli kadang-kadang butuh tiga tahun sampai 3,5 tahun. Maka begitu tidak ajeg, baru, sehingga datanya ini bukan data yang tadi disebutkan, ini data biasa saja kok. Minimum essential force-nya tercapai nggak di 2024? Persentasenya segini lho, warning saya tidak tercapai, lho hati-hati,” Ganjar menandaskan.
Tidak Bisa Dibuka Seluruhnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan data pertahanan, termasuk alat utama sistem senjata (alutsista), tidak dapat dibuka seluruhnya seperti toko kelontong, karena menyangkut strategi besar negara.
"Nggak bisa semuanya dibuka kayak toko kelontong, nggak bisa, nggak bisa, ya," kata Jokowi di Serang, Banten, Senin 8 Januari 2024, dikutip dari Antara.
Hal itu disampaikan Jokowi menyoal adanya calon presiden yang meminta data pertahanan dibuka secara transparan kepada publik dalam debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024) malam.
Dia menekankan banyak hal yang berkaitan dengan pertahanan memang harus dirahasiakan karena menyangkut keamanan.
"Yang berkaitan dengan pertahanan, yang berkaitan dengan keamanan negara, yang berkaitan dengan alutsista itu ada yang bisa terbuka, tapi banyak yang memang harus kita rahasiakan karena ini menyangkut sebuah strategi besar negara," terangnya.
Advertisement
Ganjar Lemparkan Kritik
Dalam debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024) malam, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan capres nomor urut 1 Anies Baswedan melemparkan kritik pembelian alutsista bekas kepada capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang merupakan Menteri Pertahanan.
Ganjar dan Anies meyakini penggunaan alutsista bekas berisiko terhadap keselamatan prajurit. Ganjar bahkan meminta data dibuka transparan ke publik saat itu juga.
Walaupun demikian, Prabowo menjawab kritik itu. Dia menjelaskan pembelian alutsista tidak dilihat dari baru atau bekasnya, tetapi dari masa pakai-nya, misalnya, jam terbang (flying hour) untuk pesawat.
Prabowo juga menyampaikan bahwa data pertahanan tidak bisa dibuka begitu saja saat itu.
Jokowi menilai substansi visi calon presiden dan wakil presiden dalam debat ketiga Pilpres 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, Minggu (7/1/2024) malam tidak tampak.
"Ya yang pertama memang saya melihat substansi dari visinya malah tidak kelihatan. Yang keliatan justru saling menyerang, yang sebetulnya nggak apa-apa asal kebijakan, asal policy, asal visi, nggak apa," ujarnya.
Dia menekankan apabila debat sudah menyerang personal, pribadi, yang tidak ada hubungan dengan konteks debat semalam, yang dalam hal ini mengenai hubungan internasional, geopolitik, pertahanan dan lain-lain maka debat dapat disebut kurang memberi pendidikan.
"Saya kira (jika menyerang personal), kurang memberikan pendidikan, kurang mengedukasi masyarakat yang menonton, saya kira akan banyak yang kecewa," tambahnya.
Menurut Presiden, debat pilpres perlu diformat lebih baik lagi, dengan adanya rambu-rambu sehingga debat bisa lebih hidup.