Kredit Perbankan Tembus Rp 6.966 Triliun, Tumbuh 9,74% di November 2023

Pertumbuhan kredit perbankan didukung oleh permintaan kebutuhan modal kerja yang naik 10,14 persen (yoy), dan kredit investasi 9,57 persen (yoy) dan kredit konsumsi 9,26 persen (yoy).

oleh Tira Santia diperbarui 09 Jan 2024, 15:30 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam RDK Bulanan November 2023 secara virtual, Selasa (9/1/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit dari industri perbankan pada November 2023 tumbuh sebesar 9,74 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 6.966 triliun.

"Dari sisi kinerja intermediasi pada November 2023 secara year on year kredit meningkat sebesar 9,74 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam RDK Bulanan November 2023 secara virtual, Selasa (9/1/2024).

Dian Ediana Rae mengatakan dalam hal ini bank BUMN menjadi pendorong pertumbuhan kredit pada November 2023, yakni dengan fungsi intermediasi bank BUMN tumbuh 12,13 persen (yoy) dengan kontribusi terhadap total kredit industri sebesar 45,81 persen.

"Ditinjau dari kepemilikan Bank BTPN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 12,13 persen dengan posisi kredit sebesar 45,81 persen dari total kredit perbankan," ujarnya.

Lebih lanjut, menurutnya, meskipun diselimuti oleh kondisi ketidakpastian global, prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi global perkembangan sektor perbankan di akhir tahun 2023 per November 2023 tetap resilien dan berdaya saing, yang didukung oleh tingkat profitabilitas atau return on asset (ROA) yang tercatat 2,73 persen dan permodalan atau CAR yang relatif tinggi yakni 27,89 persen.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit juga didukung oleh permintaan kebutuhan modal kerja yang naik 10,14 persen (yoy), dan kredit investasi 9,57 persen (yoy) dan kredit konsumsi 9,26 persen (yoy).

Selain itu, likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai dengan rasio rasio likuiditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan.

AL/NCD dan AL/DPK masing-masing naik menjadi sebesar 115,73 persen dan 26,04 persen atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.


Fenomena Badai Kredit Macet Hantui Indonesia, Apa Sebabnya?

Pekerja saat menyusun kursi dan meja di Jakarta, Jumat (20/11). Penyaluran kredit tersebut Melalui tiga Bank BUMN yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, membeberkan faktor penyebab kredit macet yang masih terjadi di Indonesia.

Menurutnya, faktor penyebab kredit macet lantaran Pemerintah kurang menggerakkan sektor riil. Pemerintah cenderung lebih mendorong kebijakan moneter, fiskal dan perbankan.

Padahal sektor riil merupakan sektor yang penting dalam menentukan kebijakan, baik kebijakan moneter maupun kebijakan disektor perbankan.

Namun, hingga kini jika terjadi permasalahan dalam perekonomian Indonesia yang selalu menjadi perhatian adalah kebijakan moneter dan perbankan. Sebenarnya, kata Aviliani sektor riil juga tak kalah penting untuk digerakkan.

"Selama ini terbalik, selalu yang disalahkan adalah moneter dan perbankannya tapi sektor riilnya gak digerakkan. Nah ini yg sebenarnya dalam policy atau pemerintah harusnya sektor riilnya digerakkan, otomatis perbankan akan ikut di belakangnya," kata Aviliani dalam Diskusi Publik 'Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan INDEF terhadap Perekonomian Nasional, Kamis (28/12/2023).


Perhatian Pemerintah

Aktivitas pekerja Pabrik Pemintal Benang Tradisional di Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (11/2/2022). Bank Indonesia (BI) melaporkan penyaluran kredit ke sektor UMKM tumbuh 12,3 persen secara tahunan (year on year) menjadi Rp1.147,3 triliun di sepanjang 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, kebijakan fiskal juga selalu menjadi perhatian Pemerintah, lantaran fiskal memiliki peran penting untuk menggerakkan ekonomi di sektor-sektor infrastruktur. Alhasil ketiga kebijakan baik moneter, fiskal dan perbankan tidak bisa dipisahkan.

Namun, penting juga untuk terus mendorong sektor riilnya. Karena jika tidak didorong, maka akan menyebabkan kredit macet.

"Nah jadi ini yang memang menjadi concern kita. Selama ini banyak kebijakan yang mendorong perbankan dulu, tapi sektor riilnya ga didorong. Ini yang akan menyebabkan kredit macet," ujarnya. 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya