Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut masih ada 60 rencana penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di pipeline penghimpunan dana di pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, penghimpunan dana di pasar modal masih bagus, masih tinggi, yaitu sebesar Rp 255,33 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 83 emiten hingga 29 Desember 2023.
Advertisement
"Penghimpunan dana per Desember ini telah melampaui capaian target di 2023 sebesar Rp 200 triliun," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Selasa (9/1/2024).
Sementara itu, di pipeline OJK masih terdapat 85 penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 28,68 triliun.
Bila dirinci, terdapat 60 perusahaan yang berencana melakukan IPO senilai Rp 10,01 triliun. Lalu, ada juga 11 perusahaan yang akan melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) senilai Rp 5,40 triliun.
Kemudian, ada 8 rencana penawaran umum efek bersifat utang dan atau sukuk (EBUS) senilai Rp 9,26 triliun. Selain itu, ada 6 rencana penerbitan PUB EBUS Tahap I,II dan seterusnya senilai Rp 4,01 triliun.
Melihat Pembentukan Harga Saham IPO, Bagaimana Langkahnya?
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan pembentukan harga saham selama ini dilakukan dengan proses bookbuilding atau penawaran awal.
Hal itu telah sesuai POJK 41 Tahun 2020, yaitu dengan cara mengumpulkan minat beli dari calon investor pada range harga yang sudah ditentukan diawal (misalnya Rp 100 sampai dengan Rp300 per saham).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, investor cukup menyampaikan bila mereka ingin membeli di harga berapa dan berapa banyak lot saham. Dari semua minat yang masuk dari investor akan terbentuk kurva permintaan (demand curve).
"Dari kurva permintaan inilah perusahaan bersama dengan penjamin emisi akan menentukan berapa harga yg akan ditentukan sebagai harga IPO,” kata Nyoman kepada awak media, ditulis Minggu (7/1/2024).
Dengan demikian, penentuan harga IPO juga ditentukan dari besarnya minat calon investor dalam periode bookbuilding ini.
Proses bookbuilding ini sesuai POJK No 41 Tahun 2020 sudah difasilitasi dalam Sistem Penawaran Umum Elektronik (E-IPO). Dalam hal penentuan harga di luar range harga yang sudah ditentukan tadi, maka perusahaan wajib memberikan penjelasan dan pertimbangannya serta wajib dimuat dalam prospektus.
"Sedangkan range harga tadi ditentukan bersama perusahaan dan penjamin emisi dari berbagai variabel, antara lain dari nilai perusahaan berdasarkan proyeksi perfoma perusahaan pasca IPO dibandingkan sebelum IPO, dari performa dan kinerja perusahaan sejenis (baik bidang dan size), dan sebagainya,” kata dia.
Advertisement
Publikasikan Equity Research Report
Maka untuk itu diperlukan analisis dan riset yang memadai yang dapat mencerminkan tidak hanya nilai perusahaan sekarang, akan tetapi juga nilai pada masa mendatang.
Ia melanjutkan, pada dasarnya saat ini semua proses IPO sudah melakukan analisa dan riset ini, tetapi sebelumnya analisa dan riset ini hanya terbatas sifatnya. Dengan kewajiban mendokumentasikan hasil analisa dan riset dalam bentuk Equity Research Report ini, diharapkan dapat menjadi rujukan yang resmi dalam menilai harga yang wajar bagi suatu saham.
Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada investor serta meningkatkan edukasi kepada publik mengenai dasar penilaian harga saham perusahaan yang baru tercatat, saat ini Bursa mewajibkan penjamin pelaksana emisi efek untuk mempublikasikan Equity Research Report atas perusahaan baru tercatat yang dibawanya tersebut sekurang-kurangnya dua kali dalam periode 12 bulan sejak perusahaan mulai tercatat di Bursa. Publik dapat melihat dokumen Equity Research Report tersebut pada situs web Bursa.