Liputan6.com, Yogyakarta - Bahasa Cia-Cia yang dituturkan masyarakat Kota Baubau, Sulawesi Tenggara memiliki kisah yang unik. Bahasa itu kini menggunakan hangeul, alfabet Korea Selatan untuk aksara yang dituliskan.
Penggunaan hangeul untuk menuliskan bahasa Ciacia tak lepas dari tak adanya standar baku dari penutur asli bahasa tersebut. Kini hanya sekitar 80.000 orang yang menuturkan bahasa Ciacia.
Untuk melestarikan bahasa itu, anak-anak di Baubau kini belajar menulis dengan naskah yang bukan berasal dari mereka. Pasalnya, struktur berbasis suku kata tidak mudah beradaptasi dengan alfabet latin, yang banyak digunakan untuk menyalin bahasa nasional Indonesia, Bahasa Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Tantangan linguistik ini menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kelangsungan bahasa Ciacia. Akhirnya, hangeul diputuskan untuk menuliskan bahasa Ciacia karena dianggap memiliki kesamaan saat dituturkan.
Hangeul dikembangkan pada abad ke-15, sistem berbasis suku kata hangeul terbukti menjadi alat yang efektif untuk menyalin bahasa Ciacia. Adopsi naskah ini dimulai pada tahun 2009 di sana, menyusul pertukaran budaya antara kota Baubau dan Korea.
Untuk memfasilitasi transisi linguistik ini, kota Baubau mengirimkan guru dan siswa ke Korea Selatan untuk mempelajari Hangul. Tujuan mereka adalah mengembangkan metode standar untuk menulis dan mengajar bahasa Ciacia.
Dikutip dari Koreaboo, seorang guru dari Baubau bernama Abidin, menghabiskan waktu selama enam bulan di Korea Selatan, dan sejak itu kamus berbasis hangeul untuk Ciacia dibuat.
Inisiatif ini telah memberikan kehidupan baru ke dalam bahasa Ciacia. Hangeul kini digunakan untuk mengajar siswa dari SD hingga SMA, dan nama serta kata Ciacia semakin terlihat di seluruh kota.
Meskipun bahasa ini masih digunakan secara lisan, bentuk tulisan hangeul merupakan simbol kebanggaan dan pelestarian budaya.
Meski sukses, penggunaan hangeul di Baubau sempat menimbulkan kekhawatiran. Para ahli bahasa dan tokoh masyarakat khawatir akan potensi hilangnya identitas budaya dan asal muasal aksara tersebut.
Ada pendapat bahwa aksara yang digunakan dengan dialek Sulawesi lain merupakan pilihan yang lebih tepat secara linguistik.
Meski demikian, penggunaan hangeul telah menyoroti keserbagunaan dan pengaruh global dari aksara Korea. Di Korea Selatan, dimana hangeul merupakan sumber kebanggaan nasional, perkembangan ini mendapat sambutan positif.
Penulis: Taufiq Syarifudin