Kanwil DJP Jakarta Utara Kumpulkan Pajak Rp 51,17 Triliun

Penerimaan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara tahun 2023 melampaui target penerimaan pajak yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp 52,61 triliun dari target APBN 2023 sebesar Rp 51,17 triliun (102,82%).

oleh Septian DenyTira Santia diperbarui 09 Jan 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi pajak. Penerimaan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara tahun 2023 melampaui target penerimaan pajak yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp 52,61 triliun dari target APBN 2023 sebesar Rp 51,17 triliun (102,82%). (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Penerimaan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara tahun 2023 melampaui target penerimaan pajak yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp 52,61 triliun dari target APBN 2023 sebesar Rp 51,17 triliun (102,82%).

"Pencapaian target tahun 2023 ini merupakan kali ketiga target penerimaan Kanwil DJP Jakarta Utara tercapai," kata Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jakarta Utara, Hendriyan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Sebanyak Rp 52,61 triliun dikumpulkan dari penerimaan delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang dibawahi Kanwil. KPP Pratama Jakarta Penjaringan mengumpulkan Rp 1,75 triliun, KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok Rp 3,95 triliun, KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading Rp 3,00 triliun, KPP Pratama Jakarta Pademangan Rp 2,03 triliun, KPP Pratama Jakarta Koja Rp 2,58 triliun, KPP Pratama Jakarta Pluit Rp 5,21 triliun, KPP Madya Jakarta Utara Rp 19,12 triliun, dan KPP Madya Dua Jakarta Utara Rp 14,97 triliun. Sejalan dengan Kanwil, seluruh KPP ini juga mencapai target lebih dari 100%.

Sektor dominan sebagai penyumbang penerimaan Kanwil DJP Jakarta Utara terbesar hingga Rp 26,91 triliun adalah sektor perdagangan besar, dengan kontribusi hingga 51,15% dari total capaian.

Sektor dominan lainnya adalah industri pengolahan sebesar 7,42 triliun (14,10%), pengangkutan dan pergudangan sebesar 6,34 triliun (12,04%), konstruksi sebesar 2,38 triliun (4,53%), dan pertambangan dan penggalian sebesar 1,80 triliun (3,42%).

Kanwil DJP Jakarta Utara mengapresiasi seluruh wajib pajak atas kontribusi kepada negara di sepanjang tahun 2023. Setiap rupiah yang dibayarkan wajib pajak merupakan penopang berdirinya negara. Apresiasi juga diberikan kepada seluruh mitra kerja Kanwil yang telah membantu pelaksanaan tugas, menyediakan pertukaran data, dan bekerjasama menyebarluaskan informasi perpajakan.


DJP: Pemberlakuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai 1 Januari 2024 Tak Timbulkan Pajak Baru

Ilustrasi wajib pajak di kantor pajak. (Istimewa)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan pemberlakuan Tarif Efektif Rata-rata (TER) PPh Pasal 21 dalam Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2023 tidak menimbulkan potensi pajak baru.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, menegaskan TER PPh Pasal 21 ini bukan merupakan peraturan baru, melainkan sudah diterapkan sejak tahun lalu untuk mempermudah dalam penghitungan PPh 21.

"Yang harus saya sampaikan terkait Tarif Efektif Rata-rata (TER) itu sebetulnya bukan barang baru, bukan pajak baru dan tidak ada tambahan beban baru, ini hanyalah semata-mata kemudahan yang diberikan Pemerintah dalam menghitung PPh pasal 21," kata Dwi dalam media briefing Update Kebijakan Perpajakan Terkini, di Kantor DJP, Senin (8/1/2024).

Diketahui, Pemerintah telah menerbitkan peraturan pemerintah No. 58 Tahun 2023 (PP 58/2023) tentang tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 (Pph21) atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.

Peraturan ini ditetapkan pada 27 Desember 2023 dan mulai di sosialisasikan secara resmi pada tanggal 29 Desember 2023, dan berlaku mulai 1 Januari 2024.

"Ini sudah ada dulu (TER), cuman karena dikeluarkannya sekarang jadi seolah-olah ada penambahan beban baru dan pajak baru, TER ini istilah yang biasa kita gunakan untuk menghitung PPh 21," jelasnya.

Dalam paparannya, Dwi menjelaskan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan TER hanya dilakukan pada masa pajak Januari hingga November. Maka pada Desember, PPh Pasal 21 dihitung ulang menggunakan tarif pasal 17 ayat 1.

Misal sebegai contoh, Tuan 'A' bekerja pada perusahaan PT ABC dan memperoleh gaji Rp 10.000.000 per bulan, serta membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000 per bulan. Tuan 'A' menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0).

Maka penghitungan dengan TER, yakni Januari - November : 2 persen x Rp 10.000.000 = Rp 200.000 per bulan. Kemudian, untuk Desember Rp 2.175.000 (PPh setahun) - (11x Rp 200.000)= Rp 515.000 pajak terhutang yang harus dibayar wajib pajak.


Mulai Berlaku 1 Januari 2024, Simak Aturan Baru Tarif Efektif PPh 21

Ilustrasi Pajak. (Shutterstock)

Pemerintah merilis aturan baru mengenai perhitungan tarif efektif pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Aturan ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2024.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Penerbitan aturan baru perpajakan ini untuk memudahkan dam nenyederhanakan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan kepada Wajib Pajak atas pemotongan PPh 21.

Penetapan tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti menjelaskan, tarif efektif untuk penghitungan PPh Pasal 21 tidak memberikan beban pajak baru.

“Tidak ada tambahan beban pajak baru sehubungan dengan penerapan tarif efektif,” kata dia dikutip dari Antara, Senin (1/1/2024).

Tujuan diterbitkannya PP tersebut untuk memberikan kemudahan dalam penghitungan pajak terutang. Menurut Dwi, kemudahan itu tercermin pada kesederhanaan cara penghitungan pajak terutang.

Sebelumnya, untuk menentukan pajak terutang, pemberi kerja harus mengurangkan biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan bruto. Hasilnya baru dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU PPh.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya