Kisah Rasulullah SAW Cekcok dengan Aisyah RA, Kunci Rumah Tangga Harmonis

Ingin Rumah Tangga Harmonis? Rasulullah SAW dan Siti Aisyah Lakukan Hal Ini Saat Bertengkar

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2024, 12:30 WIB
Ilustrasi Pertengkaran dalam Rumah Tangga Credit: unsplash.com/Blaire

Liputan6.com, Jakarta - Rumah tangga yang harmonis tentu menjadi harapan setiap pasangan suami istri. Namun adakalanya harapan rumah tangga yang sudah harmonis bisa diguncangkan oleh perdebatan dan konflik.

Rumah tangga Rasulullah SAW pun yang telah dipandang sakinah, mawadah dan warahmah tidak lepas dari cekcok dan konflik. Salah satunya kisah Rasulullah SAW berkonflik dengan istrinya, Siti Aisyah RA.

Dalam pertikaian rumah tangga, tidak jarang berawal dari permasalahan sepele menjadi semakin besar dan menimbulkan keretakan hubungan dalam rumah tangga.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Cekcok Nabi Muhammad dengan Siti Aisyah RA

Ilustrasi pasangan bertengkar, marah. (Photo by Eric Ward on Unsplash)

Berikut kisah Rasulullah SAW dan Siti Aisyah saat menyelesaikan konflik yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Dari kisah ini, banyak hal yang bisa menjadi panutan dalam mengatasi masalah rumah tangga dikemudian hari.

Mengutip NU Online, Rasulullah menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana layaknya pasangan suami istri pada umumnya yang penuh warna. Dengan Aisyah, Rasulullah SAW melewati sisi keceriaan rumah tangga. Tetapi ada kalanya pasangan ini mengalami perselisihan dan ketidaksesuaian pemahaman.

Tatkala suatu hari mengalami percekcokan rumah tangga, Rasulullah SAW dan Siti Aisyah bersepakat menghadirkan ayahnya yakni Abu Bakar RA, sebagai hakim yang adil untuk memutuskan masalah keduanya. Kepada mertuanya Rasulullah SAW ingin menuntut pembelaan dan kesaksian. Pasangan ini kemudian menghadirkan Abu Bakar RA.

Di hadapan hakim tersebut, Rasulullah SAW mempersilakan istrinya untuk menerangkan lebih dulu kepada ayahnya. Ternyata siapa yang harus menerangkan duduk perkara saja menjadi masalah tersendiri bagi pasangan yang sedang cekcok.

“Kamu yang berbicara atau aku yang berbicara?” tanya Rasulullah kepada Aisyah. “Kamu dong yang berbicara. Jangan kamu bicara kecuali yang benar,” jawab Siti Aisyah yang sedang marah.

Sahabat Abu Bakar RA yang mendengarkan jawaban putrinya langsung naik pitam. Sahabat mulia itu memandang jawaban Siti Aisyah sebagai sebuah kelancangan ucapan atas diri seorang rasul.

“Keterlaluan kamu, apakah ia (utusan Allah SWT) akan berkata selain yang hak?” bentak Abu Bakar RA.

Ia kemudian berlindung kepada suaminya. Siti Aisyah duduk di belakang punggung suaminya.


Tetap Adil Meski sedang Cekcok dengan Pasangannya

Ilustrasi Pasangan Bertengkar Credit: pexels.com/Andrew

Rasulullah SAW segera saja membela hak istrinya terlepas keduanya sedang mengalami perseteruan rumah tangga. “Kami tidak menghadirkanmu untuk ini dan kami tidak menghendaki ini darimu,” jawab Rasulullah SAW membela hak istrinya atas kekerasan yang dilakukan oleh hakim tersebut.

Demikian dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin ([Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 50). Kisah ini dikutip oleh Imam Al-Ghazali dari riwayat Imam At-Thabrani pada Kitab Al-Awsath dan Al-Khatib dalam Kitab Tarikh dari Siti Aisyah RA dengan sanad yang daif. (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumuddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 353).

Dari riwayat ini kita dapat melihat bahwa Rasulullah SAW merupakan pasangan rumah tangga yang tetap bersikap adil meski sedang cekcok dengan pasangannya, tidak berbuat kalap dan tindakan melewati batas lainnya.

Rasulullah SAW merupakan gambaran atau citra laki-laki bertakwa seperti yang dimaksud oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri, “(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah SWT yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya,” (Imam Al-Ghazali, 2015 M: II/48).

 


Kunci Rumah Tangga Harmonis

Pada dasarnya yang menjadi pondasi dalam rumah tangga yang harmonis ada 3 hal yakni sakinah (suatu ketenangan),

Untuk mencapai sakinah diperlukan adanya kerjasama yang apik antara suami dan istri, saling melengkapi dan memahami satu sama lain.

Kemudian setelah pondasi tersebut kokoh maka di dalam cinta dua pasang manusia ini akan dihadirkan mawaddah sebagai hadiah oleh Allah dalam setiap hati masing-masing pasangan. Allah akan menyelipkan mawaddah itu pada kita dengan cara menjadikan akhlak penuh cinta sebagai kata kerja terhadap pasangan. Allah berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 74 :

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Artinya : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Lalu setelah pernikahan mencapai sakinah dan mawaddah maka tibalah pada puncak tertingginya yakni wa (Rahmah) atau kasih sayang (titipan Allah) sehingga kita bisa saling memaklumi, menerima, mengangkat, dan menguatkan antara pasangan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya