Liputan6.com, Malaka - Seorang pria warga negara Indonesia (WNI) didakwa di Pengadilan Magistrate Ayer Keroh Malaysia pada Rabu (10 Januari 2024 atas pembunuhan majikannya.
WNI Rudiansyah yang berusia 25 tahun mengiyakan dakwaan yang dibacakan kepadanya melalui penerjemah Indonesia di hadapan Hakim Khairunnisak Hassni, tidak ada pembelaan yang dicatat karena kasus tersebut berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi.
Advertisement
Mengutip Bernama, Rabu (10/1/2024), Rudiansyah didakwa menyebabkan kematian Nordin Ong Abdullah yang berusia 71 tahun di sebuah rumah di perkebunan kelapa sawit di Lorong Sidang Haji Hamid, Paya Rumput Jaya, Sungai Udang pada 22 Desember 2023 antara pukul 10.30 dan pada 27 Desember pukul 01.20.
Dakwaan tersebut, berdasarkan Pasal 302 KUHP Malaysia, menetapkan hukuman mati atau penjara tidak kurang dari 30 tahun dan tidak lebih dari 40 tahun. Jika tidak dijatuhi hukuman mati, juga harus dihukum dengan hukuman cambuk paling sedikit 12 kali.
Penuntutan dilakukan oleh Wakil Jaksa Penuntut Umum Wardah Ishhar sementara terdakwa tidak diwakili.
Hakim Khairunnisak tidak memberikan jaminan dan menetapkan tanggal 19 Februari untuk penyerahan laporan bahan kimia dan otopsi.
7 WNI Ditangkap di Malaysia Terkait Pembobolan Mobil dan Curi Barang Senilai Rp 115 Juta
Kasus yang melibatkan WNI di Malaysia lainnya adalah terkait serentetan pembobolan mobil terjadi di Seremban, Malaysia. Polisi kemudian menangkap warga negara Indonesia (WNI) terkait peristiwa tersebut.
Penangkapan pertama pada 17 Februari 2023, polisi menangkap dua orang Indonesia - seorang pria berusia 34 tahun dan pasangan wanitanya yang berusia 30 tahun dalam Operasi Pecah Kereta.
Mengutip Bernama, Rabu (22/2/2023), Kepala polisi distrik Seremban ACP Nanda Maarof mengatakan tersangka terbaru, tiga pria dan dua wanita berusia antara 24 dan 30 tahun. Mereka ditangkap di sebuah tempat dan di pinggir jalan Jalan Reko, Kajang di Selangor pada Minggu 19 Februari.
Sehubungan dengan kasus tersebut, jumlah tersangka yang ditangkap menjadi tujuh orang.
Nanda mengatakan, salah satu tersangka, pria berusia 34 tahun, membawa media pass atau kartu identitas media dari Indonesia namun belum bisa dipastikan apakah dia memang seorang jurnalis.
"Dengan penangkapan ketujuh tersangka ini, kami percaya kami telah memecahkan tujuh dari 12 kasus pembobolan kendaraan yang dilaporkan awal tahun ini," katanya kepada wartawan di markas polisi distrik Seremban.
"Pasangan itu (kedua orang yang ditangkap pertama) menyerahkan barang curian kepada rekan (lima tersangka yang ditangkap) untuk dijual atau digadaikan dengan imbalan uang tunai. Mereka masuk ke dalam mobil dengan menghancurkan kaca bagian belakang,” tambahnya.
Polisi telah menemukan barang curian senilai RM33.700 atau sekitar Rp 115 juta, termasuk laptop, tas, perhiasan, jam tangan, uang, dan ponsel.
Dia mengatakan pasangan itu memasuki Malaysia Desember 2022 lalu, sebagai turis dan tinggal di Kajang.
Nanda mengatakan semua tersangka telah ditahan hingga 24 Februari untuk penyelidikan berdasarkan pasal pencurian.
Advertisement
Racuni Merpati, 2 WNI di Malaysia Terancam Denda Rp 333 Juta hingga Penjara 2 Tahun
Kasus lain yang menjerat WNI juga pernah terjadi pada Agustus tahun 2022 lalu. Saat itu, empat orang, termasuk dua pria warga negara Indonesia (WNI), didakwa di Sidang Pengadilan Selasa 9 Agustus 2022 akibat meracuni sekawanan merpati bulan lalu di Malaysia.
Mengutip Bernama, Rabu (19/8/2022), warga negara Indonesia itu diketahui sebagai Fathur Rosi Arsijo berusia 22 tahun dan Abdul Rahman Sauji 32 tahun. Keduanya pekerja kebersihan.
Mereka mengaku bersalah di hadapan Hakim Rasyihah Ghazali.
Sementara perempuan yang bekerja sebagai asisten administrasi Noor Hazirah Masuan 32 tahun dan Nurul Najwa Shafikah Zukri 22 tahun mengaku tidak bersalah setelah dakwaan dibacakan kepada mereka.
Mereka bersama-sama didakwa memberikan zat beracun kepada seekor merpati terbang tanpa izin yang sah atau alasan yang masuk akal di depan sebuah pabrik di Batu Tiga, Shah Alam, Selangor, Malaysia pukul 15.53 pada 21 Juli.
Tuduhan itu mengancam para pelanggar dengan denda antara RM20.000 dan RM100.000 (sekitar Rp 66 juta dan Rp 333 juta), hukuman penjara maksimum dua tahun atau keduanya.
Pengadilan menetapkan 12 September untuk membacakan fakta-fakta kasus dan menjatuhkan hukuman terhadap Fathur Rosi dan Abdul Rahman, serta menyebutkan dan menyerahkan dokumen untuk kedua wanita, Noor Hazirah Masuan dan Nurul Najwa Shafikah Zukri.
Hakim Rasyihah juga mengizinkan kedua perempuan membayar jaminan RM5.000 atau sekitar Rp 16,6 juta dengan satu penjamin selain harus menyerahkan paspor mereka ke pengadilan. Sementara kedua warga negara Indonesia tidak diberikan jaminan karena mereka ditahan di bawah Undang-Undang Keimigrasian.
Jaksa Penuntut Hewan Mohd Sharif Sabran mengadili kasus tersebut dan pengacara Nur Iwani Izzaty mewakili Noor Hazirah dan Nurul Najwa Shafikah, sedangkan dua orang Indonesia di Indonesia tidak terwakili.
2 WNI Ditangkap di Malaysia Diduga Terkait Terorisme
Sebelumnya lagi, dua warga negara Indonesia (WNI) ditangkap Polisi Diraja Malaysia (PDRM) diduga terkait terorisme. WNI bernama Muhammad Amru Lubis dan Fatir Tirz kini tengah diperiksa oleh E8, satuan khusus antiteror di Malaysia.
"Dua WNI yang saat ini menjalani pemeriksaan di E8, PDRM, patut diduga yang bersangkutan terlibat dalam jaringan terorisme di Malaysia," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Kepolisian Malaysia hanya menemukan barang bukti berupa alat komunikasi dalam penangkapan dua WNI tersebut. Otoritas Malaysia tak menemukan barang bukti bahan peledak.
"Barang bukti sementara oleh Kepolisian Malaysia dari dua WNI, alat komunikasi handphone, kemudian identitas yang bersangkutan. (Barang bukti bahan peledak) belum (ditemukan), masih dikembangkan," tuturnya.
Densus 88 Antiteror Polri memberikan bantuan kepada PDRM untuk memudahkan proses penyelidikan kasus dugaan terorisme yang melibatkan dua WNI tersebut. Hal itu juga dilakukan untuk mendalami kaitannya dengan jaringan teroris di Indonesia, terutama Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Tentu mendalami apakah yang bersangkutan memiliki keterkaitan dengan JAD di Indonesia," kata Dedi.
Saat ini perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia dan Senior Liaison Officer (SLO) Polri juga sudah melakukan pendampingan hukum.
Advertisement